"Gue minta maaf," ucap Gwenda pada Kamga, yang saat itu berpapasan tanpa sengaja di koridor sekolah.
Kamga menyeringai, lalu mengacak kepala gadis itu dengan gemas. "Gue udah maafin Lo, kok. Dari seminggu yang lalu malah!"
"Kok bisa?" Mata Gwenda membola, kaget mendengar kalimat yang Kamga ucapkan, karna sejak seminggu yang lalu Kamga cukup acuh padanya.
"Ck, mana bisa gue marah lama-lama sama Lo," ungkapnya, masih dengan senyum terbaiknya untuk gadis itu.
"Ga usah lebay," tukas Gwenda pula, yang padahal saat ini yang sedang terjadi adalah, jantung Gwenda sedang tidak baik-baik saja, akibat ucapan yang Kamga lontarkan padanya.
"Takut baper?" tanya Kamga dengan alis yang sengaja ia naik turunkan untuk menggoda Gwenda.
"Baper nggak ada dalam DNA gue," elaknya, padahal saat ini pipinya sudah sangat merona.
"Lo pakek blush-on?"
"Gila Lo ya? Lama-lama otak Lo nggak beres."
"Tuh, pipi kamu merah gitu, baper kan? Hayo ngaku!" Kamga masih menggoda Gwenda yang saat ini benar-benar tidak bisa menyembunyikan rona wajahnya.
"Ga jelas, Lo."
Gwenda dengan cepat meninggalkan Kamga yang saat itu masih tersenyum puas. Sepertinya pria itu sangat puas melihat wajah Gwenda yang merona, bahkan gelagat Gwenda pun bisa ditebak jelas olehnya. Jika saat ini gadis itu sedang salah tingkah padanya.
"Gwend, Lo ngobrol apa aja sama oppa?" tanya Yona, yang tanpa sengaja melihat Gwenda dan Kamga di koridor sedang berbicara.
"Oppa?" Alis Gwenda bertaut, heran mendengar pertanyaan yang Yona lontarkan padanya.
"Iya, oppa Kamga, masa oppa suaminya Oma," cetus Yona dengan kesal. Bibirnya sedikit manyun, karna Gwenda tidak mengerti dengan pertanyaannya.
"Ada-ada aja Lo, dia bukan oppa Korea, Yona." Gwenda mendelik, mau heran tapi begitulah Yona.
"Trus?"
"Trus apa lagi, Yona?"
"Ngobrolin apa sih? Kok serius banget kayaknya?"
"Rahasia!" seru Gwenda sambil mencubit dua pipi Yona.
"Sakit, Gwendaaaa. Nggak mau tahu, pokonya nggak ada rahasia-rahasia. Lo harus cerita sama gue," paksa Yona, yang saat ini menatap Gwenda dengan lekat.
"Nggak, bocil dilarang kepo!"
***
"Gwenda, lo ada hubungan apa sama pak Kamga?" Vallery menatap Gwenda seakan tengah mengintrogasi.
"Kepo," sahutnya dengan sinis.
"Lo tuh kok ganjen banget sih? Kemarin kak Vano, sekarang pak Kamga," sergah Vallery.
"Ga jelas Lo," timpal Gwenda, lalu beranjak dari tempat duduknya untuk pergi dari hadapan Vallery.
"Dasar kelomang, sana sini masuk," ejek Vallery pula, dan itu cukup membuat panas telinga Gwenda.
Gwenda menghentikan langkahnya, kala Vallery menyebutnya sebagai kelomang. Memangnya gadis itu tahu apa tentang hidup Gwenda? Hubungannya dengan Vano? Dan sekarang guru yang bernama Kamga Angelo itu.
"Bokap Lo punya duit kan? Mending tuh duit Lo pakek buat oplas lidah sama otak Lo yang dangkal itu." Gwenda menatap lekat manik mata Vallery, rahangnya mengeras, bahkan tangannya juga mengepal. Mungkin saat ini Gwenda sangat ingin menampar pipi mulus Vallery.
"Kelomang, Lo kira hebat gitu? Udah bisa jalan bareng pak Kamga?" sungut Vallery, yang saat itu berjalan mendekati Gwenda.
Gwenda tercekat mendengar kalimat yang Vallery ucapkan. Bagaimana bisa Vallery tahu jika Kamga dan dirinya jalan berdua? Apa saat di wahana permainan Vallery ada disana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Teen Fiction"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.