Suasana kembali riuh kala bel jam istirahat berdering. Semua murid berhamburan keluar kelas, ada yang ke kantin, juga ada yang hanya tetap berada di kelas.
"Gwenda, kenapa kita nggak jadi temen aja?" oceh Dihan, yang saat itu sudah duduk diatas meja, tepat disebelah Gwenda.
"Temenan sama Lo? Males gue," sahut Gwenda sambil memutarkan kedua bola matanya.
"Ayo dong, mau yaa? Gue janji deh, nggak bakal bikin lo kesel!" bujuk Dihan, masih dengan tatapan penuh harap pada gadis itu.
"Gue juga dong, Gwen. Masa kita udah dua tahun tinggal dikelas yang sama, masa nggak mau temenan? Emang Lo nggak bosen apa? Punya temen modelan Yona?" timpal Vion, yang saat itu ikut nimbrung diantara mereka. Vion melirik Dihan sekilas, lalu memfokuskan kembali pada Gwenda.
Pletak...
"Dasar Vion, otak kok nggak kerja." Yona, yang saat itu baru datang menghampiri Gwenda juga dengan kedua lelaki itu.
"Apaan sih? Datang-datang malah pletakin seenak jidat, sakit tahu, beli skincare mahal!" sergah Vion sambil mengelus pelan dahi yang kena jitak kan Yona.
"Emang Lo mampu? Beli skincare?" Dihan, ikut membully Vion, lalu menoyor kepala Vion dengan keras.
"Biar gini-gini, skincare-an lancar," seru Vion.
"Bacot Lo pada," tukas Gwenda, lalu merebahkan kepalanya di atas meja.
"Ayo dong, Gwen. Boleh ya, kita temenan?" pinta Dihan lagi, kali ini ia memasang raut wajah penuh harap.
"Serah, gue pusing."
"Maksudnya apa yaa, kok gue paham ya?" Dihan kembali bersuara, kali ini berhasil membuat Yona dan Vion saling tatap, pasalnya kalimat yang keluar dari mulut Dihan cukup membingungkan.
"Fix, nih anak kena mental!" ujar Yona sambil menoyor kepala Dihan.
Gwenda bangkit dan kemudian berjalan kearah pintu kelas. Dihan, Vion dan Yona saling tatap satu sama lain, baru setelah itu mereka mengejar Gwenda yang sudah berada diluar kelas saat itu.
"Kok kita ditinggal sih?" Vion berjalan sambil menghampiri Gwenda yang saat itu sudah berada diluar kelas.
***
__Kantin.
"Gwen, Lo mau gue pesenin apa? Mie ayam? Mie pangsit? Mie bakso? Teh tarik? Jus? Atau minuman soda? Semua gue turutin!" tawar Dihan, sambil terus mengekori Gwenda yang hendak duduk disudut kiri kantin.
"Uncle muhtu versi Dihan ini mah," ejek Yona, lalu gadis itu ikut duduk disebelah Gwenda.
"Serah, pusing pala gue. Oh iya, kalo berdua mau jadi temen gue, Lo kerjain tuh si Kamga, satu lagi jangan kasih ampun." Gwenda menatap satu persatu manik mata dua lelaki itu, Dihan dan Vion sempat tercekat saat mendengar penuturan Gwenda. Bahkan Dihan sempat tersendat liur nya sendiri.
"Lo ngerjain kita?" Vion menatap intens netra Gwenda. Tapi justru Gwenda menjawab hanya dengan lirikan mata.
"O-oke, ntar gue kerjain," jawab Vion dengan sedikit ragu. Sedangkan Dihan? Cowok itu hanya mengangguk kikuk pada Gwenda.
"Gwen, Lo punya dendam apa sama pak Kamga?" bisik Yona, heran kenapa Gwenda sampai menyuruh Dihan dan Vion untuk mengerjai guru tersebut.
"Kesel gue," sahutnya dengan nada malas.
"Lo mau kita ngerjain yang modelan gimana?" Dihan, dengan polosnya bertanya seperti itu, dan langsung mendapat tatapan elang dari Gwenda.
"Punya otak?" tanya Gwenda dengan geram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Ficțiune adolescenți"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.