"Gwen, bentar lagi ujian kenaikan kelas, libur semester Lo mau kemana?" tanya Yona, gadis itu tengah sibuk membersihkan sisa make up yang masih menempel diwajahnya.
Gwenda tidak menjawab, ia hanya diam menikmati pemandangan dari luar kamar Yona. Langkahnya perlahan mengarah pada Yona, lalu mendudukkan tubuhnya diatas kasur.
"Bingung, pengennya sih ke Manila, tapi ya gimana ya? Menurut Lo gimana, kalo misalnya gue kesana? Salah nggak? Gue...." Gwenda menghentikan ucapannya, lalu mengalihkan pandangannya kearah lain, agar Yona tidak melihat wajahnya saat ini.
"Gue tahu, Lo kangen kan? Sama dia? Gue nggak bisa temenin Lo kalo harus kesana, Lo tahu kan? Gimana agenda gue tiap libur semester? Kayak rollercoaster," ujar Yona, sambil menatap wajah Gwenda dari samping.
"Iya, gue ngerti kok," sahut Gwenda pula, tapi masih menghadap kesamping.
"Lo nangis? Nggak apa-apa kali, nangis itu hal yang manusiawi, nggak perduli siapapun itu, jadi gak usah gengsi, nangis aja, gue ada buat Lo!" Yona mendekat, lalu merangkul sejenak, baru kemudian memeluk tubuh Gwenda yang mulai terasa bergetar.
"Gue harus kesana?" tanya Gwenda lagi, dan diikuti dengan anggukan oleh Yona.
"Gue percaya, Lo jauh lebih kuat dari yang gue bayangin, Gwen." Yona menyemangati Gwenda, lalu tangannya menyeka air mata milik sahabatnya itu. Gwenda tersenyum, lalu memeluk membalas pelukan Yona dengan erat.
"Rumah gimana? Udah aman?" tanya Yona, mengalihkan pembicaraan sebelumnya.
"Lumayan, tapi ada satu hal yang mereka sembunyikan dari gue, Yon."
"Apa?"
"Orang yang celakain gue setahun yang lalu, gue udah berkali-kali nanya, tapi mereka nggak mau jawab," lirih Gwenda, kini kesedihannya seperti bertumpuk, belum kelar dengan urusan hati, kini ia harus mencari tahu dalang dari kecelakaannya.
"Alasannya?"
"Mereka nggak ngasih tahu, gue harus cari tahu sendiri!" Gwenda merebahkan tubuhnya diatas kasur, kini matanya menatap nanar langit-langit kamar Yona. Yona pun ikut merebahkan tubuhnya disebelah Gwenda.
"Nggak ada gitu? Yang Lo curigain, temen atau musuh balapan Lo waktu itu?"
"Enggak, karna gue balapan cuma untuk menetralisir rasa sakit gue, balapan juga nggak ngarep menang, tapi yang masih buat gue bingung ya itu, siapa? Dan motifnya itu kenapa?" Gwenda memiringkan kepalanya, menatap wajah Yona.
"Eh, semalam kan, Lo sama Althaf ditempat balap liar, nggak ada gitu? Kepingan puzzle yang masih Lo ingat?" Yona bertanya, seolah memberi clue untuk sahabatnya itu.
"Nggak sih, tapi kalo nggak salah ingat, dulu pernah ada cowok sama cewek samperin gue, mereka pakek helm gelap, susah buat ngenalin wajah mereka, dan si ceweknya sih, kayak niat banget buat nyelakain gue," tutur Gwenda, mencoba mengingat kembali kejadian sebelum ia kecelakaan.
"Gwen, ini bukan lagi jaman purba kan? Lo percaya nggak? Kalo misalnya ditempat itu nggak ada cctv? Ruko, masa iya ruko nggak dipasang cctv?"
"Tumben otak Lo jalan? Ntar temenin gue, mana tahu kalo disana ada cctv, jadi kita bisa cari disana, gimana?"
"Oke, gue siap-siap dulu, gue harap sebelum ujian dimulai, masalah ini kelar, jadi kefokusan Lo bisa berada disitu tempat, oke?"
"Oke, thanks Yon!"
***
Preeeeeeng
"Dek, stop. Semua bisa dibicarakan, jangan kayak gini," ucap Althaf, sambil berusaha meraih barang yang sedang dipegang oleh sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Teen Fiction"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.