"Sial, pakek acara lupa lagi, kalo ini hari paling keramat dalam seminggu," ujar gadis itu, yang sedang sibuk memasukkan beberapa buku kedalam tas biru miliknya.
Ya, dia adalah Gwenda, gadis berusia 17 tahun, dan baru saja merayakan ulang tahunnya di salah satu club' ternama tadi malam. Dan alhasil, pagi ini gadis itu terlambat, dan parahnya lagi, dia sama sekali tidak mengingat jika ini adalah hari Senin, hari paling keramat bagi seluruh siswa di Indonesia.
Gwenda terlihat cukup panik pagi ini, jika saja bukan karena ancaman dari guru BK, gadis itu tidak akan sepanik pagi ini.
"Gwend, kamu pulang jam berapa semalam?" Zeya, mamanya Gwenda.
Gwenda tidak menjawab, ia hanya mengacungkan dua hari berbentuk huruf 'V' sambil berlari keluar rumah.
"Pak, buruan ga pakek lama," ucap Gwenda pada supir pribadinya itu, ia masuk kedalam mobil dengan tergesa-gesa.
"Tumben, neng. Buru-buru amat," sahut supir tersebut sambil mengulum senyum.
"Nggak usah protes, atau kelar ker...,"
"Iya, neng. Maaf atuh, bercandanya jangan bawa-bawa kerjaan," sambungnya.
Gwenda tidak menjawab, ia hanya mendesis sebal pada supirnya itu.
***
Setelah kurang lebih 20 menit, Gwenda sampai disekolah, dan sialnya lagi, gerbang sudah hampir tertutup sempurna, rasanya percuma jika gadis itu berlari secepat yang ia bisa, toh dia juga tidak bisa melewatinya.
"Shit." Gwenda mengumpat sambil melirik satpam penjaga itu.
"Sial," ucap seorang lelaki yang saat itu berdiri tepat disebelah Gwenda.
Gadis itu melirik, lalu "Anak baru?" tanya Gwenda dengan menyunggingkan sedikit ujung bibirnya keatas.
Lelaki itu tidak menjawab, ia hanya melirik lalu tersenyum smirk pada Gwenda.
"Mau masuk bareng?" tanya lelaki itu pula, kali ini ia menoleh sempurna pada wajah Gwenda.
"Gue? Ikut masuk bareng Lo? nggak bisa lihat?" ucap Gwenda dengan santai, matanya pula menoleh ke gerbang sekolah.
"Mata gue belum mines, kalo mau masuk, ikut gue, penawaran hanya berlaku sekali," sarkas lelaki itu, lalu berjalan mendahului Gwenda.
"Cik, emang dia siapa? Ya kali gue harus ikut manjat tembok setinggi itu," oceh Gwenda, tapi ia terus melihat pergerakan lelaki yang belum ia ketahui namanya itu.
"Gerbang? Mau ngapain tuh orang, nyogok?" lagi-lagi Gwenda mengoceh, tapi ia tetap memperhatikan lelaki tersebut.
"Yakin nggak mau masuk? Gue tunggu 5 detik, kalo Lo belum nyampe kesini, gerbang di tutup."
Kaget mendengar ucapan lelaki itu, Gwenda berlari secepat yang ia bisa.
"Nyogok pakek apa?" tanya Gwenda dengan sinis, lalu "jangan ngarep gue bilang terima kasih sama lo," Gwenda kembali melingkarkan tangan di dadanya, lalu meninggalkan lelaki itu.
"Dia Gwenda, biasa di panggil Gwen. Dia memang seperti itu, sampai dikasih lebel siswa paling resek disekolah," ujar satpam itu.
"Ooh, kelas berapa dia?"
"Kelas XII b, pak."
"Nggak usah panggil saya dengan sebutan itu. Dan terimakasih, saya permisi," lanjut lelaki itu, lalu berjalan dengan santai meninggalkan satpam tersebut.
***
"Gwenda Aquella Sachi," panggil seorang wanita dengan suara yang terdengar cukup tegas.
Gwenda menoleh, "Iya, Bu. Ibu manggil saya?" tanya Gwenda dengan santai, seolah ia tidak menyadari kesalahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Teen Fiction"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.