"Gwen, Lo nggak balik?" tanya Yona, yang saat itu tengah sibuk mengacak isi tasnya. Entah apa yang sedang ia cari."Gue lagi nunggu Kamga," ujar Gwenda dengan senyum tertahan. Yona mengulum senyum sambil memainkan alisnya, lalu memeluk sahabatnya itu dengan erat.
"Sukses, Gwen. Gue duluan!"
"Okee, hati-hati, balik sama Vion Lo?"
"Iya, soalnya tadi bareng!"
"Awas, ntar jatuh," bisik Gwenda sambil mengulum senyum. Yona pun menyipitkan matanya, bingung.
"Jatuh? Vion bawa mobil, Gwen. Kalo lupa," sungut Yona pula.
"Jatuh cinta kali," canda Gwenda, Yona tersentak, reflek tangannya menyentil jidat Gwenda dengan kuat, hingga gadis itu meringis dibuatnya.
"Asem, sakit Yonaaa." Gwenda menjebik, lalu mengelus pelan keningnya.
"Gue balik, masa bodo sama ocehan Lo. Oh iya gue lupa, nih titipan kak Vano." Yona menyodorkan sebuah kotak kecil berwarna Lilac, dengan hiasan pita kecil berwarna biru.
Gwenda menerima kotak itu, keningnya mengerut, lalu meletakkan kotak itu diatas meja.
Yona sudah pergi mengejar Vion yang saat itu mungkin sudah hampir erupsi, karna menunggu Yona yang super lama.
"Dari mana aja Lo?" sungut Vion dengan wajah masam.
"Ada urusan sama Gwen dikit," jawabnya, lalu masuk kedalam mobil Vion.
"Siput Lo," ejek Vion, lalu ikut masuk kedalam mobil.
***
20 menit sudah berlalu, Gwenda masih duduk sambil memainkan ponselnya. Dan sementara itu, seorang pria berjaket kulit hitam datang menghampirinya, sayangnya Gwenda tidak menyadari sama sekali kehadiran pria itu.
"Eeheeem....!" Pria itu mendengus pelan, lalu duduk didepan Gwenda.
Merasa tidak direspon, akhirnya ia memilih untuk menarik paksa ponsel milik gadis itu, sontak saja dirinya kaget dengan ponselnya tiba-tiba ada yang merebut paksa.
"Balikin," ucap Gwenda sambil menatap lekat manik mata orang tersebut, yang tak lain adalah Kamga.
"Nggak mau," sahut Kamga sambil membalas tatap Gwenda.
"Balikin nggak?" Intonasi Gwenda naik ke level dua.
"Nih." Kamga menyodorkan kembali ponsel Gwenda. Tapi saat Gwenda ingin mengambil, Kamga menarik kembali ponsel itu.
"Gue nggak suka bercanda," desis gadis itu dengan kesal.
"Cantik!" Lagi, lagi dan lagi Kamga memuji Gwenda, hingga membuat pipi gadis itu kembali memanas.
"Ga jelas Lo, apaan? Mau ngomongin apa?"
"Lo cantik," jawab Kamga, masih dengan senyum terbaiknya.
"Lo mau ngomong apaan?" desak Gwenda.
"Lo cantik!"
"Gue balik."
Gwenda hendak bangkit dari kursinya, tapi tangan Kamga dengan sigap menarik pergelangan tangan Gwenda, hingga gadis itu melirik Kamga dengan kesal, lalu ia duduk kembali.
"Gue cuma mau bilang, kalo gue mau balik ke Philipina!" ujar Kamga dengan suara pelan, tapi masih bisa didengar oleh Gwenda.
Alis Gwenda bertaut, mencoba mencerna kembali apa yang baru saja ia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Teen Fiction"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.