Part 19

52 7 1
                                    

Seperti yang mereka sepakati, malam ini Gwenda datang ke arena balap liar yang dikatakan oleh Althaf kemarin. Gadis itu sudah bersiap, jacket kulit warna hitam sudah melekat di badannya. Lalu turun kelantai bawah.

Gwenda melihat sekilas, tidak ada orang dirumah, Zeya dan Revano sudah pergi sejak dua jam yang lalu. Gwenda mendengus pelan, lalu mengambil helm dan kunci motor yang tersangkut di dinding dekat pintu.

Beberapa saat kemudian, gadis itu sudah berpacu dengan motor sport itu, menuju jalan sentosa.

Satu jam sudah berlalu, setelah beradu kecepatan dengan kendaraan yang lain, gadis itu sudah sampai, berdiri diantara kerumunan yang lain.

"Lo dimana?" ucap Gwenda dari ponselnya.

"Di arena, garis start, Lo kesini aja!"

"Oke."

Gwenda berjalan sesuai instruksi yang Althaf katakan, berjalan diantara kerumunan itu sedikit melelahkan, hingga akhirnya ia menemukan sosok Althaf yang sudah berada digaris paling depan.

"Althaf!" panggil Gwenda, ia melambaikan tangan lalu tersenyum padanya.

"Hy!" jawab Althaf, lalu ikut melambaikan tangannya.

Satu... dua... tiga...

Semua motor sudah melaju dengan kecepatan tinggi, Gwenda hanya menatap tanpa reaksi, lalu ia kembali kemotor miliknya dan duduk disana.

"Gwen... Lo kok nyasar kesini?" tegur Dihan, yang entah dari mana ia datang, tiba-tiba sudah berada disebelah Gwenda.

"Ngapain Lo?" tanya Gwenda dengan datar.

"Ternyata beneran Bu bos, gue kirain jelmaan Gwenda, bukan Bu bos," oceh Dihan ngelantur.

"Lo ikut balapan?"

"Rencana iya, lagi butuh fulus soalnya, haha...!" Dihan menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal, lalu menyengir kuda.

"Kenapa masih disini?" tanya Gwenda lagi.

"Ragu sih, sebenarnya.  Kalo nyungsep, kasihan emak dirumah, hehee!" elak Dihan, mengkambing hitamkan ibunya.

"Hala, bilang aja Lo nggak punya nyali, pakek alesan emak lagi, nggak jantan Lo!" ledek Gwenda, lalu menepuk-nepuk pundak Dihan.

"Eh jangan salah, gue perkutut yaa, asal nyeplak Lo, Bu bos!" sungut Dihan, tidak terima dengan omongan Gwenda.

"Yo, balapan bareng gue, siapa duluan nyampe sekolah, menang!" Gwenda menantang Dihan, dan langsung dibalas dengan pelototan oleh Dihan.

"Pak Kamga ngelarang Lo buat balapan, Lo gimana sih?"

"Kamga? Kapan? Ngarang Lo."

"Serius, nih baca, chat gue sama pak Kamga, dia nyuruh gue buat mantau calon istri katanya!" Dihan memberikan ponselnya pada Gwenda, membiarkan gadis itu melihat isi percakapan mereka.

"Ketahuan kan Lo sekarang? Kesini disuruh Kamga, bukan buat balapan, kacung Lo."

"Kacung kacung, gue cuma jalankan amanah doang, kaga lebih!"

"Serah ah, yang penting gua jalankan amanah doang!" Dihan lalu mengalihkan pandangannya kearah lain. Menghindari tatapan tajam Gwenda.

***

"Yon, cepetaaaan, jamuran gue nungguin Lo disini!" Vion- lelaki itu berteriak dari teras rumah Yona, menunggu sudah hampir sejam tapi Yona belum juga menampakkan dirinya.

"Sabar atuh, nih juga lagi jalan!" sahut Yona pula, yang tak kalah dari toak. Gadis itu menuruni anak tangga secepat mungkin, karna teriakan Vion sungguh menganggu telinganya.

Gwend || EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang