Part 23

42 5 0
                                    

Ujian akhir semester sudah dimulai, dan ini sudah memasuki hari keempat. Dan tinggal dua hari lagi akan selesai.

Dihan, lelaki itu tengah asik mengotak atik layar ponsel miliknya, padahal saat ini ujian sedang berlangsung. Didepan, pak Erhan sedang duduk sambil sesekali memantau para murid.

Sebelum ujian dimulai, pak Erhan sudah menyita semua ponsel milik mereka tanpa terkecuali, dan Dihan? Ia membawa dua ponsel, satu untuk diberikan ke pak Erhan, dan yang satunya disembunyikan didalam sepatu.

"Ehheem...." Pak Erhan membuka suara, sambil melirik satu persatu muridnya.

"Dihaaan...." Pak Erhan memanggil nama Dihan, yang saat itu masih sangat khusu' menunduk.

Dihan menoleh saat mendengar namanya disebut.

"Iya, pak?" Dihan menautkan alisnya, dalam hati ia berkata, apa pak Erhan mengetahui apa yang sedang ia lakukan?

"Sudah selesai? Sepertinya kamu khusu' sekali, Dihan?" cibir pak Erhan.

"Harus pak, ada lagi pak?" Dihan bertanya seolah sedang begitu serius mengerjakan lembar ujian, padahal ya sebaliknya.

"Tidak, tapi itu bagus, pertahankan, jangan main mulu. Belajar itu yang serius!" Tambah pak Erhan, sambil membenarkan kaca matanya.

"Harus pak, biar naik kelas. Kan nggak lucu kalo jadi siswa abadi." Dihan mencibir, dan itu berhasil membuat dirinya menjadi pusat perhatian didalam kelas.

"Apa lu lihat-lihat? Gua gampar baru tahu," sungut Dihan, saat menyadari dirinya jadi pusat perhatian.

"Diam, ini sedang ujian, bukan kantin!" Sembur pak Erhan, dan berhasil membungkam semua suara kegaduhan.

Suasana kembali hening, tidak ada yang mengeluarkan satu suara pun. Hanya suara gesekan pulpen diatas kertas.

28 menit sudah berlalu, Dihan masih sibuk dengan ponselnya. Tapi untungnya, ia sudah selesai mengerjakan soal ujiannya.

"Siiaal." Dihan berteriak, hingga membuat suasana kembali riuh, karna teriakannya.

"Apa yang sial, Dihan?" tegur pak Erhan, lelaki itu kemudian bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati meja Dihan.

Dihan kalang kabut ketika itu, untung saja Vion berhasil mengalihkan perhatian pak Erhan, jadi Dihan punya kesempatan untuk menyembunyikan ponselnya kembali.

"Fyuuh!" Dihan menghela nafas kasar, lalu mengusap keringat yang mulai keluar di pelipisnya.

"Dihan, mana lembar jawaban kamu?" tanya pak Erhan, yang saat itu sudah berdiri tepat dihadapan Dihan.

"Ini, pak!" jawab Dihan, sambil memberikan lembar jawabannya.

Pak Erhan sedikit menyipit, lalu membenarkan kembali kaca matanya.

"Bagus, tapi saya ragu, kalo kamu tidak melihat konsep!" cibir pak Erhan, sambil sesekali melihat meja dan tubuh Dihan, berharap jika ia akan menemukan sesuatu dari Dihan.

"Pure, pak. Nggak nyontek. Lagian nggak percaya banget sih? Punya murid yang berprestasi seperti saya!" Dihan membual, meyakinkan pak Erhan. Yang sebenarnya terjadi, memang Dihan adalah anak yang berprestasi, hanya saja tertutupi dengan kelakuannya yang kadang suka diluar nalar.

"Oke, kamu selamat, tapi bukan berarti saya tidak mencurigai kamu ya?" Pak Erhan kembali menatap Dihan dengan tatapan tajam yang mengintimidasi.

"Silahkan, bapak! Dengan segala hormat! Saya boleh keluar? Karna saya sudah selesai mengerjakan soal?" tanya Dihan pula.

Gwend || EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang