Seorang gadis dengan rambut di kuncir satu sedang berjalan dengan santai, tatapannya dingin tapi menusuk, tidak ada yang berani menatap lama wajah tersebut. Ya, dia adalah Gwenda, gadis itu terus berjalan disepanjang koridor sekolah, hingga langkahnya terhenti saat seorang gadis yang berambut pirang berhasil menghadang jalannya. Gwenda menatap malas wajah itu."Lo apain kak Vano? Sampe dia nggak bisa berhenti nyebut nama Lo didepan gue?" Vallery, dia menghadang jalan Gwenda, bertanya dengan nada sarkas.
Gwenda memutar bola mata malas. "Urusannya sama gue apa?" Balas Gwenda dengan datar.
"Lo sama kak Vano udah putus, tapi kenapa Lo yang terus-terusan yang diutamakan?" Lanjut Vallery, matanya menatap nyalang Gwenda.
Gwenda menghembus nafas kasar. "Itu derita Lo, gue nggak ada urusan lagi sama Vano. Jadi, nggak usah nyebut nama dia didepan gue lagi, kalo Lo nggak mau kehilangan fungsi tangan Lo itu." Gwenda mendorong tubuh Vallery dengan telunjuknya, hingga membuat Vallery mundur beberapa langkah kebelakang.
"Awas Lo Gwen, urusan kita belum selesai." Vallery memekik, hingga terdengar oleh siswa yang lain. Menyadari itu Vallery menatap sinis satu-persatu siswa tersebut.
"Berhenti lihatin gue, kalo Lo mau aman sekolah disini." Vallery mengancam, lalu pergi ia begitu saja.
Dua hari yang lalu....
Vallery dan Vano sedang berjalan diseputaran taman kota, saat itu Vallery mengeluarkan sekotak makanan untuk Vano, membukanya lalu menyuapi Vano. Vano menepis tangan Vallery dan menghindar darinya.
"Tumpah kan, jadinya?" decak Vallery, lalu membersihkan pakaiannya yang terkena tumpahan makanan.
"Lagian Lo juga alay banget, ngapain coba, kayak anak SD." Vano mencecar Vallery, hingga membuat gadis itu bungkam untuk sesaat.
"Ini tuh hal yang lumrah kak, semua orang pacaran itu pasti pernah suapi pacarnya makan," sungut Vallery pula.
"Lo aja yang alay, Gwenda aja nggak pernah suapi gue, karna dia tahu, ini tuh alay," geram Vano. Lalu lelaki itu beranjak dari duduknya.
"Kak, mau kemana?" Vallery membereskan kotak makannya, lalu mengejar Vano yang sudah berjalan sekitar 10 meter darinya.
Setelah sempat berlari, Vallery akhirnya dapat menyamai langkah Vano, gadis itu tampak belum berhenti untuk berbicara, menuntaskan kekesalannya karna Vano.
"Aku bukan Gwenda, yang selalu kamu Dewi kan," sergah Vallery, sambil terus berjalan mengikuti Vano.
"Jelas, Lo sama dia bedanya jauh banget, ibarat kata, Lo bumi dan Gwen langit, Lo nggak ada apa-apanya dibandingkan sama dia." Vano menatap nyalang wajah Vallery. Vallery dibuat bungkam oleh Vano.
***
"Viooon, balikin buku gue nggak?" Yona berteriak sambil terus mengejar Vion, yang sedang membawa kabur buku pr gadis itu.
"Nggak, gue mau nyontek," sahut Vion pula, sambil terus berlari memutari bangku para siswa yang lain.
"Makanya belajar, bukan dugem mulu, kerjain pr, bukan ngerjain cewek di club' malam!" cercah Yona.
"Eh, mulut kok nggak disekolahin? Asal ceplos aja Lo," sungut Vion, tidak terima dengan kalimat yang Yona lontarkan padanya. Meskipun Vion sering ke club' malam, tapi dia tidak pernah ngerjain cewek disana.
"Viooooon, nggak mau tahu, balikin buku gue sekaraaaang!" pekik Yona lagi, kali ini suaranya cukup nyaring, hingga membuat beberapa siswa yang ada didalam menutup telinga mereka, guna menghindari serangan THT, seperti yang pernah Dihan katakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Teen Fiction"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.