Pagi ini Gwenda kembali datang terlambat, untungnya gadis itu berhasil membujuk satpam penjaga gerbang, dan akhirnya bisa masuk.Gwenda berjalan dengan santai, meski ia sadar jika dia sudah sangat terlambat. Bukan tanpa alasan, mengingat jika hari ini jam pertama adalah matematika, membuat otak gadis itu seakan berhenti berkerja. Terlebih lagi gurunya adalah Kamga Angelo, yang sangat amat membuatnya enggan untuk mengikuti pelajaran tersebut.
Setelah berjalan kurang lebih lima belas menit, akhirnya gadis itu sampai didepan kelasnya, Gwenda menghela nafas dengan kesal, lalu melangkah masuk kedalam tanpa permisi.
"Sepertinya kamu suka sekali datang terlambat, terlebih lagi jam pelajaran saya," ucap seorang pria yang tak lain adalah Kamga Angelo, yang saat itu menatap lekat punggung Gwenda.
Gwenda tidak menggubris, dan tetap memilih untuk berjalan kebagian belakang kelas, karna kursi bangku yang ia duduki tepat dibarisan akhir.
"Gwenda Aquella Sachi!" Panggil Kamga lagi, kini suara lelaki itu terdengar lantang.
Gwenda lagi-lagi mendengus, lalu mengangkat sedikit kepalanya, sekedar menoleh ke sumber suara.
"Kamu tahu kenapa tuhan menciptakan telinga?"
"Untuk melengkapi anggota tubuh yang lain," sahutnya dengan ketus, tanpa dosa.
Sontak para murid yang lain terbahak dibuatnya, bagaimana bisa Gwenda menjawab seperti itu? Setidaknya Gwenda bisa menjawab kegunaan telinga saja, itu sudah membuat si empu pertanyaan sedikit merasa lega, karna jawabannya.
"Pak, nggak sekalian nanya kenapa Spiderman bisa nempel di dinding?" Karel- melontarkan pertanyaan nyeleneh pada Kamga. Kamga pun melirik Karel dengan raut wajah tegasnya. Lalu kembali terfokus pada Gwenda.
"Pak, coba tanya Gwenda, kenapa Spiderman bisa nempel di dinding, pasti jawabannya bakal bikin geleng-geleng kepala deh, pak." Lagi, Karel memaksa Kamga untuk bertanya pada Gwenda.
"Silahkan dijawab, Gwenda," ujar Kamga, masih dengan menatap intens Gwenda.
"Ya kali udah setua itu Lo nggak tahu, bocil aja tahu, mending lo buka Babybus deh, tadi baru update video baru."
Lagi, jawaban Gwenda membuat semua murid kembali riuh, pasalnya dia menyuruh Kamga untuk menonton salah satu akun YouTube yang dikhususkan untuk balita. Secara tidak langsung, Gwenda sudah mengatakan jika Kamga adalah anak kecil.
***
Gwenda masih menunggu supir pribadinya untuk menjemput, padahal sudah hampir 30 menit gadis itu menunggu di pos sekolah, tapi belum juga ada tanda-tanda jika ia akan dijemput.
"Belum dijemput?"
Gwenda menoleh, lalu memutar bola matanya, seakan enggan berhadapan dengan orang tersebut.
"Mau bareng gue?" Lagi, ia menawarkan Gwenda untuk ikut dengannya.
"Ogah, mending nonton Babybus atau Cocomelon sono, dari pada sibuk ngurusin orang," cetus Gwenda, dengan tangan melipat didadanya. Matanya juga sibuk menatap jalanan, berharap jika supirnya sudah datang menjemput.
"Jiah, lo kira gue se bocil itu apa?" desis nya, lalu tersenyum smirk pada Gwenda.
Kalian tahu itu siapa? Ya, itu tidak lain dan tidak bukan, adalah Kamga Angelo, yang masih betah mengajak Gwenda bicara dengan baik, meski kesan akhirnya selalu berakhir buruk.
"Masa bodo." Gwenda mengalihkan pandangannya kearah lain, agar tidak melihat wajah Kamga yang menurutnya sangat amat tidak penting.
Gwenda tersentak, saat menyadari jika saat ini Kamga sudah duduk tepat disebelahnya. Gwenda menyipit, menampakkan rasa tidak sukanya terhadap Kamga. Tapi Kamga malah tersenyum pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Teen Fiction"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.