BAPAK cukup sering mengunjungi rumah utama beberapa minggu belakangan ini. Mungkin Bapak merasa kalau wejangan yang ia bagikan pada Sira masih kurang.
Beliau pun mengunjungi Sira kali ini. Bapak sedang menunggu di pinggir kolam, tempat kesukaan Bapak.
Sira yang baru selesai mandi pun lantas bergegas menemui Bapak selepas selesai berpakaian. Ia pun menyalimi Bapak dengan rambut yang masih basah.
"Enggak usah buru-buru. Wong makanannya belum siap." ujar Bapak menasihati Sira. Gadis itupun tersenyum canggung. Ia merasa tak enak jika ia telat hadir karena Bapak meluangkan waktunya untuk sekedar berbincang dengan Sira.
Gadis itu kemudian duduk di samping meja Bapak. Makanan yang disediakan oleh Riney pun datang. Kali ini Bapak datang bersamaan dengan jamnya makan siang.
Selesai makan, Bapak akhirnya berbicara. Sira yang selesai melahap makan siangnya kini siap mendengarkan perkataan Bapak.
"Kedatangan Bapak kali ini bukan sekadar berbagi obrolan saja. Ini tujuan Bapak ngasih wejangan selama ini." ucap Bapak membuka obrolan. Sira yang mendengarnya menelan ludah.
Sudah saatnya.
"Kamu pasti tahu jenis bisnis apa yang keluarga ini kelola," Bapak menelan ludah. Sepertinya Bapak juga tak kalah gugup.
"Jarang sekali kita memiliki bisnis legal. Hanya terhitung sekitar dua atau tiga bisnis legal, itupun margin profitnya pressed sekali,"
Sepertinya Sira tahu kemana arah pembicaraan ini.
Bapak menoleh ke arah Sira sembari bersiap untuk menjelaskan tugas untuk Sira.
"Untuk persiapan menjadi calon penerus Bapak, Bapak kasih waktu ke kamu sekitar setahun—maksimal dua tahun untuk membuat bisnis atau organisasi legal—terserah berbentuk apa organisasi tersebut. Untuk ngebuktiin kalau kamu memang layak dipilih sebagai penerus." jelas Bapak. Sira yang mendengarnya terkesiap.
Oke, sulit sekali ujian dari Bapak ini.
"Terserah aku bentuk perusahaannya berbadan apa?" tanyanya memastikan.
Sebenarnya bukan kali pertama Sira mendapatkan tugas seperti ini. Beberapa kali Sira sempat membantu Bapak untuk mengurus pembukuan bisnis Bapak yang beromset ratusan juta. Saat itu Sira tidak dilepas, kali ini tugasnya mengharuskan Sira untuk bergerak sendiri.
"Kamu menyanggupinya?" tanya Bapak sekali lagi. Sira menelan ludah lalu mengangguk takzim.
"Apa bisnis atau organisasi itu harus berhasil?" tanya Sira lagi.
Bapak menggeleng, "Tidak harus. Membuat bisnis memang sulit, akan tetapi kamu tak perlu memikirkan kalau bisnis tersebut mesti berhasil. Seperti yang kau tahu, Aisha. Bisnis itu selalu ada fase jatuh bangunnya. Dengan memiliki pengetahuan membangun bisnis saja sudah cukup membuktikan kalau kau lebih berdigdaya dibanding orang lain." jelas Bapak.
Baiklah, Sira mengerti.
Usai tugas telah Bapak sampaikan pada Sira, Bapak lekas pamit dikarenakan Bapak masih harus mengurus urusan Bapak yang lain.
Sira mengantarkan Bapak untuk pamit.
"Kau harus lebih kuat, ya?" ucap Bapak setelah menurunkan kaca mobil. Sira yang mendengarkan perkataan itu mengangguk.
"Bapak percaya sama Sira kalau Sira mampu. Sudah, ya? Bapak pamit." ucap Bapak undur diri. Sira memundurkan langkahnya ke belakang sambil memerhatikan mobil Bapak yang memecah jalanan ibukota.
Begitu Bapak pergi, Sira menghembuskan napas berat. Tugas kali ini mungkin akan menjadi ujian tersulit baginya.
****
Keesokan harinya, Sira memulai langkah pertamanya. Sira memutuskan untuk berjalan-jalan ke dusun-dusun kecil sekitar rumahnya. Ia ingin melihat kebutuhan hidup apa yang secara darurat sedang dibutuhkan oleh masyarakat umum.
Sira memutuskan untuk menargetkan bisnisnya pada kalangan bawah. Menurut statistik, angka kesejahteraan hidup masyarakat bawah masih tergolong rendah dan masih tingginya angka kekerasan yang dialami masyarakat kelas menengah ke bawah karena permasalahan ekonomi.
Untuk mendapatkan hasil seperti ini, Sira sebenarnya tak harus sampai turun ke jalan. Kehidupan masa kecilnya pun seperti itu. Namun karena ia ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, ia ingin mendata dengan mengumpulkan beberapa narasumber untuk di wawancara.
Ia melakukan riset kecil-kecilan ini ditemani oleh dua ajudan pengganti Bapak. Frederick dan Chad sedang ditugaskan khusus bersama Bapak dalam rangka upaya diplomasi suksesi bisnis baru Bapak.
Meskipun keluarganya ini adalah sebuah organisasi, Bapak sendiri lebih terlihat seperti seorang businessman. Wajah Bapak tidak ada seram-seramnya sama sekali. Lebih terlihat tegas dan berwibawa. Orang-orang pasti tidak akan percaya jika Bapak adalah seorang kepala organisasi mafia.
"So, what would you do if you were in my position?" ujar Sira membuka obrolan. Dua ajudannya kini sedang berjalan mengikuti Sira di belakangnya.
"Do the best, isn't?" jawab Yosua. Jawaban Yosua tidak salah. Sira tertawa kecil.
"This is really heavy." gumam Sira. Meski kadang Sira menggerutu mengenai tugasnya yang berat kali ini, tetap saja akan ia kerjakan sampai tuntas. Bahkan acapkali ia membuat tugasnya selesai lebih baik mengingat Sira tipikal wanita yang perfeksionis.
"Tapi, Sira, bukannya kamu agak seperti mencuri start duluan, ya? Aku cuma khawatir jika penghuni sasana lain tidak menerimamu secara utuh sebagai pengganti Bapak, you know—"
Sira menoleh ke arah Bams sembari mengangguk.
"—I know that facts. So I have to predicted it. Let's roll the dice, isn't?"
Sira menghela napas pendek, sepertinya gadis itu sudah mulai kelelahan karena terlalu lama berjalan. "But I believe that he won't take a risk just to make me in the situation I can't handle. He's believe in me, so do I." jawaban Sira diikuti oleh anggukan kepala dari kedua ajudan Sira yang baru itu.
Karena riset kecil-kecilan Sira itu sudah mulai menampakkan hasil, ia memutuskan untuk pulang mengingat ia harus kembali menyusun rencana kerja yang akan dibuatnya.
.
.
.
Sorry for late update! Hope you enjoy this chap!
Love!
KZA ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
I Found You
Teen FictionAisha, gadis miskin yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung memiliki berjuta mimpi. Awalnya ia tidak pernah bermimpi, toh... apa gunanya bermimpi baginya? Tapi karena pengalaman hidup yang pahit dan ia terus dituntut untuk hidup. Ia memutuskan harus...