Bab 11 - Pertemuan Para Ayah

2 1 0
                                    

SIPIR penjara membawa tahanan bernomor 19032 ke ruang pertemuan. Tahanan bernomor seri itu kedatangan tamu istimewa.

Ia duduk sambil menunduk. Kemudian ketika menyadari bahwa tamunya ialah orang yang sempat ia kenal, tatapan matanya berubah.

"Bos?" tanyanya tak percaya. Bapak Tua itu menyandarkan bahunya ke kursi sambil menyesap pipa rokok batu giok kesayangannya.

Bapak membenarkan posisi duduknya perlahan sementara tahanan bernomor seri 19032 menelisiknya sejenak.. Tahanan itu heran mengapa mantan bosnya tahu jika ia mendekam di penjara.

"Kenapa Bapak tahu saya di penjara?" tanya tahanan itu lagi. Matanya bergetar, seolah menunggu jawaban.

Bapak Tua itu menunggu sebentar sembari mengepulkan asap dari pipa rokok batu gioknya. Kemudian, ia menatap tahanan itu sekilas.

"Saya denger kabar dari karyawan." ucapnya singkat. Tahanan itu menelan ludah lalu menunduk. Ia masih tak mengerti mengapa mantan bosnya itu menjenguknya padahal ia hanya pekerja serabut musiman.

Sebenarnya, ia merasa malu. Mengapa mantan bos yang pernah memperkerjakannya menemui dirinya? Apakah ia membuat masalah?

"B-bos kenapa nemuin saya? Apa saya buat masalah? S-saya enggak ngelakuin apa-apa, 'kan?" Pertanyaan yang ia lontarkan merupakan pertanyaan untuk meyakinkan dirinya sendiri kalau ia tidak terlibat masalah apapun.

Bapak Tua itu menggeleng.

"Enggak. Saya mau nemuin kamu aja." ucap Bapak Tua itu singkat. Mendengar pernyataan itu, tahanan bernomor 19032 menghela napas lega.

"Gimana kabar kamu?" tanya Bapak Tua. Mendengar pertanyaan itu, tahanan yang tengah ia ajak bicara terdiam sebentar. Napasnya tercekat.

Ia tak baik-baik saja.

"Seperti yang bisa bos lihat sekarang." ujarnya singkat.

****

ENAM TAHUN YANG LALU

Saat itu langit yang semula terik berubah menjadi pekat kehitaman. Awan-awan kelabu berkumpul lalu membuat langit menangis saat itu. Sayup suara azan bercampur dengan suara rintikan hujan yang menggenangi jalanan ibukota. Ada seorang Bapak Tua yang tengah bersiap untuk menjemput seorang anak kecil nan nestapa.

Situasi saat itu sudah direncanakan. Memang persis seperti di dalam drama, akan tetapi... jika tak ada yang menolong anak kecil itu, dapat dipastikan berita di koran-koran akan menuliskan artikel tentang penemuan mayat anak kecil yang babak belur di bawah flyover kota Jakarta.

Selain bisa mengganggu operasional bisnisnya, berita itu pasti akan merepotkan anggota kepolisian dan menggemparkan seantero raya.

"Bapak yakin?" tanya Fred berusaha meyakinkan tuannya satu itu.

Seperti biasa, bapak tua yang tak banyak cakap itu berlalu sembari meninggalkan Fred di posko jaga. Seharusnya Fred tahu jika Bapak tidak mungkin bergurau.

Fred berlari menyusul langkah kaki Bapak. Orangtua satu itu kemudian berujar, "Kamu pernah liat Bapak bercanda?" Bapak Tua itu bertanya kembali. Ajudannya satu itu menggeleng.

Karena tidak ingin mempertanyakan langkah apapun yang akan Bapak ambil, Frederick pun dengan sigap memayungi Bapak untuk menghalaunya dari rintik hujan Jakarta petang ini.

Tidak lama kemudian, mereka sampai di lokasi yang dituju. Mata Bapak yang mulai berkerut itu menelisik tubuh anak kecil bertubuh ringkih itu dengan teliti. Jumlah luka lebamnya tak main-main.

Dengan pencahayaan yang minim, rumah kardus bersusun itu mulai reyot dibasahi rintik hujan malam ini. Cahaya remang-remang menemani anak kecil yang terlihat lemah menatap kedatangan Bapak.

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang