Bab 18 - Pergulatan Dengan Robert

2 0 0
                                    

"HAI anak sialan." umpat gadis itu setibanya di perpustakaan ketika ia menemui anak laki-laki tersebut. Siapa lagi kalau bukan Robert?

Robert yang mendengarkan umpatan Sira hanya bisa mendengus kesal dan kembali bertanya tentang pertanyaan yang memang ingin ia ajukan pada anak perempuan yang kini berada di hadapannya.

"Kau serius memacari anak laki-laki itu?" tanyanya berupaya memastikan. Kali ini Sira sudah cukup jengkel dengan pertanyaan dungu Robert si bocah tukang ikut-campur.

Sira membuang napas kasar seraya berujar, "Secara teknis, bukan aku yang memacarinya. Dia yang menembakku—jadi apa yang kau maksud siapa menembak siapa?" tanya Sira kembali sambil memicingkan mata ke arah Robert. Dia sudah gusar menghadapi Robert.

Robert terdiam. Ia masih berupaya mencari celah kecerobohan dari keputusan anak perempuan kesayangan Bapak itu.

"Tapi dia anak sipil—"

"—kau pikir aku idiot?" Sira berupaya mengonfrontasi Robert.

Gadis yang sedang duduk di meja kemudian mengetuk-ngetuk meja dengan pulpen yang sedang ia genggam. Ia bisa saja menusuk dada Robert dengan sekali tusukan.

"Sudah berapa kali Bapak mengatakan ini kepadamu? Kau tidak perlu menanyakan motifku. Bukan kau yang akan menghukumku, tapi Bapak. Aku diawasi dengan pengawasan langsung dibawah Bapak. Jadi siapa kau berusaha mengintervensi keputusan pribadiku?" jelas Sira. Robert yang mendengar itu menjadi gelagapan.

Sira menghela napasnya kasar. "Bukankah kau juga merasa kesulitan? Apa hanya aku saja yang tidak diperbolehkan menghirup udara bebas hanya karena makhluk seperti kau melarangku untuk menghirup udara segar seperti dia?" timpal Sira lagi. Robert terdiam tatkala mendengar perumpamaan yang dilontarkan oleh Sira.

Sira lantas memajukan wajahnya sambil menyelidik ke arah Robert.

"Aih, keparat. Jadi itu alasannya?" ucap Sira lebih kepada berbicara pada dirinya sendiri.

"Kau menyukaiku, ya? Bajingan?" tanya Sira lugas. Robert yang mendengar itu raut wajahnya langsung berubah. Ternyata benar, persis seperti apa yang Sira prediksikan.

Karena sudah mengetahui motif Robert, ia pun segera meninggalkan anak laki-laki yang diam mematung itu. Dia sudah kidung sebal sekali dengan Roberto—si sialan itu.

"Menjijikkan." gumamnya sambil mengumpat. Pantas saja anak laki-laki itu bersikeras sekali untuk tidak memperbolehkannya berkencan dengan Kieva, ternyata ia menyukainya.

Apakah ia sadar berhadapan dengan siapa?

Karena tak ingin membuang waktunya percuma, ia pun segera menuju ke kelasnya karena waktu istirahat akan habis tak lama lagi.

****

"Waktu istirahat tadi kamu kemana?" tanya Kieva. Mereka kini tengah menghabiskan waktu di kelas Sira sebelum mereka akan pergi keluar.

Sira terdiam sembari memasukkan beberapa peralatan tulisnya ke dalam tas. "Nemuin cowo yang confess ke aku." ucapnya santai. Kieva yang mendengarnya lantas naik pitam. Sira yang menyadari raut wajah Kieva yang berubah kemudian menceritakan kejadian tadi.

"Dia kayanya enggak terima denger kabar kalo kita pacaran. Maybe he try to make a great impression to attract me? So, cause he can't, he couldn't do." jelas Sira. Ia berusaha untuk meredakan amarah Kieva yang terbaca sekali di wajahnya.

Anak laki-laki itupun mencembungkan bibirnya. Setelah Sira selesai merapikan barang-barangnya, kemudian ia menggenggam tangan Kieva sembari menyeretnya untuk keluar kelas.

"Kamu tolak 'kan abis itu?" tanya Kieva memastikan. Sira mengangguk.

"Iyalah. Sebelum dia ngomong lagi, aku langsung cabut, tau. Males banget dengernya. Jelas-jelas aku punya pacar yang lebih oke daripada yang confess." jawab Sira. Jawaban itu membuat Kieva mesem-mesem sendiri.

Sira yang memperhatikan wajah Sira dari ujung matanya hanya bisa tersenyum kecil. Lucu sekali anak laki-laki itu.

Sekeluarnya mereka dari sekolah, Kieva mengambil motornya di parkiran dekat sekolahnya. Ia berencana untuk mengajak Sira ke taman yang belum pernah ia kunjungi. Taman itu juga masih dekat dengan sekolah mereka.

Sira menerima helm yang disodorkan Kieva kemudian memasangkannya di kepalanya. Kieva yang berusaha memastikan Sira memasang belt helm dengan benar pun tersenyum tatkala mata mereka bertemu.

Klik.

"Udah?" tanya Kieva memastikan. Sira mengangguk.

Mereka pun berangkat setelah Kieva menstarter motornya. Tak perlu waktu lama, mereka pun tiba di taman yang Kieva maksud.

Sira yang melepas helm itu kemudian menghela napas lega. Ia tak mengira ada taman sebagus ini di dekat sekolah mereka.

"Aku baru tau loh ada taman kaya gini di deket sekolah kita." ucap Sira setelah ia berhasil melepas helmnya. Kieva yang sudah selesai memarkir motornya pun menghampiri Sira yang berada tak jauh di depannya. Sira kemudian memberikan helm yang dipakainya untuk diletakkan di bagian depan motor Kieva.

Mereka kemudian berjalan-jalan di taman itu sambil terus berpegangan tangan. Ketika Sira merasa bahwa ia cukup lelah, mereka memutuskan untuk duduk di kursi yang berada tak jauh di samping mereka.

"Lumayan capek loh ternyata." ujar Sira ketika mereka mendaratkan bokong ke kursi taman. Kieva yang mendengar keluhan Kieva kemudian menyodorkan air minum yang ia bawa.

"Makasih." jawab Sira. Kieva tersenyum tipis.

Setelah terdiam agak lama karena sibuk dengan pikiran masing-masing, Sira kembali bertanya.

"Kamu tau taman ini dari mana?" tanya Sira sambil menoleh ke arah Kieva yang berada di sampingnya. Anak laki-laki itu menjawab agak lama karena ia sibuk memperhatikan mobil-mobil yang berlalu-lalang di depan mereka.

"Va?" panggil Sira. Kieva yang dipanggil pun berdeham kemudian menoleh.

"Aku cari di internet. Tadinya iseng nyari taman deket sekolah, ternyata ada taman ini. Yaudah aku ajak kamu aja kesini karena tau kamu suka taman." jelas Kieva kemudian. Sira pun ber-oh ria sambil mengangguk takzim.

Sira sempat ingin memberitahukan informasi penting ini sejak beberapa hari lalu semenjak mereka mulai berpacaran. Namun, Kieva hanyalah penduduk sipil yang tidak tahu dan jika tahu pun justru akan membahayakan nyawanya.

Akan tetapi Sira merasa tidak perlu merahasiakan apapun dari anak laki-laki itu. Toh, Kieva tidak berbahaya, bukan? Kieva pun tidak peduli soal darimana gadisnya berasal.

"Va," panggil Sira ketika pikiran Kieva benar-benar teralihkan oleh mobil-mobil yang berada di depan jalanan taman.

"Hmm?" deham anak laki-laki itu lagi. Sira merengut, dia ragu sekaligus takut.

"Keluarga angkatku itu keluarga mafia. How do you think?" ucapnya. Kieva yang tengah tidak fokus kemudian menoleh ke arah Sira sambil melongo.

"What?" ujar Kieva terheran luarbiasa.

Sira yang memperhatikan Kieva yang terkejut itupun hanya bisa mengangkat kedua alisnya sambil mengerjapkan kelopak matanya.

.

.

.

Finally I updated again after a long time! Sorry karena udah lama banget ngilang karena aku disibukkan oleh kerjaan baruku. Semoga bisa terus enjoy sama ceritanya yaa.

Regards,

KZ


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang