Bab 4 - Who Are You? (Part 2)

3 2 0
                                    

Setelah beberapa menit menangis, akhirnya tangisan mereka berdua mereda. Kini mereka pun tengah duduk di bagian belakang gedung yang ada di rooftop tersebut. Kieva malah lupa untuk membagikan selebaran rencana kuliah ke kelasnya. Alhasil, ia memutuskan untuk izin kelas terlebih dahulu pada Refal dan memberikan selebaran tersebut pada teman satu kelasnya itu.

Sejak tangisan mereka berdua reda, Kieva memiliki banyak sekali pertanyaan yang ingin ia ajukan pada Aisha—tidak, Sira. Kieva berpikir kalau gadis ini bukan tanpa tujuan mengubah namanya, apalagi sampai dikira meninggal. Pasti dia punya tujuan lain.

"Gue udah boleh nanya, nih?" tanya Kieva. Ia ingin memastikan terlebih dahulu kalau gadis itu sudah meredakan tangisannya. Bisa-bisa ia menangis lagi sehingga pembicaraan ini selesai begitu saja. Kieva tidak ingin pembicaraan ini usai, ia juga merindukan sosok teman masa kecilnya yang polos nan pemalu itu.

Sira mengangguk walau suara segukan masih terdengar dari bibirnya. Kieva pun langsung bertanya walaupun ia sendiri bingung mau bertanya dari mana.

"Gimana ceritanya lo bisa selamat?" Kieva memulai pertanyaan. Sira termenung sebentar.

"Ceritanya panjang." jawab Sira singkat. Kieva yang bersandar pada tembok sembari menekuk lututnya kini membenarkan posisi duduknya. Memangnya, seberapa panjang ceritanya?

Kini Kieva siap mendengarkan.

Sira menghembuskan napas perlahan. Ia berusaha setenang mungkin agar Kieva mengerti alur cerita yang akan ia jelaskan. Karena, cerita hidupnya benar-benar seperti cerita dalam drama.

"—Lo meninggal karena dipukulin bokap, 'kan?" tanya Kieva hati-hati sementara gadis itu hanya tersenyum tipis.

"Hampir, Kev. Cuma hampir." pungkas Sira. Hampir? Perempuan itu bisa mengatakan bahwa ia nyaris meninggal dengan sangat tenang? Hampir katanya????? Pikir Kieva tak percaya. Dia mengalami luka sedalam apa sehingga ia bisa menceritakan kejadian yang begitu traumatis itu dengan kalemnya?

"Waktu itu,"

"Ya."

Sira tersenyum. Raut wajah Keva serius sekali. Ia malah ingin tertawa.

Gadis itu mencoba untuk serius kembali. "Setelah enggak sadarin diri karena luka pukulan, ternyata gue masih sadar. Kejadiannya menjelang maghrib. Habis itu karena gue laper... gue nyuri salah satu roti di toko orang dan berakhir gue digebukin lagi, hehe..."

Sira menarik napasnya berat.

"Kayanya... gue hidup emang cuma buat dipukulin, ya? Emang pantes ya anak seumur gue dipukulin hanya karena bertahan hidup, emang—"

Kieva menggenggam erat tangan Sira, berusaha menguatkan dirinya.

"—enggak pantes. Enggak pantes anak umur segitu dipukulin. Sir, gue minta maaf enggak ada di sisi lu pada saat itu—"

Sira menggeleng. "—lo enggak perlu minta maaf. Va, anak umur sekita mana tau si hal kaya gitu? Anak umur sepantaran kita masih sibuk dengan pikiran masing-masing. Jadi lo enggak perlu minta maaf." jelas Sira kemudian. Sementara anak laki-laki itu ingin menangis lagi.

"Lo tau, enggak? Saat kematian lo gue sedihnya kaya apa? Anjing. Maksud gue, entah itu jasad lo atau bukan—tapi luka yang gue liat di tubuh lo, so fucking hell—it's so hard, isn't? How? Gimana lo bisa bertahan? Selepas lo meninggal, lo tau engga? Gue nangis ngeraung sama bokap kenapa lo bisa mati, kenapa enggak ada yang bisa nyelamatin lo pada saat itu? Gue mikirin seberapa sakitnya lo pada saat itu, kenapa lo—" penjelasan anak laki-laki itu terpotong karena ia menangis tergugu. Tubuhnya sampai berguncang. Sira ingin memeluk laki-laki itu namun rasanya seperti ada yang tertahan.

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang