Bab 8 - Kabar Ibu & Adik-adik

3 0 0
                                    

DI tengah obrolan, Kieva mengatakan sesuatu yang membuat gadis itu berpikir, "Kamu enggak kepikiran buat mantau ibu?" tanya anak laki-laki itu sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

Sira terdiam lalu kembali menyendokkan nasi ke mulutnya.

"Oh ya nanti kamu langsung pulang aja, ya? Aku ada kegiatan nanti setelah pulang sekolah." sambung Sira.

"Kegiatan apa?" tanya Keva.

"Bela diri."

"Di sekolah?" tanya Kieva. Sira menggeleng. "Bukan, di luar sekolah. Aku ikut perguruan di luar sekolah." jawab Sira. "Kenapa enggak ikut bela diri yang ada di sekolah?" tanya Kieva lagi.

Sira menimbang sebentar, "Udah biasa ikut yang di luar." Gadis itu kembali menjawab pertanyaan Kieva yang terkesan seperti agak menyelidik. Anak laki-laki itupun mengangguk.

"Bukannya kamu ada ekskul?" Sira gantian bertanya. Karena makan siang Kieva sudah tandas, ia mengambil botol minumannya dan meneguknya perlahan. Ia pun menjawab, "Ada, gampang lah itu mah. Enggak ada yang lebih penting dari seseorang yang ada di depan aku." jawab Kieva sekenanya. Sira yang mendengar ucapan itu sontak membuat telinganya panas.

Laki-laki ini bisa saja.

Kemudian, bel mata pelajaran selanjutnya berbunyi. Kieva pun mengantarkan Sira ke kelas lalu pamit ke kelasnya. Mata pelajaran berlangsung selama dua jam dan Sira langsung berkemas untuk pergi ke sasana.

****

Kegiatan berlangsung selama dua jam dan gadis itu tengah bersiap untuk kembali ke rumah. Begitu sampai di mobil, gadis itu meminta pak Kos agar ke markas 001 terlebih dahulu.

"Mau jenguk ibu ya, neng?" tanya pak Kos ramah. Sira mengangguk.

Setelah menghabiskan setengah jam di perjalanan, Sira memantau rumah ibunya itu. Di sana terlihat ibunya tengah menyuapi kedua adiknya yang berumur sepuluh dan lima tahun.

Pasti keduanya tidak bersekolah.

Dari kejauhan, dapat terlihat kalau tubuh ibunya telah menua. Terdapat garis kerutan yang cukup kentara dan lingkar hitam di bawah kelopak matanya. Dengan tubuh yang serenta itu saja, dia masih mampu memberikan kehidupan bagi adik-adiknya.

Apa semua ibu begitu? Tak peduli seburuk apapun penampilannya, seorang ibu masih sanggup memberikan sebuah kehidupan bagi anak-anaknya?

"Pak Kos," panggil Sira.

"Iya, neng?" jawab pak Kos.

"Kira-kira ibu kangen enggak ya sama aku?" tanyanya kemudian. Pak Kos yang mendengar pertanyaan nonanya itupun menjawab.

"Pastinya seorang ibu kangen, neng. Cuma 'kan neng udah enggak bisa lagi ke ibu." jawab pak Kos kemudian. Pak Kos benar.

"Kabar ayah gimana?" tanya Sira lagi.

"Gitu aja neng di penjara. Katanya ayahnya si neng tambah kurus." jawab pak Kos kemudian.

"Hukuman ayah berapa lama lagi selesai?" tanya Sira kembali.

"Empat tahun lagi, neng."

"Ibu udah mau cerai dari ayah?" tanya Sira. Kali ini dia benar-benar penasaran dengan jawaban ibunya.

Ada jeda dari perkataan pak Kos. Sepertinya ini merupakan situasi yang lumayan berat.

"Ibu masih mikir dulu. Katanya kasian anak-anak kalo enggak ada ayahnya, gitu neng." jelas pak Kos. Ia sudah sangat geram dengan ibunya itu. Bagaimana ibunya bisa berpikir kalau ayah bajingan itu masih berpengaruh dalam kehidupan anak-anaknya? Sudah tidak memberi nafkah, menjadi beban pula.

Sira menahan tangisnya. Mengapa sih ibunya masih berpikir kalau ayah sepenting itu bagi anak-anaknya? Ibu... lihatlah. Ibu saja bisa bertahan sendirian tanpa ayah.

Bukankah ibu bisa lebih bahagia tanpa ayah? Bukankah tanpa ayah ibu masih bisa mencari nafkah? Bukankah tanpa ayah ibu tak perlu merasakan penderitaan karena terus-menerus dipukuli lagi? Bukankah...?

Setelah lama menahan tangis, akhirnya tangisan Sira meluruh juga. Ia meraung-raung sambil menunduk. Pak Kos agak terkejut di awal, namun akhirnya pak Kos terdiam sambil membiarkan Sira menangis.

"Pak.. bapak." Panggil Sira kemudian.

"Iya neng?" sahut pak Kos.

"Nanti kalo pak Kos ngirim orang lagi, usahain sambil bujuk terus ibu, ya? Bilang aja nanti kalo perlu bantuan buat nafkah adik-adik ada dermawan yang mau kasih." ujar Sira sesegukan dengan mata sembabnya yang masih basah. Pak Kos mengangguk.

"Ya udah, pak. Kita pulang ke rumah aja." sambung Sira akhirnya. Pak Kos menuruti perkataan Sira dan mereka memutuskan beranjak setelah Sira memantau keadaan ibunya yang jauh dari kata baik-baik saja.

****

Sira kembali menjenguk ibunya keesokan harinya. Kali ini Sira tengah melihat adik-adiknya tengah memakan makanan yang diberinya melalui orang suruhan pak Kos.

"Ibu gimana pas kemarin di kasih bantuan, Pak?" tanya Sira sambil terus memantau ibunya dari dalam mobil.

"Keliatan seneng banget, neng. Terus nanya dari mana bantuannya. Orang suruhan saya bilang kalo dari orang sekitar yang lagi mau berbagi, gitu, neng." jawab pak Kos runut. Setidaknya ibu dan adik-adiknya bisa makan dengan layak hari ini.

Sira ingin menanyakan perihal jawaban ibunya tentang perceraian. Namun, ia lupa kalau soal itu ditanyakan oleh orang suruhan pak Kos yang lain.

Ia sudah tidak sabar menunggu jawaban itu keluar dari mulut ibunya. Gadis itu hanya ingin membebaskan ibunya dari belenggu ayahnya yang seperti parasit. Orang sebaik ibu tidak boleh menderita.

"Kalau adik-adik, udah mau sekolah belum, Pak?" tanya Sira ketika terdiam agak lama.

"Kalo itu ditanya sama orang yang satunya lagi ya, neng. Bapak belum dapet konfirmasi dari orang satunya." jelas pak Kos. Sira pun mengangguk.

Gadis itupun memutuskan untuk beranjak dari sana. Ia masih harus ke sasana untuk melakukan rutinitasnya.

****

Sepulang dari sasana, ada pesan dari anak laki-laki itu, siapa lagi kalau bukan Kieva?

Anak laki-laki itu bertanya dimana Sira karena langsung pulang dari sekolah.

Sira terdiam agak lama, kemudian membalas pesannya.

"Kok jadi agak posesif ya..." batin Sira.

Pesan terakhir pun hanya dibaca oleh Sira. Karena tak ingin pusing memikirkan perilaku Kieva yang semakin aneh menurutnya, ia memutuskan untuk segera kembali ke rumah.

.

.

.

Sorry for late update,
enjoy!

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang