SINAR terik matahari sudah membumbung tinggi di cakrawala. Hari ini genap hari keempat dimana anak laki-laki itu bersekolah di SMA Raffles International Boulevard. Tempat dimana ia memadu ilmu itu sungguh berada di level yang berbeda. Kurikulumnya saja sudah sangat bagus.
Di banding sekolah lainnya dimana ia pernah memadu ilmu—walaupun seringkali pindah sekolah karena DO—ia berpikir sepertinya ia bisa bertahan sampai akhir di sekolah ini, meskipun sepertinya pelajarannya banyak yang susah.
Ia tak mau mengecewakan ayahnya lagi karena sering keluar-masuk sekolah, baik itu sekolah negeri atau swasta sekalipun—termasuk internasional, hanya karena ia merasa tidak cocok dengan kurikulum pengajarannya. Siswa pintar memang seringkali berbeda dengan kebanyakan siswa lainnya.
Sekarang memasuki pukul 08.00, dimana mata pelajaran sudah berlangsung sekitar setengah jam. Kieva memperhatikan dengan seksama mapel matematika pada hari ini.
Mata pelajaran itu akhirnya selesai setelah satu jam setelahnya. Wali kelas Kieva meminta anak itu untuk ke ruangan guru untuk mengambil berkas rencana kuliah pada siswa satu SMA itu. Karena Kieva dipilih sebagai ketua kelas, mau tak mau ia menuruti perkataan wali kelasnya. Kini ia tengah dalam perjalanan menuju kantor guru bersama dengan Refal, teman masa kecilnya sekaligus menjabat sebagai teman sekelasnya saat ini.
Ia melihat seorang anak tengah berjalan menuju kamar mandi wanita. Kieva sepertinya mengenali anak itu.
"Sira?" gumamnya. Refal yang menyadari gumaman temannya satu itupun menoleh ke sumber suara.
"Kenapa?" tanya Refal penasaran.
"Itu tadi ada yang lewat, Sira 'kan namanya?" tanya Keva, memastikan kalau wanita yang lewat tadi memang benar Sira.
Tapi... kok dia mirip teman masa kecilnya, ya?
"Oalaa. Iya si most wanted. Dia ke kamar mandi sendiri, ya? Ga wajar. Biasanya 'kan cewe ke kamar mandi rame-rame, udah kaya mau tawuran." tukas Refal.
"Mau ke ruang guru ngapain?" tanya Refal pada Kieva. Mereka yang sebentar lagi sampai ke ruang guru kini sedang mengobrol.
"Ambil berkas tentang rencana kuliah. Anjay ga sih ni sekolahan? Baru juga kelas satu udah direncanain aja mau kemananya kita." jelas Kieva kemudian. Refal mengangguk tanda setuju jikalau sekolah ini sungguh well-prepared mengenai kehidupan pasca sekolah muridnya.
Tak perlu waktu lama untuk mengambil berkas tersebut, di tengah jalan Refal meminta ijin dulu untuk ke kamar mandi.
"Bro gue duluan ke kamar mandi, udah ga tahan gue nih." pamit Refal. Keva pun terkikik saat melihat temannya satu itu terbirit ke kamar mandi. Di tengah perjalanan untuk kembali ke kelas, ia pun bertabrakan dengan salah satu siswi.
"E-eh maaf!" ujar Keva meminta maaf. Perempuan yang sudah terjatuh ke lantai itu kemudian mengusap bokongnya, sakit.
Begitu menyadari siapa yang ditabraknya, Keva agak menelisik wajah si siswi yang jatuh. Sungguh... sungguh ia mengenali anak perempuan itu!
Ia pun terjungkal dan mendorong tubuhnya agak jauh ketika tahu siapa wanita di hadapannya kini.
"Si-sira? Lo bener Sira, 'kan?" tanyanya lagi memastikan. Si wanita yang sudah terjatuh itupun menutupi wajahnya dengan rambut dan kabur seketika.
Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mengapa ia harus jatuh di saat sedang terkejut, sih?
Baru saja ia terkejut dengan suara aneh di kamar mandi, sekarang ia mesti terkejut lagi karena ada satu siswa yang sangat dihindarinya ternyata mengenalnya!
Sial.
Akhirnya, scene yang kita tunggu-tunggu pun terjadi. Terjadi lah adegan kejar-kejaran antara Kieva dan Sira. Kieva ingin memastikan kalau Sira adalah teman masa kecilnya yang ia kira sudah meninggal sekitar enam tahun yang lalu.
Sira terkepung di rooftop sekolahannya. Sekarang ia tengah mendengus kesal.
Dengan napas yang ngos-ngosan, Kieva menunduk. Ia berusaha mengatur napasnya. Ia pun menggerakkan tangannya dan seolah memberi tanda kalau Sira harus berhenti berlari.
"Tunggu... ah anjir larinya cepet banget. Lo beneran Sira, 'kan? Bukan Aisha yang selama ini gue tau?" tanya Kieva memastikan. Ia sudah kepalang penasaran.
Sira yang sama ngos-ngosannya dengan Keva pun terdiam. Kalau ternyata ia benar teman masa kecilnya itu, mengapa ia lupa namanya?!!!
"Kalo lo lari sampe kaya gini, berarti lo bener Aisha. Lo Aisha apa Sira, sih? Aisha yang gue kenal ga mungkin bangkit dari kubur, 'kan?" ucap Keva sekali lagi berusaha memastikan. Sira masih terdiam. Ia akhirnya membetulkan rambut sebahunya yang tadinya berusaha ia tutupi untuk menyembunyikan wajahnya.
Kini, wajah Sira terlihat penuh. Sira berdiri dengan tegap dan Kieva terperangah.
Benar, ternyata benar Sira adalah Aisha yang ia kenal. Laki-laki itu hampir menangis.
"Kenapa bisa lo ngenalin gue?" tanya Sira penasaran.
Kieva kemudian mendekat dan menatap lekat wajah Sira. Ia sangat mengenali wajah itu meski bagian hidungnya agak berubah. Mungkin karena prosedur operasi, pikir Kieva.
"Lo lupa kita sering main bareng di kios gue waktu dulu?" tanya Kieva berusaha membuat ingatan Sira menyeruak. Sira terhenyak. Ternyata anak orang kaya yang super humble dan petakilan itu adalah dia?
"Ki...kieva?" gumam Sira memastikan. Sira berusaha menahan tangis. Namun di sela ia menahan tangis, ia malah menatap Kieva dengan penuh pengharapan.
"Lo beneran Aisha, 'kan?" tanya Keva sekali lagi. Ia berusaha memastikan. Suaranya bergetar ketika ia menanyakan hal itu pada Sira.
Bukannya menjawab, Sira malah menangis. Anak laki-laki yang barusan saja hampir menangis mengurungkan niatnya. Dia yang mau nangis kok malah gadis itu yang nangis duluan, sih?
Akhirnya, mereka pun menangis bersama.
.
.
.
Aku update cepet, aaaakh!
Gimana chapter ini? Semoga suka yaa. Vote, comment dan share cerita ini jangan lupaa kalo kamu sukaaa!Love!
❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
I Found You
TienerfictieAisha, gadis miskin yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung memiliki berjuta mimpi. Awalnya ia tidak pernah bermimpi, toh... apa gunanya bermimpi baginya? Tapi karena pengalaman hidup yang pahit dan ia terus dituntut untuk hidup. Ia memutuskan harus...