Chapter 12: The World Without Law (I)

26 4 0
                                    

Satu menit pertama.

Dunia masih aman dan tentram dipenuhi oleh teknologi terkini umat manusia, tetapi binasa hanya dalam hitungan detik. Jalan-jalan di sepanjang kota dipenuhi bangkai berbau busuk, potongan tubuh, isi perut yang bertebaran, makhluk ekstraterestrial, dan genangan merah di mana-mana.

Dalam kurun waktu sekitar 15 jam semuanya sudah berubah drastis. Tidak ada lagi manusia yang berani berlalu-lalang sembarangan di luar tempat persembunyian mereka. Monster-monster keji–tanpa ampun berkeliaran, mengintai dari balik bayang-bayang kegelapan.

Di dunia yang sudah berada diambang keruntuhan ini, hanya mereka yang kuat yang dapat bertahan hidup. Tidak ada lagi hukum yang melindungi orang-orang dari tindak kejahatan. Di dunia ini, topeng yang terpajang di wajah manusia perlahan-lahan terlepas.

Naira mengambil sepotong roti yang dibagikan kepadanya dan semua orang. Saat matanya bertemu dengan Altair, gadis kecil itu langsung berlari menghampirinya.

"Om!"

Naira tampak senang dengan segenggam roti dan segera memberikannya pada Altair.

"Makan saja, aku belum lapar."

Naira menggeleng pelan, mendekatkan roti ke mulut Altair, memaksa Altair untuk menerima pemberiannya.

Altair menghela napasnya sejenak, lalu melahap sedikit bagian roti yang disodorkan ke tepi bibirnya, menyisakan sisanya untuk Naira. Naira tersenyum saat pemberiannya diterima.

Selang beberapa saat kemudian, semua perhatian teralihkan oleh deru beberapa kendaraan dari arah gerbang sekolah. Tiba-tiba terdengar jeritan seorang pria yang mengejutkan semua orang.

"AAKKH!?"

"Apa itu?"

"Mo–monster!?"

"Apa yang terjadi di luar sana?"

"Nai, jangan ke mana-mana." Altair langsung bergegas, membawa pedangnya dan berlari menuju pintu gerbang bersama beberapa pria.

"Semuanya kumohon tenang dan jangan panik, kendalikan diri kalian. Kita akan aman di sini bersama-sama."

Gisella berusaha menenangkan para wanita dan anak-anak yang merasa ketakutan.

Sesampainya di depan gerbang sekolah mereka dikejutkan oleh kedatangan sekelompok pria dewasa yang berjumlah sekitar tiga puluhan orang.

Tampak kelima orang yang bertugas menjaga gerbang termasuk seorang siswa SMA tergeletak di tanah dengan tubuh yang sudah berlumur darah.

"Sepertinya ada bala bantuan," ujar salah seorang diantara mereka.

"A-apa!?"

Aditya tercengang dia sama sekali tidak menduga kalau sekelompok orang itu sudah menggunakan senjata tajam yang besar kemungkinan berasal dari toko seperti senjata yang digunakan oleh Altair.

"Hei di mana cewek-ceweknya?" tanya seorang pria berbadan gemuk kepada mereka.

"Apa tujuan kalian kemari!?"

Aditya tidak menggubris pertanyaannya.

"Bajingan, berani sekali kau berteriak ke kami, ya?"

"Sudah bosan hidup kau?"

Aditya mengencangkan kepalan tangannya, kalau berbuat kesalahan sedikit saja mereka bisa berada dalam masalah besar.

"Hentikan!?"

Pria berjaket kulit dengan dalaman kaos menodongkan sebuah pistol ke arah penyusup di depan gerbang.

"David?" Aditya terkejut saat salah satu rekannya ternyata memiliki senjata api selama ini.

Era Of RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang