Chapter 13: The World Without Law (II)

33 4 0
                                    

Aditya mengikuti suara seorang wanita yang meringis ke dalam kelas kosong.

'Babi gemuk ini.'

Sebelum wanita itu diperlakukan macam-macam oleh pria gemuk tersebut, Aditya menebas kepala pria itu menggunakan kapak.

"Ka—"

Belum sempat pria disebelahnya merespon, seorang siswa berlari dan menusuk perut pria itu. Belum puas siswa yang sudah tersulut emosi itu menusuk-nusuknya perutnya dengan membabi-buta.

"He-hei, hentikan dia sudah mati!"

Aditya merinding melihatnya dan berusaha menghentikan.

"Mati! Mati! Mati!"

Siswa itu sama sekali tidak menggubris perkataan Aditya sampai-sampai membuat wanita yang mereka selamatkan ikut merasa ketakutan.

"Hei Nak!"

Pada akhirnya anak itu berhenti saat tangan Aditya mencengkeram bahunya.

"Dia hanya satu orang, gunakanlah sisa tenagamu untuk mengalahkan lebih banyak brengsek itu!"

"Kau benar."

"Ayo."

Berkat kehadiran Altair, ia bisa mengacaukan ketidakseimbangan kekuatan antara kedua belah pihak yang terlibat dalam kekacauan. Kekacauan yang tampak sudah seperti perang berskala kecil.

Altair berhasil menghabisi hampir setengah kelompok penjarah dengan kekuatannya dan masih terus mengincar pria yang melarikan diri.

"Kalian bantu aku!" Pria itu berteriak minta tolong, dia beberapa kali menembak ke arah belakang namun selalu meleset.

Altair berhenti, menarik kaki kanannya ke belakang, menggenggam pedang dengan cara terbalik, kemudian melemparkannya ke depan.

Pedang itu melayang dan tertancap di paha kanan pria yang melarikan diri darinya.

"Akkhh!!?"

"Dia tidak punya senjata, serang!"

Sekitar tujuh orang bersenjata tajam menyerang ke arah Altair yang sudah kehilangan senjata.

Altair mengambil palu di dalam pinggang celananya, melemparkan palu itu ke depan dan memecahkan dahi pria di depannya.

"Ugh!!"

Altair melompat dan menginjak perut pria tersebut, mengambil pedang di tangannya dan melubangi matanya dengan ujung pedang.

Seorang pria hendak menebas Altair dari belakang, namun Altair memiliki refleks di atas rata-rata yang membuatnya bisa menangkis serangan dengan sangat mudah, meski tanpa melihat. Kemudian, ia berbalik cepat dan menebas perut pria itu sampai mengeluarkan semua isinya.

Tersisa lima orang lagi, mereka merasa ragu saat melihat kedua rekan mereka sudah tak bernyawa.

"Bajingan!?"

Altair hampir melupakan sesuatu, namun ia sudah terlambat. Refleksnya tidak mampu melawan kecepatan suara.

Moncong pistol berwarna putih meledak, sebuah timah panas melesat cepat mengarah tepat ke kepalanya.

Belum sempat bereaksi peluru itu berhenti hanya beberapa jengkal sebelum melubangi kepalanya, seolah-olah ada sebuah tembok tak kasat mata yang melindunginya.

Peluru itu seketika jatuh ke tanah membuat semua yang menyaksikannya keheranan.

Mata Altair sesaat terarah ke gelang di tangannya yang mulai retak.

"Ba-bagaimana mungkin?" gumam pria yang menembaknya.

Dia dengan tergesa-gesa merangkak di atas tanah, berusaha melarikan diri.

Era Of RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang