Chapter 3: Rebirth of The New World (II)

173 16 1
                                    

Di dalam kelas seorang siswa berkacamata sedang fokus menggambar di lembar belakang bukunya ketika guru sedang menjelaskan pelajaran.

Tepat di belakangnya terlihat seorang siswa yang sedang meremas-remas kertas kemudian melemparkannya ke kepala siswa berkacamata itu.

"Hei, wibu!"

Siswa di belakangnya menegur si kacamata.

"Apa yang sedang kau buat?"

Siswa berkacamata itu hanya diam sambil menundukkan kepala dan tetap melanjutkan gambarnya.

"Cih."

Siswa di belakangnya meludah ke kepala siswa berkacamata itu dan menampar kepalanya dengan cukup keras.

"Anjing beneran dipukul."

"Rehan bangsat!."

Suara tamparan itu terdengar oleh beberapa temannya di belakang, sehingga membuat mereka tertawa terkekeh-kekeh oleh kenakalan teman sekelasnya.

"Rehan! Apanya yang lucu!?"

Guru wanita yang sedang menerangkan materi di depan kelas menegur mereka.

Seorang siswi berdiri dan dengan lantang berkata;

"Bu mereka menjahili Ar—"

Siswi itu berhenti berbicara saat cahaya menyilaukan muncul dari langit. Kemudian, ledakan keras terjadi bersamaan dengan kaca jendela yang tiba-tiba pecah dan menyebabkan kepanikan.

"A-apa yang terjadi!?"

"Apa itu!?"

"Petir?"

"Apa itu bom nuklir?"

"Anak-anak tenang, jangan panik, kendalikan diri kalian."

Guru wanita itu berusaha menenangkan muridnya yang mulai panik.

"Po-ponselku mati!"

Arga menatap kacamatanya yang jatuh seolah tidak percaya.

'Ini sungguhan.'

Tangannya yang gemetar menyentuh sebuah senjata berbentuk pistol yang tiba-tiba muncul dari gambar yang dilukisnya sendiri. FN 57.

Arga mengambil pistol itu, lalu berdiri, dan langsung menodongkannya tepat ke kepala Rehan yang masih terkejut setelah kejadian barusan.

"A-Arga apa-apaan maksudnya ini? Jangan bermain-main!?"

Rehan berkeringat dingin ketika moncong pistol hanya berjarak beberapa inci dari dahinya.

"Arga di mana kau mendapatkan itu?"

Semuanya membeku dalam momen tak terduga itu.

Dengan sebagian rambut yang menutupi matanya, Arga tersenyum bahagia.

"Aku sangat membencimu."

Pekikan pistol terdengar memekakkan telinga. Di depan mata semua siswa yang sering merundung Arga, tubuh Rehan terkulai lesu dengan lubang di tengah-tengah dahinya.

Kepanikan bertambah parah, bahkan sang guru yang tak kuasa menyaksikan pemandangan itu berlari keluar kelas untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

Tidak berhenti sampai di situ, suara tembakan susulan terjadi berkali-kali.

. . . .

Sementara itu di perjalanan pulang, Altair lambat-laun mulai merasa pegal dengan beban yang dipikulnya.

"Nai."

"Hm?"

Altair menghentikan langkahnya.

"Apa kita sudah sampai Om?"

Era Of RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang