Chapter 21: Bridge of blood

26 3 0
                                    

Altair dan yang lainnya dibuat kesulitan untuk keluar dari kota, ternyata tidak hanya mengontrol area toko yang tersebar di penjuru kota, kelompok bandit bertopeng juga mengawasi setiap jalan keluar-masuk kota yang menghubungkan kota dengan wilayah luar.

Kota memiliki empat jalur utama yang mengikuti arah mata angin; timur, selatan, barat, dan utara. Tujuan pelarian Altair adalah jalur utara tempat di mana toko Karion berada. Karena tidak bisa menggunakan toko di dalam kota, maka Altair berniat menuju satu-satunya toko di luar yang diketahuinya, namun setelah mengamati semua jalur keluar-masuk kota, semua jalur ternyata sudah ditutup oleh kelompok bandit bertopeng. 

Altair mengintip dari balik jendela bangunan yang hampir runtuh, dia bisa melihat dengan jelas saat sepasang penyintas hendak melewati jembatan di jalur utara tiba-tiba para bandit bertopeng muncul untuk menghadang mereka.

Bandit-bandit itu bersembunyi di beberapa titik strategis di sekitar jembatan, menunggu kesempatan untuk mencegat setiap penyintas yang berusaha melarikan diri.

"Sekarang bagaimana?" merasa geram, Ayudia mempertanyakan keputusan Altair.

Altair sama sekali tidak memalingkan pandangannya dari jembatan saat menjawab, "Kita harus mengamati situasinya dulu."

"Situasi apa?" Ayudia menyela. "Mereka akan mati jika kita hanya diam melihat."

"Ini bukan saatnya mempedulikan orang la—"

Perkataannya terhenti saat suara seorang pria berteriak kesakitan terdengar.

Beberapa jari penyintas pria itu terpotong saat hendak melindungi wanitanya.

Perutnya kemudian diterjang dengan keras sampai bertekuk lutut.

"Bayu!?"

Ekspresi cemas wanita itu tergambar jelas bercampur dengan ketakutan saat pasangannya dibuat tak berdaya.

Dia berjalan mundur saat pria bertopeng merah yang memotong jari pasangannya berjalan mendekatinya dan tersentak saat menabrak tubuh seorang pria bertopeng lainnya di belakangnya.

Saat hanya berjarak beberapa meter darinya, pria bertopeng merah itu meraih dagu wanita itu dengan tangan kiri.

"Tia!?" Bayu berdiri diselimuti amarah, melayangkan pukulan ke arah pria bertopeng merah tersebut.

Belum sempat melayangkan pukulan, beberapa bandit mencegahnya. Memukulnya beberapa kali dan menahan tubuhnya di aspal panas.

"Cewekmu cantik juga, ya?" kata pria bertopeng merah berterus terang tanpa menyembunyikan niat buruknya.

"T–Tia...." Bayu bergumam tidak bisa berbuat apa-apa dengan detak jantung yang berdegup kecnang.

"Lepaskan!?" Tia menepis tangan pria bertopeng tersebut, tetapi cengkeraman tangannya terlalu kuat untuk dilepaskan. 

Tia kemudian hendak menampar wajahnya, namun dengan sangat mudah pria bertopeng merah itu menangkap lengannya yang sama sekali tidak bertenaga, fisiknya yang lemah dan selalu bergantung pada pasangannya selama ini membuatnya tidak berdaya.

Pria bertopeng merah itu memerhatikan sekujur tubuh Tia sambil mencengkeram pergelangan tangannya dengan keras.

Dia berkata, "Tubuhmu bagus juga kalau dilihat dari dekat."

"Ba...jingan!?" Bayu tersulut amarah yang lebih besar dan terus berusaha memberontak meski tubuhnya dibuat lecet tergores aspal.

"Le–lepaskan...." Tia yang sudah tidak kuat menahan cengkeraman di pergelangan tangannya sampai berlutut dan dari pojok matanya air menetes. "Sakit...."

Era Of RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang