Chapter 23: A voice from nowhere

44 3 5
                                    

Sebelum Altair meninggalkan toko bersama rekan-rekannya, Karion memanggil,

"Altair."

"Ya?"

Altair merasa agak heran, sebab pria tua itu memasang ekspresi wajah begitu serius saat berkata, "Kau memiliki anggota yang sangat unik, ya ...."

"Apa maksudmu?" Altair dibuat makin keheranan.

Karion menggeleng pelan sebelum menjawab, "Aku menunggu kedatangan kalian selanjutnya."

'Apa maksudnya dengan pernyataan retoris barusan?' batin Altair, lalu berbalik dan meninggalkan toko.

****

Dari puncak gedung Karion berdiri gagah dengan ekspresi intens memandangi Bumi yang sudah luluh-lantak. Monster terlihat berkeliaran di seluk beluk kota; daratan, air, dan udara.

Di sebelahnya berdiri Felne, ikut menyaksikan.

"Fel menurutmu berapa lama dunia ini akan bertahan?" Karion bertanya tanpa memalingkan pandangannya dari dunia yang sudah hancur.

"Enam bulan." Felne menjawab tanpa ada jeda.

"Menyedihkan... padahal aku mulai menyukai anak itu."

"Naif."

"Kenapa begitu?"

Felne menekuk kedua lututnya rapat di tepi gedung, sedikit gerakan saja akan membuatnya terjatuh dari lantai setinggi dua puluh meter.

"Terlalu baik. Dia hanya membunuh, orang yang layak dibunuh," jawab Felne, matanya melihat dunia dengan kosong. "Seandainya si adik mengalami pembusukan, apakah dia sanggup membunuhnya atau ikut membusuk bersamanya?"

Felne paham akan hal itu, kenangan buruk singgah di dalam pikirannya.

****

Setelah mendapatkan masing-masing Batu Pengetahuan, Altair dan teman-temannya mulai berlatih. Mereka merombak sebuah gedung kecil menjadi markas sementara yang lokasinya tidak terlalu jauh dari toko Karion. Mereka juga mengambil pasokan makanan dari setiap rumah karena tidak ada tanda-tanda penyintas lain di sekitar area tersebut.

"Ini hebat!?"

Reziel merasa terkesan ketika dirinya bisa melakukan gerakan-gerakan luar biasa saat memegang pisau. Bukan hanya kemampuan penembak jitu laras panjang, dia juga bisa menggunakan kemampuan bertarung menggunakan pisau. Kemampuan jarak dekatnya bahkan bisa mengimbangi Ayudia yang menyerap pengetahuan utama seni bela diri menggunakan belati.

"Ini item kelas E, kan?" Reziel bertanya pada Altair karena tidak memercayainya.

"Sepertinya itu jackpot."

Altair juga tidak menyangka kalau kemampuan penembak jitu yang diserap oleh Reziel ternyata juga memberikannya beberapa pengetahuan dalam ilmu bela diri. Pisau, tangan kosong, dan senjata api jenis lain.

Altair terlambat menyadarinya, ternyata dia juga memiliki ingatan bela diri tangan kosong. Membuatnya penasaran dengan asal dari kemampuan yang dimilikinya, Eden.

Meski awalnya Reziel mampu mengimbangi gerakan-gerakan Ayudia, tetapi beberapa saat setelah Ayudia mulai serius, Reziel kalah telak.

Satu, dua, tiga.

Sembilan kali duel, sepuluh kali jatuh ke tanah.

"Cih."  Reziel ingin sekali mengumpatnya.

"Bagaimana, si paling beruntung?" Ayudia tersenyum bangga dengan tangan di pinggangnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Era Of RebirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang