10

12.5K 864 12
                                    

◖⁠⚆⁠ᴥ⁠⚆⁠◗

Setelah beberapa saat menunggu, hasil pemeriksaannya keluar. Dokter bilang jika Cliantha hanya perlu istirahat yang cukup dan jangan terlalu kelelahan, sebab imunnya lemah. Cliantha tersenyum tipis ketika melihat Lester percaya percaya saja.

Kini, Lester tengah pergi untuk membayar dan menebus obat.

Gadis itu menyembunyikan hasil tes atas dasar privasi, sebenarnya dia tidak ingin Lester tahu bahwa penyakit itu telah berkembang menuju stadium tiga, sama seperti hasil tes bersama Arlo beberapa hari lalu. Lester yang sekarang mungkin bisa saja memaksa Cliantha untuk kemoterapi.

Dia meremas ujung hodie hitam tersebut."Gue cuma berharap, semua bisa tertutupi," gumamnya khawatir.

"Gue gak mau di sini lebih lama lagi."

Cliantha menunggu di dalam mobil agar tidak merasa kedinginan. Dia harus mulai terbiasa dengan tubuh rapuh yang ia diami sekarang. Dia bukan Cassia yang kuat lagi. Kedinginan sedikit saja, badannya langsung meriang, belum lagi bila pusing secara tiba tiba.

Lester tak berkata apapun setelah kembali. Dia hanya menyerahkan sekantung obat pada Cliantha lalu menjalankan mobil.

Gadis itu melirik kecil. "Kenapa? Nyesel bawa gue ke rumah sakit?"

Belum ada respon.

"Gue disuruh balikin buku lu sama Kak Malvin kemarin. Gue awalnya gak percaya lu sakit, tapi pas liat secara langsung, ternyata dia bener," ucap Cliantha menjelaskan.

"Gue nganterin makan karena Anella." Lester membuka suara. "Dan gue nganter lu ke rumah sakit buat bales budi. Sebenernya gue gak peduli. Jadi, gak usah kegeeran," lanjutnya dingin.

Cliantha tertegun saat itu juga. Dia cukup tahu. Lester tetaplah Lester. Bahunya memberat dengan hati yang mencelos hampa. Cassia jadi mengerti betapa menyedihkannya posisi Cliantha.

Dia menarik napas dalam-dalam, mengisi paru parunya, lalu mengalihkan pandangan ke jalanan yang tampak ramai.

"Gue tau seberapa besar rasa benci lu sama gue." Cliantha tersenyum miris, tangannya meremasi ujung hodie itu sesaat.

"Tapi lu gak berhak," lanjutnya datar.

Lester mengangkat alis sebelah, membuang muka. "Apa yang lu lakuin, udah buat gue hancur!" katanya menekan setiap kata.

Cliantha menggigit bibir bawah sekilas. "Lu nyalahin gue atas semua yang bahkan enggak gue lakuin. Are you kidding me?" 

Cassia sungguh tak habis pikir.

"Setelah kecelakaan, gue juga kritis! Gue korban!"  kata Cliantha setengah emosi.

Lester memukul setir mobil, lalu tersenyum miring. "Orang tua gue mati karena lu!"

Cliantha terkekeh sinis, semakin gemas. "Apa saat itu gue yang nyetir mobil?Apa saat itu gue ngerti apa yang terjadi?"  Gadis tersebut mengusak rambut coklatnya sebentar.

"Mungkin kesalahan gue waktu itu adalah  menaruh simpati sama dua orang anak kecil yang nangis karena kehilangan orang tuanya."

Cliantha menarik napas dalam, menghembuskan perlahan. "Tapi lebih hancur mana kalo lu gue biarin dimasukin ke panti asuhan?"

Lester mengatupkan bibir tidak bisa berkutik mendengar penyataan Cliantha. Gadis bermata biru tersebut mengukir senyuman miring. Pada dasarnya, Lester memang harus sadar, dialah yang harus menelan kenyataan itu pahit pahit.

Gadis itu menipiskan bibir. "Faktanya, lu gak pernah liat hal itu," gumam Cliantha miris.

Lester sungguh tak berhak menumpahkan rasa sakitnya pada Cliantha yang jelas jelas tidak bersalah.

Cassia for Cliantha (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang