16

10.7K 745 9
                                    

(⁠〃゚⁠3゚⁠〃⁠)

Cliantha menghela napas, melirik kanan kiri malas. Dia baru siuman setelah tadi dilarikan ke rumah sakit, dibalik alat pembantu pernapasan itu, Cliantha berdecak kecil. Entah harus senang atau kesal.

"Gue masih hidup, jangan dikerubungin dong!" kesalnya, jutek.


Dalam hati Cliantha ingin merutuk. "Gue emang baru pertama kali masuk rumah sakit, tapi suster atau dokternya, kok gak larang mereka masuk? Kan pasien perlu istirahat!"

Gimana gak marah? Wila, Lester, Dianella, Malvin, Cashel, dan Arsen berdiri mengelilingi tempat tidur ala rumah sakit tersebut, membuat Cliantha yang baru bangun merasa penuh sesak.

Tadi di kelas berasa jadi kecoa, di sini berasa jadi maling yang ketangkap basah. Cliantha mendelik ke arah Lester.

"Iya, ini kita ngejauh, nih!" ucapnya mengerti, agak mundur satu langkah.

"Kita khawatir, Tha! Tadi lu keliatan lemes banget, apalagi kak Arsen bilang, lu jadi gak sadarkan diri," kata Wila, dibalas anggukan yang lain.

Cliantha membuka alat pembantu napasnya, merasa sulit bicara. "Iya iya, makasih sekali atas segala perhatian dan rasa khawatirnya." kata Cliantha penuh kesabaran.

"Maaf ya, kalo kamu jadi terganggu," ucap Dianella membuat Cliantha jadi merasa bersalah. "It's oke, kita ngerti kamu butuh istirahat."

Cliantha tersenyum simpul.

"Cepet sembuh, Tha! Gue pamit ya, sama Wila," kata Malvin, paham. Walau Wila sedikit memberengut tak ingin berpisah dengan Cliantha, akhirnya ia mengiyakan juga.

Satu persatu pergi, memberi ruang pada gadis itu. Lester juga tiba tiba pergi keluar tanpa kata. Tersisa Arsen.

Cliantha melirik ke arah Arsen yang berdiri tepat di sebelah kanannya, memperhatikan saja sedari tadi tadi. "Makasih udah bawa Antha ke sini."

"Semua gak bakal terulang lagi. Gue janji!" kata Arsen, membuat gadis berambut coklat itu tertegun beberapa saat. "Semua bakalan clear besok."

Cliantha mengerjap kecil, merasakan tangannya di tepuk tepuk perlahan.

"Cepet sembuh, ya! Istirahat yang bener,"  ucapnya singkat, kemudian pergi.

Cliantha merasa terenyuh, merasakan tatapan berbeda dari Arsen. Cowok bermata biru yang sama sepertinya itu bagai menegaskan bahwa ia begitu simpati.

Mata birunya menatap langit langit dengan pandangan menerawang, menyatu bersama rasa hampa yang menyelimuti ruangan serba putih itu. Ia menghembuskan napas.

"Tha, lu seneng ga dikhawatirin kayak tadi?" gumamnya, tersenyum simpul.

Tanpa sadar, ia terkekeh sendiri. "Huh, gara-gara lu, gue tau rasanya pingsan."

"Baru kali ini, gue ngerasain nginep di rumah sakit gak ditemenin siapapun. Mamah gak ada disini."

Gadis itu menarik napas perlahan. "Lama-lama, gue bisa akrab nih sama jarum impus."

Mata biru miliknya semakin sayu, mendengar suara pendeteksi jantung. "Makasih, udah buat gue ngerasain hampir sekarat sampe kesulitan napas karena lari larian!"

Cassia for Cliantha (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang