(=^・ェ・^=)
"Ini tempat apa?"
Cliantha baru sadar, jika bukan hanya berbagai jenis bunga bunga tak terawat, ada juga danau yang begitu besar di depan matanya.
Arsen menipiskan bibir. "Dulunya ini taman. Cuman, entah kenapa lama kelamaan jadi sepi. Setelah itu, bokap gue berniat buat bikin pusat perbelanjaan, tapi karena letaknya kurang strategis. Jadi, sekarang terbengkalai," jelasnya.
"Punya bokap lu?" tanya Cliantha terdengar kaget. Arsen mengiyakan.
"Sayang banget, terbengkalai gitu aja," cicit Cliantha. "Padahal tempatnya bagus."
Arsen berjalan beberapa langkah, tentu saja gadis yang memakai baju seragam Internasional school tersebut membututinya.
Cliantha berusaha menguasai ekspresi wajahnya agar tetap terlihat biasa saja saat memandangi wajah Arsen dari samping yang tengah memetik bunga dandelion liar di sana. Cowok itu meniupnya, menerbangkan butiran butiran putih kecil dari bunga tersebut.
Indah.
Dia jadi terdiam tak berkedip, seolah tidak ingin melewatkan sedetik pun untuk kehilangan momen ini. Untuk pertama kali dalam hidup Cassia dia merasakan getaran aneh ini.
"Lu mau coba?" tawar Arsen mendadak, membuat Cliantha gelagapan karena terkejut.
"Hah? Eh?" Dia mengangguk konyol, malu-malu.
Arsen yang memandangi itu jadi tertawa kecil. "Lu ngelamunin apa? Gue gak bakal laporin lu, kok! Beneran." Lelaki itu memberikan tanda peace.
Cliantha mengerjap bodoh, mengalihkan pandangan, bergerak tak jelas seraya mengeluarkan gelak tawa yang dibuat buat. "Ahaha, gue percaya, lu gak bakal gitu."
Arsen menipiskan bibir, mengangguk samar. Gadis itu berjongkok memetik bunga dandelion, mengikuti Arsen, meniupnya perlahan.
"Woahh!" takjubnya, jadi berbinar menatap butiran putih yang berterbangan tertiup angin.
Cliantha melakukannya berulang, dibantu Arsen. Tanpa sadar, mereka jadi dekat begitu saja.
"Apa dandelion bakal jadi peri kayak Tinkerbell kalo ditaburin serbuk pixie?" celetuk Cliantha polos.
Arsen mengangkat satu alisnya. "Maybe."
"Gue penasaran gimana rasanya liat dunia kalo kita terbang dengan ukuran sekecil itu!?" katanya antusias. "Gue makan buah strawberry satu aja, mungkin bisa cukup buat seharian."
Cowok bermata biru itu ikut ikutan menghayal. "Bayangin kalo makan semangka."
"Gue pasti udah tiduran sambil pegangin perut yang buncit, terus bilang 'Aduhh, kenyang banget!'. Mau berdiri aja sampe susah," sahutnya riang, sambil memperagakan.
Arsen mendudukkan diri di atas rerumputan hijau tersebut, memandangi Cliantha. "Padahal itu belum kemakan setengahnya."
Cliantha merotasikan mata. "Kalo makan semua, bisa bisa hibernasi,tuh! Langsung cosplay jadi Aurora yang tidur terus." Dia ikut duduk, bersila, menopang pipinya sebelah dengan tangan.
"Tidur di musim gugur, bangun bangun udah musim semi, nyaingin beruang grizzly," lanjutnya masih asik.
Lelaki itu terkekeh geli, mengusap gemas rambut coklat panjang tersebut. Ekspresi Cliantha langsung berubah, kaget. Apa Arsen pikir Cliantha kuat untuk tidak melebur?
Dia mengerjap beberapa kali, menyadarkan diri, menggigit bibir sekilas. Kenapa dia jadi seperti ini? Seolah menciut diperlukan begini oleh Arsen.
Cliantha berdeham gugup. Arsen yang sadar, langsung menarik tangannya menjauh, canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cassia for Cliantha (Transmigrasi)
Viễn tưởng"Sialan! Dari banyaknya tokoh yang kuat di sini, gue malah masuk ke tubuh protagonis yang lemah dan penyakitan!" Cassia Nasrin tertidur di perpustakaan setelah membaca novel 'Cliantha' .Namun, tidak disangka ketika ia bangun semua berubah. Sampai ia...