22

9.2K 776 31
                                    

Happy reading ^_^

(⁠╯⁠︵⁠╰⁠,⁠)



''Kenapa kamu gak cegah dia!? Kenapa biarin Antha hujan hujanan?" Atressa memijit pelipisnya sekilas, berjalan mondar mandir, tampak marah.

"Kamu tahu kan, Antha itu sakit? Kenapa kamu gak bisa diandalkan banget buat jagain dia!?" katanya, menggeram kesal.

Lester merunduk, mendengarkan. Tak berani menatap Atressa yang tengah gusar. Dianella sungguh tidak tega melihatnya. Dia tahu, bahwa Lester begitu menghormati Atressa.

Atressa memegang kedua bahu Lester, menggoyangkannya. "Apa kamu gak mikirin keselamatan Antha? Kenapa kamu diem aja, hmm?"  kata Atressa, menyudutkan.

Dengan setengah bergetar Dianella menengahi. "M-mah, udah! Ini rumah sakit! Tenang ya!" kata Dianella pada akhirnya.

Atressa menjauhkan tangannya, menarik napas dalam. "Gimana mau tenang? Antha bahkan belum sadar! Dan kita bahkan gak dibolehin masuk dulu!"

Lester diam-diam menghela napas. "Maaf! Ini memang salah Lester, karena udah teledor jagain Antha."

Dianella membulatkan mata, menyenggol lengan Lester. Sedangkan pemuda tersebut nampak tak menggubris apapun. Seolah dia memang menerima setiap perkataan Atressa.

Atressa memalingkan wajah, memejamkan mata sejenak, melengos kecil. "Kalo Antha sampai kenapa kenapa, saya gak akan memaafkan kamu!"

•°•

Cukup lama Cliantha menatapi perempuan paruh baya dihadapannya. Mata biru itu begitu sayu, khawatir, kelopak matanya bahkan basah, seperti habis menangis.

"Mamah udah tau?" tanya Cliantha hati-hati.

Atressa merapatkan bibir, sekuat mungkin menahan isakan. Cliantha menghela napas, mengusap lembut punggung bergetar milik Atressa.

"Antha gak apa apa, mah! Antha kuat. Mamah, jangan khawatir, ya! Semua tetep bakal baik baik aja!" lanjutnya meyakinkan.

Gadis berambut coklat itu, menarik napas dalam, mengerjap lemah. Dia tahu, bahwa Atressa tengah terpukul terhadap kebenaran yang baru ia temukan.

"Mamah, jangan marahin kak Lester atau kak Anella, ya! Antha yang salah."

Perlahan Atressa menurunkan tangan, beralih mengelus pipi putih pucat Cliantha, membalas tatapan Cliantha dalam. "Mamah yang salah, udah percayain kamu sama mereka. Seharusnya mamah bisa jagain kamu lebih baik!"  ucapnya begitu parau dan hancur. Air mata yang susah payah ditahan, akhirnya merembes keluar.

"Maaf, karena mamah udah jadi ibu paling buruk buat kamu!"

Atressa mengusap kasar air matanya yang terus mengalir dengan punggung tangan sebelahnya lagi. "Mungkin penyakit kamu gak mungkin sampe tahap stadium empat kayak sekarang, andai aja mamah lebih cepat pulang buat ngobatin kamu, mung-"

"Hey, mamah gak salah! Antha malah akan lebih kecewa, kalo mamah terus nyalahin diri begini. Udah, ya! Keadaan ini, memang udah seharusnya terjadi! Antha malah pengen bilang terimakasih, sebab mamah udah pulang. Antha seneng!" kata Cliantha memotong, memegang balik tangan lembut Atressa.

"T-tapi ...."

Cliantha merapatkan bibir sekilas, menghembuskan napas keras. "Dengerin Antha! Mamah cukup selalu ada di samping Antha! Berhenti nyalahin siapapun! Aku mohon!" ucapannya semakin lirih.

Atressa menghela napas, tersenyum tipis. "Mamah gak bakalan pergi lagi, mamah janji!"

Kerlipan mata biru milik Cliantha menyayu, sedikit menciut. "Mamah juga harus janji, buat berhenti beda bedain sikap antara aku sama kak Lester atau kak Anella," ucapnya hati hati, sedikit lirih.

Cassia for Cliantha (Transmigrasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang