Pertolongan

18 1 0
                                    


Dalam keadaan pikiran yang kalut dan juga panik, Damarwulan berlari menembus pertarungan para prajurit Blambangan dan Majapahit.

Secara perlahan penglihatannya mulai pulih kembali, meski terlihat masih samar samar.

Dia melihat sejumlah prajurit mulai bergelimpangan, kadang sesekali kakinya harus tersandung mayat mayat prajurit yang bergelimpangan tersebut.

Hari yang terang, namun secara perlahan berangsur angsur mulai meredup, senja telah tiba, sementara Damarwulan lari tidak mengerti arah.

Dadanya mulai terasa sesak, tapi ini agak aneh dalam pikirannya, karena pukulan Minak jinggo menghantam wajah, bukan dada.

Nafasnya mulai terengah engah, dan dia terasa sulit untuk bernapas, pandangan matanya yang semula membaik, kini kabur kembali.

" kedua kaki terasa lemas, dan aku tidak bisa melihat lagi "

Damarwulan merasakan kepalanya berputar putar, dan tubuhnya mulai berkeringat dingin.

" aku rasa pukulan Minak jinggo tidaklah terlalu keras, tapi kenapa efeknya bisa begini ? "

Walau dengan pandangan mata yang kabur, Damarwulan sempat melihat kebelakang.

Dia ingin melihat, dengan siapa Minak jinggo kali ini bertarung, ternyata pandangannya tidak sampai pada yang dituju.

" ternyata aku salah arah "

Damarwulan memang berhasil menjauh dari Minak jinggo, tapi jalan yang dia tempuh salah, ternyata menuju istana Blambangan.

" ini sama dengan lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya "

Maksud hati dia ingin berbalik arah, tapi kakinya sudah terasa tidak kuat lagi untuk melangkah.

" aku sudah tidak sanggup lagi "

Secara perlahan tubuh Damarwulan kembali jatuh lunglai ke tanah, dan sesaat kemudian kedua matanya terpejam.

Apa yang terjadi dengan pertempuran, dan apa yang terjadi dengan dirinya, Damarwulan sudah tidak mengetahui.

" apakah aku ada di alam kematian ? "

Ujar Damarwulan saat membuka matanya.

Ucapan sekilas yang menandakan seseorang yang hampir menyerah, dia tidak melihat sekelilingnya, yang ada dalam benaknya cuma kekalahan yang dia alami.

" apakah aku telah diselamatkan oleh orang ? "

Damarwulan baru menyadari, jika dirinya saat ini terbaring di dipan bambu dengan cahaya pelita yang diletakkan disudut ruangan.

Tidak ada pintu pada ruangan itu, juga tidak ada dekorasi atau hiasan tertentu, yang ada cuma lantai tanah, dan dindingnya dari bambu, serta atapnya dari ilalang yang kering.

Damarwulan mencoba untuk bangun saat seorang pria tua memasuki kamar, tapi dia merasa tidak memiliki tenaga sama sekali.

" tetaplah berbaring "

" apakah anda yang telah menyelamatkan saya ? "

" bukan, ada seseorang yang membawamu kesini "

" siapa dia ? "

" sudahlah.., nanti kamu akan tahu sendiri "

Damarwulan kembali terdiam, dan dia membiarkan tangan pria tua itu memijat secara perlahan bagian tubuhnya yang terlihat membiru.

Sesekali Damarwulan menyeringai menahan sakit, tapi dia berusaha untuk menahan rasa sakit dari pijatan itu.




Ksatria Majapahit 5 Legenda Damar WulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang