45

1.6K 134 16
                                    

Kepala yang biasanya diisi kebahagian oleh moment dirinya bersama sang kekasih kini semua lenyap. Berganti dengan pikiran penuh oleh semua rasa, rasa bersalah, rasa takut bahkan rasa kecewa terhadap dirinya sendiri.

Malam ini semua pertanyaan pertanyaan tak terjawab itu benar benar mengambil alih semua kewarasan nya. Tv yang tadi ia nyalakan pun jadi penonton bagaimana kacaunya zee sekarang.

Dewa berhasil melumpuhkannya, menggunakan fisik ia kalah, tapi lelaki itu berhasil mengalahkannya melalui kata. 

Dengan langkah ragu, zee berjalan keluar kamar dengan wajah penuh lebam dan sembab karena tidak berhenti menangis. Ia harus memastikan untuk mendapatkan jawaban..

Langkahnya terhenti di depan pintu kamar yang tertutup rapat, mengambil nafas berat dan mulai mengetuk setelah memantapkan hatinya. Terdengar teriakan shani yang menyuruh nya untuk masuk

Perlahan zee membuka dan masuk dengan kepala menunduk, cio dan shani belum mengetahui kejadian tadi siang

"astaga, itu kenapa lebam lebam mukanya? Abis berantem lagi?" Tanya shani panik saat si anak sulung itu sudah berdiri di depannya. Bahkan shani yang sebelumnya sudah tiduran, kembali terduduk untuk memeriksa wajah sang anak.

Namun lebih di kagetkan lagi oleh zee yang tiba tiba menjatuhkan tubuhnya, lalu bersujud di kakinya yang menjuntai karena tak sempat berdiri untuk memeriksa.

Cio yang baru saja keluar dari kamar mandi lebih terkejut melihat anaknya sudah menangis tersedu di antara kaki sang istri. Shani dan cio saling melirik dengan wajah keheranan sekaligus bertanya tanya

Shani mengusap kepala zee dengan penuh kasih sayang "kenapa sayang?" Ujarnya mengangkat kepala zee agar bisa menatapnya

Dengan derai air mata yang terus mengalir membanjiri kedua pipinya, zee menatap wajah shani yang mana malah membuatnya semakin merasa bersalah

Zee terisak "Maafin calden bu.." 

Shani menatap lembut anak nya itu, ditambah senyum manis yang terus menghiasi wajahnya "Minta maaf kenapa sayang? kamu ada buat salah?"

Zee mengangguk cepat, dengan dada yang naik turun karena bekas menangis "Maaf udah buat ibu sama ayah malu."

"Aku udah buat malu kalian karena orientasi seksual aku. Aku udah egois cuma mentingin keinginan aku, mentingin nafsu aku sampe aku berani salah jalan kaya gini. Aku minta maaf bu.. yah.." Jelas zee yang sudah kembali menangis 

Shani dan cio tentu saja kaget dengan ucapan zee barusan, keduanya saling melirik, cio yang sedari tadi mengurus pekerjaan lewat handphonenya pun dibuat terdiam dengan pernyataan anaknya.

"Aku cuma tau ibu sama ayah gak larang hubungan aku sama marsha, tapi aku gak pernah nanya serius, soal ibu sama ayah yang bisa nerima seksualitas aku sama reva. Kalo, ibu sama ayah gak suka sama hubungan aku sama marsha gapapa, aku bakalan berusa-"

"ssstt gak usah di lanjut ya, ibu ngerti" potong shani sebelum zee menyelesaikan ucapannya. 

Shani menuntun zee untuk duduk di samping dirinya, membalikan duduknya agar bisa berhadapan dengan nyaman, karena perut buncitnya itu mulai membesar. Cio yang peka segera memberi bantal di belakang punggung sang istri. 

Tangan yang selalu menyeka air matanya saat menangis itu mulai membelai pipi nya dengan lembut "gak ada satu pun anak ibu, yang bikin ibu sama ayah malu. Yang ada justru kami selalu bangga sama kamu dan adikmu." 

"Ibu bangga punya anak sebaik kamu, ibu bangga punya anak yang selalu ngelindungin ibu, ibu selalu bangga sama kamu sayang, gapernah sekali pun ibu ngerasa malu punya anak kaya kamu"

SIMULTASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang