Beginning

410 42 4
                                    


"Boleh tahu, kenapa kamu memilih bekerja di sini?"

Tatapan lelaki di hadapannya membuat Ayana duduk tak nyaman. Meski terhalang kaca mata, lelaki berambut gondrong yang diikat asal itu menatapnya lekat. Seakan ingin memukul mundur mangsanya.

Gadis berkepang satu itu berdehem untuk menggali suaranya yang tiba-tiba tenggelam. Satu tarikan napas panjang dia lakukan sebelum membalas pertanyaan calon bosnya.

"Saya hanya ingin bekerja, Pak. Di mana saja saya bekerja, saya akan melakukan pekerjaan itu dengan sepenuh hati."

Jawaban yang klise, sudah umum dan pasti banyak yang menggunakannya. Namun Ayana benar-benar tak ada pilihan lain. Dia butuh pekerjaan secepatnya. Kalau bisa, hari ini juga dia bersedia memulai bekerja di sini.

Lelaki di hadapannya hanya menaikkan kedua alisnya. Sementara tatapan matanya masih sama. Seperti tengah menelisik tekad yang dimiliki Ayana.

Ayana mengembuskan napas dalam, menunggu keputusan pemilik Sea Stars. Detik-detik berlalu sangat lambat. Ayana mencuri-curi pandang pada bosnya yang duduk bersandar dengan lembaran kertas di tangan kirinya.

"Pekerjaan di sini beda sekali dengan pekerjaanmu sebelumnya."

Ayana mengangguk cepat. "Saya mengerti, Pak. Tidak apa-apa. Saya bisa belajar dengan cepat."

Hening.

"Gajinya juga tidak seberapa. Apa kamu tidak masalah?"

Kali ini Ayana menggeleng cepat. Kemudian mengangguk pelan. "Ehm ... maksud saya, saya tidak masalah dengan gaji. Kan, kata Bapak ... masih ada bonus kalau kita kerja lebih giat."

Bonus yang dimaksud Ayana adalah tambahan jumlah pekerjaan yang dia lakukan di luar gaji pokok. Semakin banyak dia melayani konsumen, dia akan mendapat bonus lebih banyak. Itu tadi sempat dijelaskan oleh pemilik Sea Stars saat pembahasan gaji.

Lelaki berkemeja denim itu mengangguk puas. Dia meletakkan lembaran kertas ke meja dan duduk tegap menatap Ayana.

"Baiklah, sepertinya kamu sudah sangat siap bekerja di sini. Besok kamu bisa mulai bekerja. Nanti Mbak Lusi yang akan memberikan seragam."

Senyum merekah sempurna di wajah Ayana. Dia mengangguk bahkan sampai membungkuk pada lelaki yang kembali bersandar di kursi kebesarannya, saking senangnya.

"Terima kasih, Pak. Terima kasih."

Lelaki di hadapannya merentangkan tangan kanannya, memberi isyarat pada Ayana untuk segera meninggalkan ruangan.

Gadis itu segera berdiri dan membungkuk sekali lagi. Setelah pamit dia melangkah dengan semringah.

"Ayana ...."

Ayana menoleh dengan cepat, "Ya, Pak?"

"Kamu boleh melihat-melihat dulu di bawah."

Kedua mata Ayana membola, dia seperti membeku sesaat. Begitu kesadaranya kembali, Ayana secepatnya berterima kasih--yang kesekian kalinya.

"Saya izin lihat-lihat dulu, Pak. Permisi."

Langkah Ayana terasa ringan. Dia membuka handle pintu penuh semangat. Ayana bahkan membungkuk pada bosnya sekali lagi saking bahagianya.

"Ayana ...."

"Ada apa lagi, Pak?"

Kerut di kening Ayana tak dapat dia sembunyikan. Dia kembali masuk satu langkah sebelum menutup pintu.

"Jangan panggil saya bapak, saya belum setua itu."

-o0o-

Cerita baru lagi ...

Yang satunya malah mandek. Huhu maafkan. Cerita ini tuh, ganggu banget di kepala. Saking semrawutnya, kayak terngiang-ngiang melulu, sehari aja kelar bikin sinopsisnya. Rekor tercepat sejauh aku menulis. Haha!

Tapi, meski beres bikin outline, aku butuh waktu satu minggu buat ngepasin judul. Perjalanan menghalu aja seterjal ini. Semoga aja next chapter bisa update cepet.

Funfact, cerita ini masih  ada hubungannya dengan Surga Kedua. Ada yang tahu siapa?

Makasih buat kamu yang selalu nungguin cerita-ceritaku.

1 November 2023
Salam
Vita

Next ChapterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang