Setelah akhir pekan bukannya pikiran bertambah segar, Ibra justru dipusingkan dengan ceramah sang bunda. Wanita yang selama ini merawatnya itu kembali mengungkit perkara jodoh. Alasannya sederhana, hanya gara-gara usianya yang semakin bertambah.
"Nggak kerasa kamu sudah tiga puluh tiga, ya, Mas. Belum adakah perempuan yang menggetarkan hatimu?" Rista, bundanya Ibra, memulai obrolan. Wanita yang mulai dipenuhi uban itu menatap lelaki di sampingnya dengan perasaan campur aduk.
Nadanya memang biasa, terkesan bercanda malah. Namun Ibra tahu, ada kekhawatiran yang terselip pada suara renyah wanita itu. Mereka baru saja meninggalkan hotel, setelah menghadiri pernikahan salah satu anak dari sahabat Rista. Saat ini mobil Ibra tengah melaju menuju rumah mereka. Di sela-sela kemacetan, obrolan perihal jodoh pun tergelar.
"Belum ada jodohnya, Bunda." Ibra menjawab sekenanya. Karena kalau membantah dia yang akan menjadi durhaka, dan jika tidak dijawab, dia akan terlihat tak peduli.
"Bunda juga tahu. Makanya kalau diajak ke kondangan itu mau, sambil lirik-lirik barangkali kali ada yang cocok. Siapa tahu setelah nanti ketemu jodoh beneran, Mas."
"Iya, Bunda."
"Atau mau Bunda kenalin dengan anaknya temen Bunda?"
"Bunda ...."
"Atau Mas Ibra mau coba terima Asha, aja? Gadis itu masih sering telepon Bunda nanyain kamu, loh, Mas."
"Bundaku Sayang, Asha itu adeknya Ibra juga, Bun. Masa nikah sesama saudara?" Ibra terbayang gadis yang sejak kecil selalu mengikutinya. Gadis yang dikenalkan bundanya saat dia baru beberapa bulan tinggal di rumah sang bunda.
Rista mencebik, "Tapi Asha cinta mati sama kamu, loh, Mas? Nggak apa-apa kalau beneran nikah sama dia. Toh, kalian tidak ada hubungan darah juga."
"Gimanapun juga, Asha itu anaknya Papa Gala, Bun. Mantan suaminya Bunda yang sampai sekarang masih cinta mati sama Bunda." Kali ini Ibra tak ingin bundanya terlalu berharap. "Atau Bunda sama Papa Gala balikan aja, deh." Ibra menggoda Rista.
"Mas Ibra, nih. Suka banget membalik keadaan."
"Habisnya Bunda selalu bawa- bawa Asha."
"Ya, karena kamu selama ini nggak ada tanda-tanda serius dengan perempuan, Mas. Bunda, kan, jadi khawatir." Rista mengelak. Dia tak sepenuhnya bohong. Ibu mana yang tak kepikiran saat anak lelakinya setia dengan kesendirian. Banyak hal yang membuat Rista takut.
"Bukan berarti karena nggak pernah serius, Ibra jadi nggak serius Bun. Belum ketemu aja jodohnya."
"Ya itu, makanya. Kamu nggak pernah mau, Bunda kenalin sama anak temen Bunda. Terus sampai kapan kamu nunggu jodoh datang, Mas? Jodoh itu dicari, dikejar." Rista mengeluarkan segala unek-unek yang memenuhi kepalanya selama ini.
"Ini lagi berusaha, Bun."
Rista menghela napas dalam. "Pokoknya, lusa kamu harus ikut Bunda ke rumahnya Asha. Bunda mau jodohin kalian, aja."
-o0o-
"Ha?"
Ayana tak dapat menutupi wajah piasnya. Waktu seketika membeku, sekelilingnya mendadak sunyi. Dua orang manusia yang saling tatap, tengah mencari-cari jawaban. Mencari pembenaran.
Ini serius?
"Mas Ibra lagi kesambet setan?" Gadis itu mulai merinding. Jangan-jangan penghuni gelap Sea Stars mulai menampakkan diri. Dan kini tengah merasuki tubuh bosnya.
Desas-desus yang beredar dari beberapa karyawan terlama di sini, lantai tiga jarang dijamah. Kemungkinan yang menghuninya adalah mahluk tak kasat mata. Namun Pak Temmy dan Pak Har sering membantah gosip itu. Katanya lantai tiga masih tahap renovasi. Sayangnya, selama satu tahun bekerja di sini, Ayana tak melihat perubahan apa pun di lantai itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Chapter
RomanceAyana terikat hubungan palsu dengan Ibra, pemilik toko tempatnya bekerja. Niatnya untuk menolong si bos, membuat Ayana berada dalam dilema. Sikap manis Ibra dan keluarganya membuat Ayana takut. Ayana meminta hubungan 'palsu' mereka berakhir, tapi I...