12; Eyes

839 104 25
                                    

㊐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!
Feel free to ask for the typo(s)!

TW: car crash.

Pesan yang Yibo kirimkan sudah dibalas lima belas menit lalu, Sean meminta waktu untuk menemuinya karena dia tidak bisa meninggalkan tempat. Dan Yibo tidak tahu harus berapa lama lagi ia berdiri pada tepian pembatas rooftop rumah sakit.

Dia menumpukan lengan pada besi kokoh itu, menelusuri gedung-gedung tinggi dengan manik. Mata Yibo beberapa kali menyipit ketika dia menatap langit biru. Mentari bersinar cerah, sesuai perkiraan cuaca pada layar ponselnya. Lalu lalang orang di pelataran rumah sakit juga sangat ramai, serupa bunga yang bermekaran di tengah musim semi ini.

Yibo sudah membasuh mukanya tadi, dia mampir untuk membeli kopi dan singgah di kamar mandi sebelum memutuskan untuk menunggu Sean di atap rumah sakit. Kini pikirannya tidak bisa diam, memikirkan reaksi Sean atas apa yang dia lakukan semalam. Yibo merasa malu hanya memikirkan tindakannya, namun dia akan lebih merasa malu ketika membiarkan Sean tanpa penjelasan.

“Chef?”

Badan Yibo berbalik atas panggilan itu, dia mendapati Sean sudah berdiri lima langkah di depannya. Pemuda itu tidak terlihat berbeda, masih saja menampilkan wajah senyum cerianya sekalipun jas putih rumah sakit dan masker yang melekat pada tubuhnya.

Yibo tidak tahu harus memulai dari mana, sehingga dia menyodorkan satu cup kopi baru. “Aku membelinya di bawah tadi.”

Ada kecanggungan yang baru di antara mereka, membatasi segala tindakan Yibo maupun Sean. Mereka sudah terdiam cukup lama, hanya duduk menatap awan yang bergerak perlahan mengitari langit.

Sean yang biasanya cerewet, pemuda itu kini hanya terdiam. Beberapa kali meneguk kopinya tanpa suara. Yibo tidak tahan, telapaknya mengepal gemas di atas lutut. Dia sudah menyusun banyak kalimat maaf di dalam benak, berusaha melontarkannya dengan keberanian.

“Aku menyukaimu.”

Dan kalimat tiba-tibanya menyita perhatian Sean secara penuh. Di dalam hati dia mengutuk diri, kenapa harus memulai dengan kalimat itu.

“Itu yang aku katakan tadi malam, ‘kan?” Alih Yibo kerepotan, dia mengigit bibir bagian dalamnya gugup, dan untungnya Sean hanya mengangguk mengiakan. “Lalu apa reaksimu?”

Huh?” Alis Sean menyatu, dia bertanya dengan bingung. “Maksud Chef reaksi yang bagaimana?”

“Apapun. Semua yang kamu pikirkan ketika aku mengatakannya.”

Sean tidak lantas menjawab, dia justru membawa tatap beralih dari Yibo. Ada jeda yang cukup lama bagi Sean untuk berpikir, sebelum akhirnya pemuda itu kembali menatap Yibo. “Saya lebih merasa bahwa itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah terjadi.”

[✓] The Eyes ㊐ YizhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang