29; Eyes

740 81 31
                                    

㊐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Feel free to ask for the typo(s)
Happy reading!

Wang Yibo sudah kehabisan akal. Dia tidak tahu lagi harus mengungkapkan cintanya dengan cara apa ketika sudah banyak hal yang dia lakukan untuk Sean. Sejujurnya, Yibo ingin mempersembahkan semesta, tapi dia tidak memiliki kuasa untuk itu. Cintanya terlalu besar, dan Yibo tidak merasa keberatan jika dia harus mempersembahkan seluruh hidupnya untuk Sean.

Berbekal restu dari orang tuanya, termasuk Opa dan Oma, Yibo semakin yakin untuk meminang Sean. Dia tidak lagi ingin menunda waktu, sekalipun mereka belum bersama cukup lama, Yibo yakin bahwa mereka memang diperuntukkan satu sama lain.

“Apa ini tidak terlalu cepat, Chef?” Sean bertanya. Maniknya menatap lekat pada Yibo yang begitu agung dalam pandangan.

Mereka sudah tiba di apartment beberapa jam lalu. Yibo memutuskan untuk tinggal di sini sementara waktu selagi menemani Sean mempersiapkan pekerjaannya. Pemuda itu akan melamar sebagai dokter magang di salah satu rumah sakit swasta, melanjutkan kariernya sebagai dokter di usia muda. Dan Yibo tentu saja mendukungnya.

Yibo sudah yakin dengan segenap hati, sampai-sampai dia lupa bertanya kepada Sean Xiao akan perasaannya. Selama mereka bersama, Sean tidak pernah terlihat seperti tidak menyukai Yibo, dan dia berharap bahwa itu benar adanya ketika kembali bertanya, “Apakah bagimu ini terlalu cepat?”

“Maksudku…” Sean menjeda, dia gelagapan dengan mengulang kata itu beberapa kali. “Kita baru kenal enam bulan, Chef. Tidakkah kita membutuhkan waktu lebih banyak untuk saling mengenal?”

“Kamu membutuhkan lebih dari ini?”

Sean menelan salivanya takut, pemuda Xiao itu kembali meraih cangkir teh chamomile dan meneguknya sedikit. Rasa hangat yang menenangkan menyapa tengorokannya, tapi tidak cukup membuat Sean tenang ketika dia kembali ingin membuka suara.

“Enam bulan bagiku itu sudah lebih dari cukup, Sean.” Yibo mengambil suara, tidak lagi menunggu jawaban Sean karena dia ingin memberi pengertian. “Tapi, jika bagimu itu masih kurang, aku akan menunggumu. Hanya saja manusia itu selalu memiliki batasnya, dan aku tidak tahu kapan aku sampai pada ambang batasku.”

“Aku hanya takut, Chef.”

“Apa yang kamu takutkan?”

“Melukaimu.” Sean menjeda kalimatnya. Alih-alih melanjutkan itu, Sean memilih untuk menghirup banyak udara melalui hidung. Dia tetap berusaha menatap Yibo sekalipun merasa takut. “Selama ini aku bertanya-tanya, apakah jika kita bersama nantinya itu tidak akan melukaimu? Dengan cintamu yang besar untukku, aku takut tidak bisa melakukan yang sama.”

“Aku tidak memintamu mencintaiku sebesar yang aku berikan padamu, Sean.” Yibo tersenyum begitu lembut, dia mencoba menenangkan Sean saat meraih telapak yang termuda. Jari Yibo memberikan elusan pada punggung tangan Sean, menghantarkan ketenangan dengan harap bahwa pemuda Xiao itu sedikit tenang. “Tapi, apakah kamu juga mencintaiku? Bahkan sekecil apapun itu?”

Sean mengangguk tanpa menggunakan waktu untuk berlama-lama. “Aku mencintaimu, Chef. Dan aku juga belajar untuk semakin mencintaimu setiap harinya.”

Senyum Yibo masih tercipta, bahkan kali ini terlihat lebih lebar dari sebelumnya. “Glad to hear that. Tapi, ada yang perlu kamu tahu, bahwa aku tidak menuntutmu untuk mencintaiku sebesar semesta dan seluas angkasa. Sekecil apapun rasa cintaku padamu, itu sudah lebih dari cukup, Sean Xiao.”

“Aku tidak akan melukaimu, ‘kan, Chef?”

“Aku percaya kamu tidak akan melakukannya, Pretty Angel.” Sekali lagi, Yibo memberikan elusan menenangkan ketika dia bersuara. Kini satu tangan Yibo mendarat pada pipi Sean, mengelusnya dengan sayang seperti yang sering kali Yibo lakukan. “Sekalipun suatu saat kamu melakukannya, itu sudah resikoku, Sean. Ketika aku memutuskan untuk mencintaimu, aku sudah siap dengan segala suka dukaku denganmu.”

“Chef,” Sean mendadak linglung, dia tidak tahu harus menjawab apa saat tiba-tiba memeluk Yibo dengan erat. Rengkuhan itu begitu kuat, Sean melingkarkan tangannya pada leher Yibo dan menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Yibo.

Yibo tidak bersuara sama sekali, membiarkan Sean tetap pada posisi tersebut. Dia membalas dekapan yang termuda, turut melingkarkan tangan pada pinggang Sean dan sesekali memberikan elusan pada punggung. Bibir Yibo terkunci rapat, bahkan ketika dia menangkap ada suara tangis, yang Yibo lakukan hanya memberikan waktu pada Sean untuk mencerna semuanya.

Setelah beberapa waktu, tangisan Sean mereda. Pemuda itu juga sudah menguraikan dekapan eratnya dari leher Yibo. Melihat situasi itu, Yibo meraih cangkir teh dan menyerahkannya pada Sean, dia juga mengusap sisa-sisa air mata Sean dengan sayang.

“Sudah merasa lebih baik?” Yang ditanyai mengangguk kecil, dan Yibo tersenyum lega sebelum akhirnya dia mendaratkan kecupan pada kening Sean. “Jika tunangan menurutmu terlalu cepat, aku bisa melamarmu lebih dulu, Sean. Aku akan bicara dengan papa juga mama sebelum mereka menyampaikannya kepada orang tuamu.”

“Chef, terima kasih.”

“Untuk apa?”

“Sudah mencintaiku.” Sean menatap Yibo lekat, manik jernihnya masih berkaca-kaca. Masih banyak sisa air mata yang bisa saja akan luruh setelah ini. “Aku tidak tahu apa yang kamu cintai dari diriku. Tapi, aku bersyukur bahwa kamu tetap melakukannya bahkan ketika aku masih meragukanmu.”

Yibo tidak tahu apakah rasanya akan sama jika dia mencintai orang lain. Tapi, dia tidak ingin tahu, sebab dalam pilihannya, Yibo akan selalu mencintai Sean.

“Terima kasih juga kepadamu yang tetap bertahan sekalipun kamu meragukan dirimu sendiri, Sean. Aku berani bersumpah padamu, bahwa aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu.”

Menunda satu atau dua hal itu adalah hal yang cukup wajar bagi manusia, mereka bisa melakukannya dilain waktu jika tidak sekarang. Tapi, itu tidak berlaku bagi Wang Yibo. Dia dibesarkan dengan disiplin oleh keadaan dan pengalaman, sehingga membuatnya menjadi pribadi yang cukup tegas bahkan pada keluarganya.

Sekian detik selepas Sean memberinya izin untuk bertemu dengan orang tua pemuda itu, Yibo menghubungi papanya. Mengatakan bahwa dia benar-benar ingin melamar Sean secepat mungkin. Keluarganya sudah setuju sebelum ini, sehingga Yibo tidak memerlukan rayuan untuk mendapatkan jawaban ‘ya’.

Alih-alih menemani Sean melakukan persiapan untuk melamar posisi, Yibo menyeret pemuda itu untuk mempersiapkan acara lamarannya. Pada awalnya sekretaris Yibo menawarkan bantuan, berharap bahwa atasannya tidak terlalu repot seorang diri. Namun, Yibo ingin merasakan esensi dari semua proses yang akan dia lewati dengan Sean, tidak ingin orang lain melakukannya untuk mereka.

Mulai dari mencari vendor, memilih baju yang cocok, menentukan menu hidangan, Wang Yibo selalu mengikut sertakan Sean di dalamnya. Yibo benar-benar memastikan bahwa Sean juga menikmati setiap proses yang mereka lalui.

Seolah semesta mendukung hubungan mereka, segalanya terasa sangat mudah dilalui. Yibo juga sering berdiskusi dengan mamanya atau mama Sean, bertanya apa saja yang perlu disiapkan untuk seserahan, memastikan bahwa dalam acara yang akan diadakan tidak melupakan satu hal sekecil apapun itu.

Dengan relasi luas yang dimiliki Yibo dan keluarganya, dia menggunakan semua kenalannya sebagai perantara untuk acara lamaran itu. Berkat dukungan dari banyak orang yang terlibat, Wang Yibo melamar Sean Xiao tiga hari setelah itu. Mereka mengadakan acara itu di The King, menyulap restoran itu menjadi ballroom yang begitu cantik sekalipun hanya keluarga inti yang ada di sana.
[]

Fyi, di sini aku mengikuti tradisi Tionghoa, ya. Di awali lamaran (tingjing), tunangan (tinghun), sangjit, dan wedding. Jadi, prosesnya Chef sama Dokter masih lama, haha. Sabar yaa. See u!

[✓] The Eyes ㊐ YizhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang