Jake masih menunggu bahkan ketika jam yang semula menunjukkan angka 5 kini sudah menunjukkan pukul 7 tepat. Ia melihat ke arah handphonenya dan menelfon sang ayah.
"Papa!"
"Kenapa Jake?"
"Papa dimana?"
"Papa di cafe milik Heeseung. Ada apa hm? Kau ingin titip—"
"Papa lupa kalo mau jemput Jake?" Tanya Jake dengan amarahnya.
"Loh? Bukannya Sunghoon udah jemput kamu setengah jam yang lalu?"
"Ha? Papa... Sunghoon gak pernah jemput Jake dari setengah jam yang lalu astaga."
"Ha? Masa—oh hai Sunghoon. Kamu udah jemput Jake? 'Iya Om. Udah dirumah dianya' gitu? Tapi ini Jake bilang kalo kamu belum jemput dia 'Jake bohong Om. Mau balas dendam karena gak Sunghoon izinin beli es krim' oh gitu. Jake, kamu tau kalo bohong sama Papa itu gak baik?"
Sejenak ia diam, "Iya maaf. Dan Pa..."
"Apa sayang?"
"Jake mau pergi. Gak perlu cari Jake lagi oke?"
"Maksud—"
Jake menutup telfonnya dan menghela nafas panjang kemudian berteriak, "Gue mau pergi!"
"Jangan teriak donk."
Jake menoleh, ia melihat seorang pria dengan baju dan celana serba hitam, "Siapa lo?"
"Kenalin. Nama gue In Jae."
"Terus kenapa lo disini?" Tanya sengit Jake.
"Salah?"
"Iya!"
"Duh gemes banget sih lo."
Tangan In Jae mencubit gemas pipi Jake. Reflek alami Jake yang diperlakukan seperti itu segera berdiri lalu menampar pria serba hitam itu.
"Lo jangan lancang!"
In Jae melukiskan seringai di bibirnya dan juga berdiri, "Tapi kenyataannya emang gitu kan? Lo itu cantik, imut, manis, bikin gue gemes sama lo "
"MAKSUD LO APAAN ANJING?"
In Jae menutup matanya sebentar dan memandang dingin Jake, "Gak baik si manis buat teriak kayak gitu. Apalagi ngomong kasar ke gue."
"YA EMANG LO SIAPA GUE!? KENAPA—"
"DIEM!"
Jake tersentak lalu memandang takut ke arah In Jae yang ternyata memiliki suara lebih pria daripada dirinya. Pandangan tajam itu seakan bisa memangsa Jake kapan saja. Baru saja Jake akan berlari tapi In Jae lebih dulu menggenggam kedua pergelangan tangannya.
"Mau kemana sayang?"
"LE...LEEPAS!"
"Ststst jangan teriak donf. Lo gak pantes."
In Jae menarik kedua tangan Jake dan refleks pria Shim itu langsung memeluk In Jae. In Jae yang melihatnya segera memeluk erat Jake yang meronta ingin melepaskan diri.
"LEPAS ANJING!"
"LO DIEM!"
Lagi, Jake hanya tersentak lalu menunduk.
In Jae menarik kasar belakang rambut Jake kemudian mendekatkan wajahnya, "Sayang. Panggilan pantes buat lo yang manis. Dan bakal lebih manis kalo lo... desah dibawah kukungan gue."
Jake menggelengkan kepalanya lalu sekuat tenaga, ia melepaskan pelukan pria yang lebih tinggi darinya. In Jae berusaha mencium bibir pink Jake tapi pria Shim itu selalu menghindar. Karena ketakutannya, tanpa sadar air mata telah mengalir begitu saja melewati kedua pipinya. Aliran kecil itu bertambah deras ketika ia merasa rambutnya panas karena tertarik kebelakang.
Dugh
In Jae melebarkan matanya terkejut. Kemudian sepersekian detik, ia sudah terbaring begitu saja di pinggir jalan. Jake langsung menunduk dan memeluk erat dirinya sendiri.
Sedangkan pria yang baru saja datang itu perlahan mendekati Jake, "Jake? Sori gue dateng terlambat."
Jake yang mendengar lirihan itu mendongak, "Jay?"
Senyuman tulus Jay membuat Jake langsung memeluknya begitu saja. Ia menangis keras bahkan disertai dengan isakan yang memilukan. Karena tidak ingin melepaskan pelukannya, Jay terpaksa mengendong Jake ala bayi koala.
Setelah sampai di depan sebuah mobil, Jay menurunkan Jake yang masih terisak. Syukurlah badannya tidak bergetar seperti saat pertama kali ada dipelukannya tadi.
"Hey, ststst stop nangisnya."
"J..Jay," ujarnya terbata.
"Iya, gue disini. Lo aman sama gue."
"Gue takut..."
Jay memeluk erat Jake dan mengusap punggung pria didekapanya, "Lo gak perlu takut. Ini beneran gue. Gue disini. Jadi stop nangisnya."
Jake perlahan merenggangkan pelukannya tapi tidak sepenuhnya melepaskan pelukannya. Jay memegang secara halus pipi kiri Jake dengan tangan kanannya. Ia mengangkat pandangan Jake perlahan, maka pandangan mereka bertemu.
"Hey, gue disini. Lo aman sama gue."
Jake terbatuk ketika hendak bersuara. Hal itu membuat Jay langsung mengambil sebotol air mineral yang ada di tas milik Jake. Jay membukanya lalu Jake meminumnya dengan tidak santai.
"Masih sakit?" Jake menggeleng.
Jay menerima botol air tersebut dan menutupnya kembali. Sembari memegangnya, justru ternyata Jake kembali memeluknya.
"Makasih."
Jay terkekeh, "Tapi gue gak butuh terimakasih dari lo."
Jake terdiam mendengarkan perkataan selanjutnya. Perkataan itu berhasil membuat Jake jatuh hati pada Jay untuk kesekian kalinya.
"Gue cuman mau lo berhenti nangis karena gue disini. Gue selalu ada didekat lo, Shim Jaeyun."
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
BABY BOY [end.]
Fanfiction[FOLLOW DULU BARU BACA] Apa yang pertama kalian pikirkan saat melihat seseorang memiliki Little space Syndrom? Risih? Kasian? Acuh? Banyaknya takdir yang menuliskan seorang subsmive memiliki syndrom tersebut dan mendapat dukungan dari sang dominan...