Annyeong, everyone!! Balik lagi dengan author cherry!
Oh, kali ini. Cherry gak sendirian loh. Cherry ada project duet sama author Pizza! Ini salah satu cerita yang kita buat.
Mari kita persembahkan, author kita! realpacarsatya
Ini project sesama Carat. Carat merupakan salah satu fandom Kpop yang sangat terkenal.
Semoga kalian suka, dan jangan lupa tinggalin jejak dan kasih komen ya!!
Cerita ini, update setiap hari rabu. Mengikuti jadwal 'Gose/Going Seventeen.'
🍒🍕🍒🍕🍒🍕
Kaki seorang pria memasuki ruangan yang megah, dan mewah. Alunan musik klasik membuat suasana seisi ruangan semakin terlihat sangat elegant. Kedua mata pria itu sangat berbinar, saat melihat kelihaian seorang ballerina cantik yang tengah tampil di atas panggung.
Akhirnya. Kini pria yang selalu melihat penampilan ballerina itu via televisi, sekarang dirinya bisa menyaksikan secara langsung.
Ini sungguh luar biasa! batinnya.
Dengan cepat, pria itu mengambil gambar sang ballerina dengan kamera yang sedari tadi dia pegang.
Radengga Laksamana Sadipta, atau yang kerap dipanggil Dipta. Seorang lelaki yang sangat mencintai dunia fotografi sejak dia duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama atau SMP.
Karena kecintaannya dengan fotografi, Dipta tak ragu mengambil program studi fotografi saat kuliah. 4 tahun menempuh pendidikan yang sangat dia gemari, membuahkan hasil yang baik.
Kini Dipta bergabung dalam Mahesa Group. Perusahaan yang bergerak di bidang Wedding Organizer, yang sangat diidam-idamkan Dipta sejak dulu. Karena Mahesa Group bukanlah perusahaan kecil, dan terbilang biasa. Itu sebuah perusahaan besar, dengan jangkauan kapasitas yang sangat luas dan memadai.
Setelah pertunjukan selesai, Dipta dengan langkah tergesa-gesa menuju ke ruang tunggu sang ballerina. Atas izin manager-nya tersebut, ia berkesempatan untuk bicara satu sama lain dengan sang idolanya itu.
Agratama Bramanta, manager yang meng-handle seluruh jadwal Athaya Renita Putri, yang merupakan seorang ballerina, yang sangat diidolakan oleh Dipta. Lelaki itu bisa melihat Tama sedang berbincang dengan seseorang yang entah siapa dia.
Tangannya menepuk pelan bahu Tama, lalu tersenyum. "Bang, mana Kak Aya-nya?" tanya Dipta.
Agratama yang dipanggil Tama itu menoleh, lalu ikut tersenyum melihat Dipta yang sudah berada di belakangnya. "Eh! Udah dateng ternyata. Aya ada di dalem, gue ngomong dulu sama dia. Lo tunggu di sini." Tama lalu pergi meninggalkan Dipta, dan temannya itu.
Tama memasuki ruang tunggu, dan segera menghampiri Athaya yang sedang asik dengan ponsel nya. "Aya ... di luar, ada yang mau ngomong sama lo."
"Siapa?" tanya Aya.
"Namanya Dipta. Dari perusahaan, Mahesa Group. Nah, tujuannya itu yang gue nggak tau, dia minta buat ngomong langsung sama lo. Tapi, tenang aja. Gue bakal temenin lo, nggak bakal gue biarin lo berdua doang sama dia," jelas Tama.
Dahi Aya berkerut saat mendengar nama yang disebut Tama tadi, "Kenapa lo langsung setuju aja sih, Kak?"
Tama menarik nafasnya lalu duduk di sebelah Aya, "Mahesa yang punya, Dipta izin tapi lewat Mahesa. Gue nggak bisa nolak, lo tau sendiri Mahesa udah gue anggep sodara gue," jelas Tama.
Aya menarik pandangannya untuk kembali fokus ke layar ponsel, "Lo tau sendiri, seberapa takutnya gue sama yang namanya Dipta ..." lirihnya.
"Dia bukan Dipta yang lo maksud, Ya! Coba dulu, ngomong sama dia. Dia fans berat lo juga, udah bertahun-tahun dia nunggu moment ini." ucap Tama.
Lalu Aya memutar bola matanya malas, sangat malas. Aya punya trauma tersendiri dengan nama tersebut. Ada sebuah luka, dan rasa bersalah yang membuatnya ketakutan dengan nama itu. Gadis itu beranjak dari tempat duduknya, lalu keluar dengan wajah yang tidak bisa di jelaskan. Menarik nafasnya dengan pelan, bersikap normal untuk meredakan segala degup jantung yang tengah melandanya.
Pintu ruangan sudah terbuka, Aya mencari keberadaan orang itu, lalu Tama menunjuk ke arah depan lorong ruangan, tak banyak orang di sana hanya ada Dipta yang membelakangi keberadaan Aya, dan Tama. Firasat Aya sudah memberi perasaan jika itu adalah Dipta yang sama, yang datang dari masa lalunya. Tapi, dengan tenang, Tama memberikan tepukan halus pada bahunya, agar dirinya kuat untuk menghadapi itu.
Aya bisa menyingkirkan firasat buruknya. "Halo ..." sapa Aya dengan suara lembut.
Dipta membalikan badannya dengan senyuman sumringah, membuat kedua mata lelaki itu menjadi sedikit lebih sipit, aura bahagia terpancar sangat terlihat jelas. "Halo! Salam kenal. Saya, Dipta." Dipta menjulurkan tangannya.
Deg.
Senyum Aya menghilang, matanya memanas, jantungnya berdegup kencang. Panas dingin mulai menyerang tubuhnya, trauma itu kembali. Sekujur tubuhnya terasa sangat lemas, cairan bening yang dia tahan, kini sudah mengalir tanpa terkendalikan.
Aya menatap dalam mata Dipta, rasa rindu bercampur rasa bersalah menjadi satu, ingin memeluk tapi bak ada pedang panjang yang menusuknya, gadis itu akan merasakan sakit jika dia memeluk Dipta.
Aya tidak bisa berkutik di depan Dipta yang tengah menatapnya heran. Tidak mau lebih lama berada di sana, ia memutar balikan badannya untuk segera pergi. Sebelum Aya meninggalkan kedua lelaki itu, dirinya berdiri di depan Tama, lalu menampar Tama dengan keras.
Plak!
Suara tamparan memenuhi ruangan yang sepi, begitu nyaring. "Nggak usah nampakin diri di depan gue lagi!" tegasnya, dan akhirnya meninggalkan Dipta, dan Tama.
Tidak perlu ditanyakan lagi, Tama sudah tau alasan kenapa Aya seperti ini. Tamparan tadi, masih kurang untuk Tama yang sudah membuka kembali trauma Aya, andai Tama lebih dulu mencari tau siapa itu Dipta, mungkin ini tidak akan terjadi.
Dipta hanya bisa diam dengan seribu tanda tanya di kepalanya, tatapan Dipta seakan-akan menyuruh Tama untuk menjawab, ada apa sebenarnya?
"Bang, Aya nggak suka sama gue, ya? Tapi kenapa?" tanya Dipta.
"Lo balik dulu, untuk selanjutnya nanti gue kabarin lagi." jawab Tama. "By the way, Sorry, udah ngerusak suasana hati lo, dan bikin lo bingung." lanjut Tama, lalu menepuk bahu Dipta pelan.
Setelah Tama pergi, Dipta kembali duduk dengan nafas yang berat. Bukan hanya bingung dengan sifat Aya yang tiba-tiba seperti itu, Dipta juga sangat bingung karena deadline dia untuk mencari model, hanya tinggal satu hari lagi. Masih banyak model yang lain, tapi tekadnya sudah bulat, untuk menjadikan Aya sebagai modelnya sangat tinggi. Jadi apapun yang terjadi, Dipta hanya mau Aya yang menjadi modelnya.
Dering ponsel Dipta, sedaritadi berbunyi. Mahesa, nama yang muncul di layar ponselnya. Bosnya itu menghubungi, untuk mendengar kabar darinya, tapi Dipta belum mau mengangkat panggilan tersebut. Dipta masih merenungkan hal yang terjadi hari ini.
"Gue udah tau dari Tama, ketemu di kantin kantor, biar gue bantu cari solusinya." satu pesan dari Mahesa yang dibaca oleh Dipta.
Dia lupa jika Mahesa berteman baik dengan Tama, jadi pasti lelaki itu sudah terlebih dahulu memberi kabar pada Mahesa. Dia bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah parkir mobil. Melajukan mobilnya dengan kecepatan yang rendah, karna dia takut terjadi hal yang bahaya jika ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi, dan fikiran yang berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ballerina [On Going]
RomanceAthaya Renita Putri atau dengan nama panggung Aya, ia merupakan seorang Ballerina terkenal. Mempunyai sisi kelam yang tidak diketahui oleh siapapun. Sifatnya yang ceria dan ramah, seketika berubah ketika mengenal lelaki bernama, Radengga Laksamana S...