11

147 47 188
                                    

Annyeong, everyone!! Balik lagi dengan author cherry!

Oh, kali ini. Cherry gak sendirian loh. Cherry ada project duet sama author Pizza! Ini salah satu cerita yang kita buat.

Mari kita persembahkan, author kita! realpacarsatya

Ini project sesama Carat. Carat merupakan salah satu fandom Kpop yang sangat terkenal.

Semoga kalian suka, dan jangan lupa tinggalin jejak dan kasih komen ya!!

Cerita ini, update setiap hari rabu. Mengikuti jadwal 'Gose/Going Seventeen.'

🍒🍕🍒🍕🍒🍕

Maka yang perlu kamu lakukan adalah, istirahat, bukan berhenti.

🍒🍕🍒🍕🍒🍕

Aya memandangi dirinya di depan cermin besar, tangannya meraba wajahnya yang mendekati kata sempurna. Air matanya kembali mengalir saat mengingat, bagaimana dirinya dulu. Ini bukan tentang fisiknya, tapi memang belum seharusnya dia umbar. Hal yang begitu sensitif.

"Akhhh!" teriak Aya, ia segera menghubungi Tama, hanya lelaki itu yang bisa menenangkan dirinya saat ini.

Aya duduk di tepi kasur, lagi-lagi ia terus memandangi dirinya dari pantulan cermin. Air matanya tidak bisa berhenti, ia takut jika semuanya akan hancur begitu saja, dadanya sangat sesak mengingat bagaimana Dipta membentaknya kemarin.

Ting-tong!

Suara bel dari pintu rumahnya terdengar, dengan cepat Aya menghapus air matanya, lalu bergumam pelan. "Tumben banget Kak Tama cepet?"

Dari langkahnya saja sudah bisa dipastikan, jika Aya sangat senang Tama datang lebih cepat dari biasanya. "Wuih, tumben banget lo cep--" Aya terdiam, raut wajahnya berubah seketika, jantungnya berdegup kencang, matanya memanas.

Tuhan, apa lagi ini? batin Aya.

"Halo anak Papa, gimana kabar kamu? Karir kamu berjalan lancar, 'kan?" sapa lelaki dengan postur tubuh tegap itu, bergantian dengan wanita yang masih terlihat cantik diusianya sekarang ini.

"Surprise! Kamu kaget nggak? Kita sengaja pulang, nggak bilang dulu sama kamu," ucapnya seraya memeluk Aya.

Aya bergeming, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Sebelumnya, ayo masuk dulu."

Setelah mengikuti perintah anak semata wayangnya, kedua orang tua Aya duduk dengan santai di sofa rumah yang sudah tersedia. Ia menarik nafas sangat panjang, kepalanya tiba-tiba merasa pening.

"Ngapain kalian pulang?" tanya Aya, dengan ketus. Pertanyaan itu sontak mendapat tatapan sinis dari kedua orang tuanya.

"Kamu dari dulu nggak pernah berubah ya, Aya! Masih aja gak punya sopan santun sama orang tua!" tegur Agung, yang tak lain adalah papa dari Aya.

"Ck. Kalian juga nggak pernah berubah, selalu aja bikin Aya gak nyaman!" jawab Aya, tidak mau kalah.

"Udah. Kita pulang bukan untuk ribut kaya gini, Pa." Sinta mulai membuka mulutnya. Ya benar, Sinta adalah ibu Aya.

The Ballerina [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang