10

156 46 309
                                    

Annyeong, everyone!! Balik lagi dengan author cherry!

Oh, kali ini. Cherry gak sendirian loh. Cherry ada project duet sama author Pizza! Ini salah satu cerita yang kita buat.

Mari kita persembahkan, author kita! realpacarsatya

Ini project sesama Carat. Carat merupakan salah satu fandom Kpop yang sangat terkenal.

Semoga kalian suka, dan jangan lupa tinggalin jejak dan kasih komen ya!!

Cerita ini, update setiap hari rabu. Mengikuti jadwal 'Gose/Going Seventeen.'

🍒🍕🍒🍕🍒🍕

"Teruntuk masa lalu, berhentilah menepuk punggungku. Aku tidak ingin melihat ke belakang." - Dipta.

🍕🍒🍕🍒🍕🍒

Athaya Renita Putri, atau yang kerap kali disapa, Aya. Ia berulang kali mengecek figur dirinya di depan pantulan cermin, beberapa kali memutar tubuhnya, untuk melihat punggung mulusnya yang sangat terekspos dengan jelas dibalutan gaun hitam selutut yang Dipta belikan untuknya.

Matanya yang sejak tadi sibuk menatap bayangan di cermin, tak sengaja bersitatap dengan tatapan hangat milik Dipta. Lelaki itu memperhatikannya dari ambang pintu, ia terlihat enggan untuk masuk ke dalam ruangan yang sedang Aya gunakan.

Jika menilik lebih dalam, tatapan yang diberikan Dipta, begitu intens. Lelaki itu juga tak banyak berkomentar seperti biasanya.

Aya yang diperhatikan seperti itu, seketika salah tingkah. Ia berbalik, lalu menatap balik Dipta. "L-loh? Ng-ngapain di situ?"

"Belum beres siap-siapnya?" bukannya menjawab, Dipta malah balik bertanya.

Aya menutupi rona merah di pipinya, dengan menunduk. "O-oh, la-lagian k-kenapa nggak ngasih t-tau kalo ada pemotretan? Maksudnya, pemotrerannya sepagi ini," tanyanya, lalu ia mengendalikan deru nafas gugupnya. "Terus, kenapa juga punggungnya harus terbuka gini, sih?! Inget ya, gue jadi model ballerina lo, bukan buat jadi majalah pelacur lo."

Dipta hanya merespon dengan terseyum.

"Gue tutupin pake cardi, ya?" usul Aya.

"Kenapa harus ditutupin?" tanya Dipta, dengan nada datar. Hal itu membuat Aya, sontak menatapnya.

"Eh?" beonya. "Gue kaya sundar bolong, tau!"

"Kita pemotretan di ruangan tertutup gitu, kali ini lo nggak harus tunjukin gerakan balet. Cukup tunjukin karisma lo aja," lanjut Dipta. "Dan, lo cantik."

"Buat apa?" tanyanya.

"Ini buat sampul majalah," jawabnya dengan cepat.

"Mana Kak Tama, nggak bisa dampingin lagi." Aya mulai mengeluh. Tama tidak bisa ikut dengannya, dikarenakan ia harus berjaga untuk merawat ibunya yang tengah dirawat.

"Biar gue yang jagain lo, selama Bang Tama nggak ada."

Ucapan dari Dipta, membuat Aya tak bisa berkutik. Kenangan itu, kembali membuat ia semakin merindukan sosok di hadapannya ini. Namun ia harus bisa bersikap profesional, toh dirinya bukan baru terjun di industri ini, sudah lama juga.

Ayo, Aya! Lo pasti bisa! Aya membatin.

Bagian terindah dari seorang Aya adalah, sepasang matanya. Bisa dibilang, mata cantik itu, adalah sarana Aya untuk memikat sekitarnya. Begitu tajam, tapi juga teduh. Dan tiap menatap begitu lekat, hingga rasanya tak ingin berlama-lama terkunci dalam pandangannya. Belum lagi, ekspresinya yang bisa berubah per-sekian detik, membuat Dipta lagi-lagi tersenyum.

The Ballerina [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang