15. Kembali.

96 14 2
                                    

__________[17]

Hawa yang dingin dengan pancaran roshan dari arah barat. Suasana yang indah namun juga hampa.

Tampak seorang gadis kecil duduk di ujung tebing. Kakinya menjuntai ke arah bawah tebing. Dengan tatapan kosong, ia pandang birunya deretan gunung dibawahnya.

illustration :

"Apa yang kau lakukan disini?" Suara seseorang terdengar dari belakangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa yang kau lakukan disini?" Suara seseorang terdengar dari belakangnya.

"Aku sedang membayangkan," balasnya tanpa mengalihkan pandangannya, kakinya ia ayun-ayunkan.

"Membayangkan?" Kini suara iku tepat berdiri di belakangnya. Seorang pria dengan rambut belah tengah dan kemeja dokter khasnya, menatap pemandangan di depannya.

"Bagaimana ya.. jika aku loncat dari sini? Entah kenapa, setiap melihat atau berada di tempat tinggi.. aku selalu membayangkan rasanya melompat dari tempat itu. Atau.. saat berada di tempat yang berkemungkinan terjadi kecelakaan aku selalu ingin melakukannya," jelas gadis itu dengan tatapan kosongnya.

"Sinting," sarkas pria itu.

"Emang," dengan santai gadis itu menanggapi ehekan itu.

Mereka adalah Lee Yoona dan Park Jinyoung. Setelah berlatih tadi, Yoona tiba-tiba menghilang. Ia teringat tempat yang selalu Yoona datangi setiap menenangkan diri sejak mereka tinggal di lereng gunung itu.

"Ayah.. apa aku salah karena sudah lahir? 'Dia' bilang seharusnya aku tidak lahir saja, karena aku ibu jadi sakit-sakitan. Bahkan karena menolongku, ibu harus meregangkan nyawa."

Inilah sisi Yoona yang hanya ia perlihatkan pada orang-orang tertentu, orang yang berharga untuknya sekaligus orang yang ia percaya.

Di kehidupannya dulu, semua orang menyalakannya. Bahkan apa yang tidak ia lakukan, ia juga yang ikut mendapatkan imbasnya. Selalu di nomor belakangkan, membuat Yoona hanya bisa mengalah.

Walaupun ia terlihat selalu tersenyum, tapi nyatanya ada luka yang berusaha ia tutup rapat agar tidak ada seorangpun yang tahu. Meskipun begitu, ada juga orang-orang baik yang mau mengajaknya berbicara dan berteman, walaupun tidak selamanya.

Beruntungnya di kehidupan keduanya kali ini, di kesempatan barunya ini. Ia bertemu orang-orang yang rela berkorban untuknya, orang yang mau mendengar caritanya, juga orang yang bisa memahami keadaannya.

Ingin sekali ia berteriak, mengatakan bahwa ia tidak baik-baik saja. Ia juga manusia, ia punya hati, tidakkah mereka mengerti itu? Ia ingin mengeluarkan segala masalah yang berkecamuk di kepalanya.

Yoona hanya menginginkan perhatian dan kasih sayang? Apakah memang ia tidak pantas mendapatkan itu semua?

Sesekali Yoona ingin egois. Tapi ia tahu, bukannya dikasihi malah ia akan dicaci. Tidakkah ada tempat untuknya?

Ingin sekali ia akhiri ini semua. Dan akhirnya do'a terkabul. Ia mati ditangan orang yang berstatus ayahnya sendiri. Miris sekali.

"Aku selalu iri saat melihat anak-anak seumuranku bercanda dan tertawa bersama keluarganya. Mereka tampak sangat bahagia. Mengadu pada ibu, dan disemangati oleh ayah. Terdengar begitu indah bukan?" ucap Yoona kala senyum miris terbit di bibirnya.

Pria itu, Jinyoung, hanya mendengarkan semua kata-kata yang akan Yoona katakan. Ia tahu, yang dibutuhkan oleh gadis di depannya ini hanyalah seorang pendengar yang baik.

"Padahal kan, aku juga ingin. Tapi aku tahu.. itu sangatlah mustahil. Jika tidak bisa menjadi bagian dari keluarga, aku ingin menjadi burung saja. Karena dia bisa bebas pergi kemanapun yang ia inginkan. Tanpa takut sayapnya patah, ia tetap terbang tinggi." Kini pandangan Yoona teralihkan ke arah langit. Terlihat beberapa burung yang terbang dwngan bebasnya.

"Atau.. seperti ikan yang tidak takut tenggelam walau berenang sedalam apapun itu. Karena ia sudah terbiasa dengan suasana laut yang dalam dan gelap, ia telah berteman dengan air, yang membuatnya tidak takut apapun kecuali para pemangsa." Pandangan Yoona kembali turun ke bawah.

"Jika aku terluka, apa mereka akan kawatir? Atau.. biasa saja? Aku takut. Tapi aku juga ingin tahu. Bagaimana jika kita buktikan saja." Yoona memandang Jinyoung yang berada di belakangnya dengan senyum sendu.

"Jangan gila. Sebelum kau bisa lompat, aku sudah lebih dulu menarikmu. Bukan hanya sekarang, aku pasti akan menggagalkan semua aksi gilamu itu," ucap Jinyoung.

"Aku tidak segila itu. Tapi siapa yang tahu kedepannya. Atau mungkin, malah kau yang berniat mencelakaiku, tidak ada yang tahu juga, kan? Jika bukan karena luka dan keadaan, mungkin juga waktu, kan? Tidak ada yang tahu," ucap Yoona.

"Ayah tahu? Kenapa aku memilih tempat ini untuk menenangkan diri?" tanya Yoona tiba-tiba.

"Tidak." jawab Jinyoung singkat.

"Karena aku berharap, setiap hembusan angin akan membawa pergi masalah dan beban dari hidupku," ucap Yoona. Ia rentangkan kedua lengannya, menikmati hembusan angin yang semakin lama semakin kuat.

"Anginnya semakin kencang, ayo pulang. Tinggal beberapa minggu lagi latihan kita sudah selesai. Persiapkan dirimu lebih baik lagi," ucap Jinyoung. Ia berlalu dari sana dengan kedua tangan yang ia sampirkan disaku celananya.

"Capek.." lirih Yoona sebelum ia berlalu dari sana.

___________

Rambut yang dulu hanya sebatas punggung, kini telah tumbuh memanjang sampai bawah lutut.

Selama dua tahun juga, wajah dan fisik Yoona menjadi sedikit berubah. Wajah yang dulu terlihat imut, kini berubah menjadi sedikit lebih tegas. Terlihat juga beberapa bekas luka yang berada di tangan dan kakinya.

Kemarin adalah hari terakhir Yoona berlatih bersama Jinyoung. Dan hari ini mereka harus berpisah.

"Kau tidak langsung pulang?" tanya Jinyoung.

"Aku akan pergi sebentar," kata Yoona, menganggukkan kepalanya.

"Baiklah. Hati-hati Yoona." Senyum teduh dengan tatapan lembut itulah yang selalu menemani Yoona selama dua tahun terakhir. Meskipun hanya kata-kata singkat yang sering terucap, tapi tersirat rasa kasih dan sayang yang selama ini Yoona inginkan. Karena itu jugalah ia memanggil Jinyoung dengan panggilan 'Ayah' walau bukan dengan bahasa Korea. Cukup Jinyoung dan Yoona saja yang tahu.

___________

Senyum indah terpatri di labium milik Yoona saat rasa rindu menyeruak di hatinya. Ia tatap ointu kost didepannya. Tak ingin terlalu lama di luar, segera ia buka dan masuk ke dalam.

Tidak ada yang berubah. Rapi dan wangi. Untuk seorang remaja seukuran Jihoon, rumahnya dapat dikategorikan sebagai tempat yang rapi. Juga bau khas yang sangat Yoona rindukan menyeruak masuk indra penciumannya.

"Waktunya kejutan," ucap Yoona.











Note:

Sorry banget, updatenya telat🙇🏻‍♀️🙏🏻. Soalnya hari ini sibuk banget..

ILAC || ILove a CriminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang