41. Nestapa

66 11 1
                                    

Langit kali ini cukup menghibur dirinya setelah banyak masalah yang bermunculan secara terus-menerus, sorot lampu jalan yang tidak terlalu terang menjadikan suasana malam terasa damai.

Melody menarik napasnya kemudian menghembuskan dengan panjang. Suasana pusat kota yang masih ramai, karena esok adalah hari libur. Membuat suasana pada sisi jalanan cukup ramai dengan pejalan kaki.

Melody hanya menatap pada gedung-gedung tinggi dan lampu rumah yang menyala. Diatas sini ia bisa melihat betapa cantiknya pusat kota saat malam hari, pembatas pada jembatan yang terbuat dari besi itu semakin mendingin, membuat telapak tangan Melody merasakannya.

Sudah sekitar dua puluh menit ia berdiam diri, tidak ada kata yang bisa ia ucapkan untuk menjawab semua pertanyaan teman disampingnya.

"... Jangan sampai lo menyesal Mel, gue gak tahu masalah sebenarnya apa? Jangan buat hidup lo tersiksa lagi Mel." Ujarnya.

"Besok keputusan sekolah untuk kasus lo itu kan? Kalo lo butuh temen, gue ada. Gue akan tunggu lo di depan pintu sampai pihak sekolah memutuskan skors lo." Ucapnya ditengah Melody yang masih berdiam diri.

Melody menoleh dan tersenyum. "Makasih Erick, lo selalu nemenin gue." Ucap Melody, kemudian ia memperhatikan terowongan jauh di samping Erick.

Lucu pikir Melody, kali ini ia berdiri ditempat yang dulu pernah menjadi pertemuan kedua Melody dengan Laut. Namun kini, ia berada di tempat yang sama dengan orang yang berbeda.

Erick mengusak poni milik Melody pelan. "Bus udah datang." Katanya.

"Gue pulang dulu ya." Pamit Melody, yang di jawab anggukan oleh Erick.

Melody memasuki bus dengan tanpa menoleh lagi pada Erick. Ia mendudukkan dirinya dengan wajah yang lelah.

Sesungguhnya hari-hari yang dijalani Melody terasa berat, ia merasa lemah atas dirinya.

Tidak ada yang berjalan baik harinya, yang ada hanya sesak yang ia dapatkan setiap harinya.

***

"Kami sudah memutuskan hukuman apa yang akan diberikan pada kamu atas berita yang sudah beredar."

Pagi ini Melody duduk diantara para petinggi di sekolahnya, ia di kelilingi oleh orang-orang yang menatapnya seperti manusia yang benar-benar tidak layak hidup di bumi ini.

Melody menundukkan kepalanya, tidak berani melihat atau pun menatap orang-orang ini. Ia benar-benar sendiri, Melody butuh pegangan untuk menopangnya.

Diluar ada Erick yang berdiri cemas dengan keputusan pihak sekolah.

Krett!

Buru-buru Erick menoleh saat pintu itu terbuka.

"Gimana?" Tanya Erick.

Melody menggeleng.

"Mel?" Panggil Erick.

Melody mengangkat wajahnya, netranya tiba-tiba fokus ada satu titik di belakang Erick.

Melody sudah benar-benar menyerah pada keadaan dan hidupnya. Sesakit ini kah? Ini sangat menyakitkan untuknya, seperti diterjunkan kedalam jurang yang curam dua kali.

Matanya berkaca-kaca menahan airmata nya agar tidak terjatuh.

"Gue kira gak akan sesakit ini..." Katanya, airmata yang ditahan kini terjatuh tanpa permisi.

Laut Kasih | Mark Lee [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang