07. Ancaman Jesselyn

1.3K 30 0
                                    

Grace dan Bryan melewati hari-hari mereka seperti biasa. Setelah insiden ciuman itu memang ada rasa canggung setelahnya. Namun mereka kembali seperti tidak terjadi apa-apa.

Ciuman pertama memang berkesan untuk sebagian orang. Hal itu juga yang dirasakan oleh Grace dan Bryan. Terlebih mereka bersahabat sejak kecil.

Seperti hari hari biasanya juga, Grace dan Bryan berangkat kuliah bersama jika mereka memiliki jadwal yang sama.

Dan mungkin ini adalah hari yang sial untuk Bryan, karena hari ini Jesselyn sudah menunggunya di parkiran fakultas.

"Hai, Bryan!" sapa Jesselyn.

"Lo ngapain disini?" tanyanya.

"Nungguin kamu. Aku udah lama nggak lihat kamu ke kantin. Kamu ngehindarin aku?" ujar Jessie beruntun.

"Ngapain gue ngehindarin lo? Kurang kerjaan banget." sahut Bryan kemudian memarkirkan motornya dab segera pergi dari sana. Telinganya sudah sakit mendengar suara Jessie yang terdengar manja.

"Ih, Bryan tunggu!" teriak Jessie sembari mengejar langkah Bryan yang sudah berjalan cukup jauh di depannya.

Jessie kesulitan menyamakan langkah kakinya dengan langkah Bryan karena kaki laki-laki itu panjang dan langkahnya lebar. Kaki mungilnya sulit untuk menyamai langkah Bryan.

"Ih, kamu cepet banget sih jalannya." ujar Jessie dengan sedikit berlari.

"Lo bisa nggak, jangan ganggu gue? Gue bener-bener nggak tertarik sama lo asal lo tau!" sentak Bryan yang menatap netra Jessie dengan tatapan garangnya.

"Kenapa? Apa karena Grace? Apa bagusnya Grace buat kamu? Aku lebih baik dari Grace, Bryan!" teriak Jessie.

Suasana koridor saat ini sedang ramai, maka tak heran kalau pertengkaran mereka dilihat semua orang.

Melihat itu Bryan makin muak, emosinya terpancing saat ini. Ayolah, Bryan bukan tipe orang penyabar. Dia tidak suka didekati dengan cara murahan seperti ini.

Bryan meraih lengan Jessie dan membawanya ke halaman belakang gedung. Tempat ini cukup sepi karena mungkin mereka enggan untuk datang kemari dan tempatnya juga cukup jauh.

"Lo tau, kenapa gue nggak suka sama lo?" tanya Bryan setelah sampai di bawah pohon besar yang cukup rindang.

"Kenapa? Apa yang buat kamu nggak tertarik sama aku?!" teriak Jessie.

"Karena lo murahan! Lo pikir gue bakal tertarik sama cewe murah kaya lo? Buang jauh-jauh mimpi lo!" sentak Jessie.

Jessie terkejut bukan main mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut Bryan.

Seumur hidupnya, ia belum pernah ditolak seperti ini. Apapun yang ia inginkan akan ia dapatkan. Tapi apa sekarang? Bryan meneriakinya murahan? Jessie tidak bisa menerima perlakuan Bryan padanya.

"Jadi kamu nggak akan tertarik sama aku?" tanya Jessie yang saat ini sudah menatap nyalang ke arah Bryan.

"Kamu nggak tau siapa aku, Bryan. Aku selalu dapetin apa yang aku mau. Kamu liat aja apa yang bakal aku lakuin ke kamu. Aku bakal bikin kamu bertekuk lutut sama aku!" peringat Jessie seraya mengacungkan jari telunjuknya ke arah Bryan.

"Gue? Bertekuk lutut sama lo? It will only happen in your dream, bitch!" tekan Bryan.

"Jangan terlalu sombong, Bryan. Kita liat aja nanti!" tukas Jessie yang kemudian pergi dari tempat itu dan meninggalkan Bryan seorang diri.

"Cewe gila!" gumam Bryan sembari mengepalkan kedua tangannya.

••••

Bryan tidak bisa fokus setelah kejadian hari ini. Ia tak bisa mengabaikan begitu saja ancaman Jessie. Entah apa yang akan dilakukan perempuan gila itu kedepannya. Ia benar-benar tidak bisa menebak isi pikiran perempuan itu.

Saat ini Bryan sedang berkumpul bersama kedua temannya di rumah Matteo untuk sekadar menghilangkan pikirannya dari perkataan Jessie. Namun ia tak bisa. Ia malah semakin kepikiran dengan ancaman Jessie tadi siang.

Ia takut kalau Jessie akan bertindak nekat dan melukai Grace. Ia tak mau Grace terkena imbasnya karena masalahnya dengan Jessie.

"Woi. Diem aja lu dari tadi." ujar Matteo yang telah memperhatikan Bryan sedari tadi. Wajah Bryan tampak lesu dan terlihat seperti banyak pikiran.

"Lo mikirin masalah tadi siang?" timpal Alaric.

"Gue bingung." ucap Bryan membuka topik.

"Bingung kenapa?" tanya Alaric.

"Tadi cewe gila itu bilang bakal ngelakuin sesuatu ke gue. Gue liat dia kaya udah terobsesi banget sama gue." paparnya.

"Yaelah, omongan orang patah hati mah nggak usah didengerin. Suka ngelantur soalnya." ujar Matteo menimpali.

"Justru omongan orang yang lagi patah hati itu yang harus diwaspadain. Apa lagi ini udah masuk ke tahap obsesi." timpal Alaric.

"Gue takutnya kalo targetnya dia itu malah Grace, bukan gue. Lo pada pasti tau kan, dia selalu bawa-bawa nama Grace." jujur Bryan lebih khawatir kalau Grace yang terkena imbasnya.

"Masuk akal sih. Dia kan keliatan benci banget tuh sama Grace." tukas Matteo.

"Terus sekarang lo maunya gimana? Lo juga nggak mungkin ada di sampingnya Grace 24/7. Lo punya kesibukan dia juga punya kesibukan sendiri." tanya Alaric.

"Gue lebih khawatir karena Grace sering di rumah sendirian." ujar Bryan yang sekarang tampak gusar.

"Mending jadian aja nggak sih kalian berdua? Pusing gue liat drama kalian." Matteo benar-benar pusing melihat tingkah temannya ini. Tak mungkin 'kan kalau temannya yang satu ini tidak memiliki perasaan apapun untuk Grace? Sedangkan saat ini wajahnya tampak gusar memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada Grace.

"Tapi gue setuju sih sama Matteo. Kalo lo jadian sama Grace kan, otomatis lo punya alasan buat deket dia terus tanpa bikin Grace curiga kalo sebenernya lo mau jagain dia." papar Alaric memberi saran.

"Ada cara lain nggak selain gue harus jadian sama dia? Gue sahabatan sama dia udah lama dan kalian tau sendiri." sahut Bryan.

"Halah, persetan sama persahabatan kalian." timpal Matteo yang sudah muak mendengar kata-kata 'persahabatan' yang selalu diucapkan Bryan.

~••••~

Halo, maaf ya kalo ceritanya nggak jelas atau kalian kurang suka. Buat yang nggak suka nggak usah dilanjutin ya bacanya.

Mohon tandai typo...

GRACIANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang