16. Menginap

1.9K 43 3
                                    

Senja perlahan mulai menghilang dan digantikan dengan hamparan langit malam yang cukup indah, karena malam ini langit dihiasi bintang-bintang yang bersinar cukup terang.

Malam ini, di sebuah rumah mewah bernuansa modern itu terisi oleh keluarga kecil yang harmonis sedang melangsungkan acara makan malam keluarga.

Ya, seperti permintaan Bryan ditelepon tadi yang memintanya untuk makan malam bersama keluarganya, di sinilah Grace berada. Di tengah-tengah kehangatan keluarga kecil Theodore.

Ia cukup merindukan suasana ini. Saat Grace kecil, ia sangat sering makan bersama dengan keluarga ini. Meskipun ia lumayan sering datang kemari, namun momen-momen inilah yang ia rindukan. Momen berkumpul bersama keluarga lengkap.

Karena pekerjaan di kantor orang tua Grace cukup banyak, ia jadi jarang merasakan makan bersama dengan keluarganya. Meskipun begitu orang tua Grace akan berusaha menyempatkan diri untuk makan  bersama dan berbincang ringan.

"Makan yang banyak, Grace. Jangan malu-malu." ujar Evan.

"Grace nggak malu, Papa. Cuma emang Grace udah kenyang." sahut Grace karena sedari tadi ia sudah mencoba semua makanan yang sudah disediakan di atas meja makan.

"Kamu harus makan yang banyak. Biar nggak kelihatan kurus begini, Grace." imbuh Vanya.

"Grace mah mau makan banyak juga bakal segitu segitu aja kali badannya, Ma." ucap Bryan menimpali.

"Grace udah makan banyak tapi badan Grace cuma segini segini aja." Grace memang suka makan, tapi dia lumayan bersyukur karena dikaruniai badan kecil. Jadi ia tidak perlu repot-repot melakukan program diet.

"Malah bagus itu, Grace. Jadi kamu nggak usah capek-capek diet. Tinggal makan yang banyak biar sehat dan bahagia." Evan terkekeh sendiri dengan kata-katanya.

Evan memang tipe pria yang memiliki selera humor yang bagus. Ia akan tertawa karena hal-hal kecil. Ia juga adalah tipe orang yang suka mencairkan suasana.

"Mama dan papa mu kapan pulang, Nak?" tanya Vanya.

"Kemungkinan besok, Ma. Itupun kalau nggak ada kendala."

"Kamu nginep di sini aja ya? Mama malah kepikiran kalau kamu di rumah sendirian." pinta Vanya.

Vanya memang sangat menyayangi Grace seperti anak kandungnya sendiri. Sebenarnya ia sangat menginginkan anak perempuan. Namun apalah daya jika ia dikaruniai dua anak laki-laki.

"Grace nggak apa-apa kok, Ma. Udah biasa juga di rumah sendirian." tolak Grace secara halus.

"Huh, kamu tuh. Selalu aja nggak mau kalo disuruh nginep di sini. Padahal kamu dulu seneng banget kalo suruh tidur di sini." ujar Vanya merajuk.

"Udah lah, Grace. Turuti aja apa kata mama mu." timpal Evan.

"Memangnya kamu mau kalau nanti mama jadi kepikiran? Kasihan loh kalau mama kepikiran." imbuhnya.

Grace menatap Vanya yang saat ini sedang menatap ke arahnya juga dengan tatapan memohon. Grace jadi tidak tega jika harus menolak permintaan Vanya.

Grace menjawab dengan menganggukkan kepalanya dan menyunggingkan senyumnya.
"Iya, Grace nginep disini." putus Grace.

"Nah, gitu dong. Kan mama juga nggak kepikiran kalau kamu di rumah sendiri." sahut Vanya dengan senyum yang mengembang.

"Kak Cia, nanti main robot sama aku ya? Aku punya robot baru loh!" imbuh Archie dengan antusias.

"Katanya kamu ada tugas menggambar, Sayang?" tanya Vanya.

Seolah ingat dengan tugasnya, Archie kemudian menghela napasnya.
"Oh iya. Aku lupa kalo punya tugas." ujar Archie lesu.

"Nanti Kak Cia temenin Archie gambar, ya? Jadi Archie nggak boleh cemberut lagi, oke?" Grace yang memahami perubahan wajah Archie segera memutar otak agar anak itu tidak cemberut lagi.

"Oke, Kak Cia! Kakak memang terbaik." Archie mengembangkan senyumnya dan mengacungkan kedua ibu jarinya untuk Grace.

"Padahal kamu nggak perlu repot-repot nemenin Archie belajar lho, Grace. Nanti biar mama aja yang nemenin Archie." ujar Vanya.

"Pokoknya aku mau sama Kak Cia!" sentak Archie.

"Grace nggak repot kok, Ma. Jadi nggak apa-apa kalo Grace temenin Archie ngerjain tugasnya." sahut Grace memberi pengertian.

"Kayaknya kamu emang beneran cocok jadi adiknya Kak Grace dari pada jadi adiknya abang, Nak." timpal Evan sembari terkekeh melihat kelakuan Archie yang sangat berbeda saat bersama Bryan dan saat bersama Grace.

Archie dan Grace memang sangat dekat. Katanya kalau bersama Grace, Archie tidak pernah diejek seperti ketika ia bersama Bryan. Grace juga sering memberikan makanan kesukaan Archie, ataupun mainan-mainan yang sekiranya cocok untuk anak seusianya. Padahal Bryan juga sering memberikan mainan untuk Archie.

'Dasar adik tidak tau diri.' pikir Bryan menahan kesal pada adik satu-satunya itu.

"Yaudah, nanti habis ini Archie ajak Kak Cia buat ngerjain tugas Archie, ya." pinta Vanya dan langsung diangguki oleh Archie.

"Ngerepotin aja bocil." tukas Bryan.

"Biarin, wle. Orang Kak Cia sendiri kok yang nawarin." sahut Archie sembari menjulurkan lidahnya.

"Tukar tambah adik bisa nggak sih?" Bryan merasa jengkel sendiri dengan adiknya. Ingin rasanya ia menukar tambah adiknya.

"Kalian itu, pasti ada saja yang diributkan. Papa sampe heran sama kalian berdua." ujar Evan seraya menggelengkan kepalanya.

"Sama, Pa. Bryan juga heran bisa punya adik nyebelin kaya dia." timpal Bryan dengan lirikan mata sinisnya menatap sang adik.

"Archie kalo bisa pilih juga lebih milih jadi adiknya Kak Cia tau." sanggah anak itu.

"Sudah sudah. Kalian itu ribut mulu kerjaannya. Nggak pernah akur perasaan." lerai Vanya yang sudah cukup pusing menghadapi keduanya.

Grace yang melihat pemandangan itu hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya.

~••••~

GRACIANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang