Chapter 3

31.2K 2.8K 133
                                    

Pagi hari, Altan bersiap sekolah diantar Maza.

Keduanya duduk di meja makan untuk sarapan. Namun sepertinya ada yang mereka lupakan.

Bahwasannya Agam baru menuruni tangga disaat mereka sudah menghabiskan setengah sarapannya.

"Oh ya, lu udah makan nasi kuning belum buat sarapan?" Tanya Maza.

"Belum kak, nanti belikan buat Altan yah, ditambah cilok sama telul gulung, Altan cuka makanan pinggil jalan yang mulah mulah itu"

Anak orang kaya memang beda, mana pake ngatain jajan murah lagi. Bodo amat. Maza tidak peduli, yang penting dia bisa ikut makan jajanan Altan "Sip, tapi bagi sama kakak ya?"

"Makanan sampah macam apa itu?" Sahut Agam yang datang dari arah belakang mereka. "Dan kamu Altan! Kenapa tidak menunggu daddy?"

"Ups. Maaf Daddy, Altan lupa kalau daddy dilumah" jawab Altan dimana anak itu benar benar tidak mengingat ayahnya sama sekali.

"Dan kamu Maza? Kenapa makan dimeja yang sama dengan Altan?" Ucapnya yang membuat selera makan Maza hilang seketika.

"Altan yang nyuluh dad"

"Tapi kita beda kasta sayang"

'Bangsat' bantin Maza, dia dulu juga pernah kaya walaupun tidak sekaya Agam, tapi apa pernah dia mengatai orang seperti itu? Oh pernah se, pas di SMP Maza kerap membuli 1 temannya yang jelek dan gendut.

"Ya sudah, ayo kak kita makan dilantai" ucap Altan yang membawa piring berisi sandwich itu kemudian duduk dilantai.

"Eh, bocah, duduk dikursi lu" bisik Maza sambil sesekali melirik Agam yang menatap aneh putranya.

"Gak mau! Altan mau kastanya sama kayak kakak cantik"

'Lu bego apa gimana se bocah, lu mau jadi rakyat jelata gitu?' Batin Maza.

"Ya sudah, selesaikan makan kalian dimeja" ucap Agam yang mana ia tidak mau melihat putranya itu makan dilantai.

Akhirnya merekapun selesai sarapan dan Agam mengantar putranya juga Maza kesekolah. Namun Agam malah terlihat seperti sopir keduanya yang sedang asik membicarakan banyak hal dikursi penumpang.

Agam menyatukan kedua alisnya kesal, tapi mau bagaimana lagi, ia sendiri yang ingin mengantar sekolah putranya.

Setelah sampai disekolah, Maza membuka pintu belakang yang langsung dicegah Agam.

"Saya bukan sopir kamu"

"Tarus saya duduk dimana pak?" Tanya Maza.

Agam melempar kinci mobilnya yang langsung Maza tangkap. "Pak?"

"Apa?, kamu gak bisa nyetir mobil?"

"Bisa sih pak, tapi.....?"

"Ya sudah nyetir ya nyetir aja. Apa susahnya?"

"Saya gak bisa nyetir mobil mewah pak, hehe" aneh memang, mobil biasa yang digunakan rakyat menengah kebawah berbeda dengan mobil mobil orang dari kalangan atas yang sudah menggunakan teknologi canggih.

"Alasan! Ya sudah duduk didepan. Bantuin saya dikantor" titahnya kemudian Maza menyerahkan lagi kunci mobil mewah itu pada Agam.

"Iya pak".

Didalam mobil tak ada obrolan sama sekali, Maza sesekali melirik Agam yang sedang fokus menyetir.

Tapi ada rasa penasaran yang Maza pendam perihal ibunya Altan sebenarnya. Daripada mati penasaran Maza memberanikan diri bertanya dengan Agam.

"Oh ya pak, mamanya Altan kemana?"

"Kenapa nanya nanya soal itu?"

"Soalnya saya seperti pernah melihat wajah Altan pak, tapi entah dimana saya tidak ingat"

Agam Semesta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang