18

1.3K 147 15
                                    

Bukan Cyra melainkan Abhie yang pertama kali terjaga ketika mendengar suara bel apartemennya. Tidak langsung bangun, laki-laki itu mengumpulkan kesadarannya terlebih dulu sebelum melihat siapa yang datang.

Enam puluh detik berlalu Abhie meneguk ludahnya, ia sadar siapa yang memeluknya saat ini. Menit kedua semua kejadian beberapa jam lalu tersiar bebas di kepalanya.

Ini bukan waktu tepat untuk menerima tamu, Abhie akan melihatnya tanpa membangunkan Cyra. Perlahan dilepaskan pelukan Cyra, laki-laki itu keluar untuk melihat siapa gerangan yang datang.

Abhie tertegun melihat Sofia, kenapa wanita itu datang ke apartemennya? Ia tidak pernah memberitahu wanita itu kediamannya yang ini.

Karena tidak mungkin membiarkan bunyi bel terus menerus Abhie membuka pintu dan menyaksikan wajah murka calon istrinya.

"Apa ini Mas?" mata Sofia memerah, suaranya tercekat. Gadis itu tidak percaya melihat jejak panas di dada calon suaminya.

Abhie sadar, ia tidak keluar tanpa mengenakan kemejanya, tidak perlu melihat mahakarya Cyra karena tahu itu salah satu yang membuat Sofia marah. Dengan cepat ia masuk ke kamar dan mengenakan kemejanya yang tergeletak di lantai lantas kembali keluar.

"Aku boleh menjelaskan?" tanya Abhie ketika melihat istrinya sudah berada di ruang tamu.

"Mas ingin aku mendengarnya?" Sofia terluka.

"Siapa?"

Air mata Sofia tidak bisa dibendung melihat seorang wanita keluar dari kamar dengan tubuh terbungkus selimut. Tidak perlu mencari, sebuah kissmark tertangkap netra-nya tepat di dada atas sebelah kiri.

Langkah Cyra terhenti melihat dua orang di depannya. Di mana aku?

Sofia mendekat dengan tatapan tajam dan air mata yang tidak bisa tertahankan ia menampar Cyra. Hatinya sakit melihat calon suaminya bermalam dengan wanita itu.

Cyra cukup terkejut dengan tamparan itu tapi ia tidak diam saja, sebuah tamparan keras juga dilayangkan pada Sofia sebagai balasan.

"Kamu tidak berhak menamparku," dingin teguran itu diberikan Cyra pada Sofia.

Abhie menengahi keduanya. "Biar aku jelaskan agar tidak salah paham."

"Apa yang ingin kamu jelaskan Mas, fakta bahwa kamu meniduri adikmu sendiri?"

Abhie terdiam, sakit mendengar fakta tersebut.

"Dan kamu!" Sofia menunjuk Cyra. "Bagaimana bisa kamu merayu kakakmu?!"

Cyra marah pada dirinya, tapi saat ini ia perlu membela diri agar tidak diperlakukan semena oleh Sofia.

"Apa yang membuatmu marah, kebersamaan kami atau pengkhianatan calon suamimu?"

"Cyra!" Abhie menegur Cyra.

"Besok kami menikah, kamu ingin membatalkan pernikahan kami?"

Cyra tersenyum sinis. "Menghabiskan malam dengannya bisa membatalkan pernikahan kalian?"

Sekali lagi Abhie menegur Cyra. "Masuk, bersihkan dirimu kita akan pulang."

"Jalang!"

"Cukup Sofia!" Abhie memarahi kedua wanita itu. "Kita akan bicara, pergilah aku akan menghubungimu."

"Sebutan itu tidakkah lebih pantas untukmu?" sikap Cyra teramat tenang. "Aku bermalam dengan pria lajang diusia-ku yang sudah pantas, bagaimana denganmu? Sudahkah meminta maaf pada istri seseorang, saat itu usia kita belum 17 tahun."

Cyra tidak ingin membalas dengan cara keji seperti ini tapi Sofia yang memaksa jadi sekalian ia tegaskan untuk siapa sebutan jalang pantas disematkan.

"Aku tidak berzina!" Sofia berteriak, ia tidak akan membiarkan Cyra memfitnah-nya di depan Abhie tapi Abhie menarik Cyra ke kamar dan menyuruh wanita itu menunggu telepon darinya.

Pintu kamar ditutup dengan keras, Abhie tidak peduli jika Sofia masih berada di luar.

"Aku tidak akan menikah, jika itu yang membuatmu seperti ini."

Cyra masih tenang menatap pria di depannya, ia tidak perlu bertanya se-panas apa aktifitas mereka beberapa jam lalu karena kancing teratas kemeja Abhie terbuka, Cyra melihat jejak panasnya di dada pria itu. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa Abhie yang berada di sisinya ketika ia sedang mabuk?

"Aku tidak melarang."

Rahang Abhie mengerat. "Apa maksudmu?"

"Hanya karena malam panas kita, Mas ingin membatalkan pernikahan?"

Hanya?

"Mas sudah mengatakan tidak akan datang dan berada di dekatku saat aku mabuk, jadi bisa kita anggap ini yang terakhir kali?"

"Cyra!" Abhie mengeratkan rahangnya.

"Aku pulang untuk menyaksikan pernikahan kalian."

"Lalu kenapa kamu menyentuh minuman itu?"

"Pertanyaan yang sama, kenapa Mas datang saat kondisiku buruk?" tatapan Cyra datar sangat berbeda seperti beberapa jam lalu.

"Kamu mau tahu kondisimu?" Abhie tidak ingin menjebak wanita itu. Sikap Cyra yang memaksanya agar mengatakan hal yang membuatnya penasaran.

"Namaku di setiap desahanmu, tolong artikan untukku. Kamu menatapku dengan tatapan memohon, saat aku membalas kamu tidak bisa mengendalikan diri hingga kita hampir melakukannya."

Cyra tidak tahu jadi ia tidak bisa memberitahu arti dari sikapnya itu karena dalam keadaan sadar tidak mungkin ia melakukannya.

Abhie mendekat, tanpa melepaskan tatapannya dari wanita itu ia menyentuh selimut yang membungkus tubuh Cyra.

"Aku akan membuka pakaianku, dan lihat apakah ada batasan yang kau buat."

Cyra menahan selimut dengan kuat, saat ini ia sepenuhnya sadar.

"Kenapa, kamu cukup percaya diri semalam." Abhie bisa saja menariknya sekarang, tapi ia ingin melihat sejauh mana tekad wanita itu.

"Aku mabuk, bisa saja melakukannya dengan pria manapun." Cyra memberi jawaban yang kurang tepat.

"Dan mendesah namaku saat bersama mereka?"

Wanita itu terdiam, masih bersikap tenang ketika Abhie menyudutkannya.

"Kamu ingin membuatku terlihat brengsek?"

Cyra tidak tersentuh dengan nada luka dalam tanya itu.

"Orangtuamu mendidikku dengan baik, kenapa harus berakhir seperti ini?"

"Kesalahan Mas karena ada di sisiku saat keadaanku tidak baik."

Abhie tertegun. kesalahanku, lalu kamu tidak bersalah?

"Mas pernah mengatakan menyesal ada di sampingku saat itu, lalu kenapa pagi ini kita terbangun dalam kondisi seperti ini?"

Abhie tidak bisa meraba seperti apa wanita yang hampir saja menyerahkan diri seutuhnya beberapa jam lalu, ini bukan kali pertama tapi geloranya masih sama tidak bisakah Cyra merasakan saat kesadarannya pulih?

"Nikahi dia, semuanya akan baik-baik saja."

Abhie tidak percaya, ia tidak menghentikan wanita itu. Berbalik ia keluar dari kamar membiarkan Cyra membersihkan dirinya.

Mungkinkah sepenuhnya salahku, mungkinkan karena aku terlalu mengkhawatirkan kondisinya yang sedang mabuk?

Tatapan Cyra sangat berbeda ketika dirinya mabuk dan saat sadar, Abhie terduduk lemas di sofa ruang tamu. Cyra tidak mengatakan keinginannya untuk hubungan samar mereka sementara Abhie ingin sesuatu yang lebih jelas tapi wanita itu tidak membuka diri.

Apa yang harus kulakukan Tuhan?

******

"Semoga hasilnya segera terlihat." Rere bersiap meninggalkan area parkir apartemen Abhie.

"Semoga," doa yang sama dari Airi.





Balada Cinta Saudara AngkatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang