Bab 8

14 2 0
                                    

"Kau sakit apa hingga tak masuk seminggu?" Tanyaku sambil menatapnya saat kami sudah berada didalam apartemenku dan duduk bersama di sofaku.

"Apa kau mencariku?"

"Jin, mengapa kau selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi?" Tanyaku kesal. Jin menatapku sambil senyum.

"Dan juga, aku tidak memiliki kontak ponselmu sehingga aku tidak bisa menghubungimu. Mengapa kau tidak memberikan nomor ponselmu padaku, Jin?" Tanyaku lagi.

"Aku tidak menggunakan ponsel. Jika kau membutuhkanku atau kau rindu padaku, Kau cukup panggil namaku dan aku akan langsung datang padamu. Seperti biasa." Jelasnya. Apakah yang dimaksud telepati? Mana ada hal seperti itu. Apa mungkin sebenarnya dia memang tidak mau memberikan nomor ponselnya kepadaku. Tapi tak pernah sekalipun aku melihatnya memegang atau menggunakan ponsel.

"Mengenai penyakitku, belakangan ini Aku kehilangan banyak energi, sehingga aku harus kembali ke tempat asalku. Tapi ternyata ini tidak bisa diobati sepenuhnya. Aku harus mendapat energi sebenarnya agar aku bisa benar-benar pulih." Jelasnya lagi.

"Apakah separah itu?" Tanyaku. Jin mengangguk.

"Memang apa energi yang kau maksud ini? Apakah sulit mendapatkannya?" Tanyaku lagi. Lalu kuperhatikan lagi dengan seksama wajahnya. Ternyata saat ini wajahnya lebih pucat dari biasanya. Aku menempelkan tanganku didahinya mencoba mengecek suhu tubuhnya. Ternyata suhu tubuhnya normal. Kutempelkan kedua tanganku dipipinya, suhunya juga normal. Jin terlihat menikmati sentuhanku sambil menatapku lembut.

"Terima kasih, Luna" Katanya membuatku menjadi bingung sambil melepaskan kedua tanganku di pipinya.

"Karena apa?"

"Sudah memberikanku energi yang kubutuhkan" Jawabnya senang.

"Apa maksudmu?" Aku masih belum paham dengan perkataannya.

"Energi yang kubutuhkan adalah sentuhanmu, Luna. Setiap kali kau menyentuhku.. Kau memberikanku energi." Jawabnya lagi sambil menggenggam jemariku.

"Aku masih belum mengerti maksudmu." Jin tidak menjelaskan lebih lanjut hanya meminta satu hal dariku.

"Nanti kau akan mengerti, Luna. Tapi kalau kau melihatku sepucat tadi, tolong sentuh aku." Aku hanya mengangguk meski tidak paham. Tapi memang ketika kuperhatikan lagi wajahnya sudah tidak sepucat sebelumnya bahkan sudah hampir normal. Seperti permainan filter pada foto ponsel menurutku.

"Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu. Besok boleh aku mengantarmu ke tempat kerja?" Tanyanya sebelum beranjak pergi. Aku mengangguk.

"Jin, kenapa kau harus keluar lewat balkon? Nanti orang-orang akan mengira kau sebagai pencuri." Tanyaku saat Jin berjalan menuju balkon. Jin kemudian menghentikan langkahnya dan tersenyum padaku.

"Aku memang pencuri kan? Pencuri hatimu." Jawabnya sambil fly kiss kepadaku kemudian melanjutkan lagi keluar dari balkon. Jin melambai padaku sebelum loncat dari balkon. Aku hanya menggeleng melihat tingkahnya sambil mengunci jendela balkon.

Aku mengganti pakaianku dan bersiap untuk tidur. Saat aku menyingkap selimut yang ada diatas kasurku. Kulihat jaket pink milik Jin masih berada didalamnya. Langsung aku naik ke atas kasurku dan menutupi diriku dan jaket Jin dengan selimut.

"Semoga tadi Jin tidak melihatnya." Kataku kepada diri sendiri sambil malu-malu. Selama seminggu kebelakang karena tidak ada kabar dari Jin, aku mengobati rasa rinduku dengan tidur sambil memeluk jaket Jin dan mencoba mencium aroma tubuhnya dari jaket tersebut yang sebenarnya sudah tidak ada lagi.

"Besok aku akan mengembalikannya karena orangnya sudah kembali" Kataku lagi kepada diriku sendiri sambil tertawa. Tapi malam ini aku biarkan diriku tidur dengan masih memeluk jaket Jin karena dengan begitu aku bisa tidur terlelap.

My Dearest AstronautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang