13. Memories

131 17 1
                                    

VALDI POV

Everybody hurts sometimes
Everybody hurts someday

---

Aku berdiri di atas area persegi panjang dengan jaring melintang di tengahnya ini lagi.

Menghela nafas kasar.
Karna semua sudah hancur berantakan.
Herannya, bukannya menyesal karna sudah menyerah, aku malah menyesal karna membuang waktu terlalu lama untuk mengejar sesuatu yang tidak pantas aku kejar dari dulu.
Harusnya aku menyerah lebih awal.

Tentang prestasi Badminton yang seharusnya tidak pernah menjadi prioritasku.

...

Kalian nggak penasaran kenapa aku pergi ke lapangan Badminton lagi?
Kalau enggak, ya tetep bakal aku jelasin sih. 🙄

Aku tuh punya rencana jangka panjang sama Ayunda.
Jadi sekarang aku harus menyelesaikan semuanya.
Termasuk urusan Gina.

Iya, aku kesini untuk ketemu sama Gina, bukan untuk main Badminton lagi.

Aku chat dia kemarin sore, dan baru dia bales tadi pagi.
Sombong banget seperti biasa. 😒

Dia udah dateng tuh.
Pakai outfit untuk tanding bulu tangkis karna katanya nanti siang dia emang ada pertandingan seleksi untuk turnamen nasional.

Lagaknya udah berasa An Seyoung, palingan juga kalah.
Bukannya mau julid ya. Tapi Gina ini emang nggak sehebat itu guys. Dia bisa ada disini tuh cuma karna orang tua nya. Aku udah muak banget liat gayanya yang se langit.

"Kenapa mau ketemu lagi? Dasar tukang ghosting. Kalau mau pergi, lanjutin aja. Jangan pernah muncul lagi." Ucapnya begitu mendekat ke aku. Tapi suaranya bergetar.

Acting ya?

Dia langsung lempar salah satu raketnya dan aku tangkap dengan sempurna.
Ada perasaan sesak waktu menyentuh raket lagi.

"Kalau menyerah sama gue, jangan menyerah sama Badminton juga dong Val. Asal lo tau aja, sekarang gue udah di cap -tukang bawa sial- sama semua atlet di platnas karna abis jadi alasan Haidar menyerah, lalu gue ulangin juga di elo. Gue jadi musuh semua atlet, padahal mereka nggak tau aja kalau gue nggak pernah sekalipun dengan sengaja buat kalian berdua berhenti. Puas lo udah buat hari-hari gue menderita?"

Lah?
Ya puas sih.
Tapi mending kamu salahin orang tuamu aja sana.
Ngapain protes ke aku?? Sama-sama korban ini. 🙄

Aku taruh asal raket ini di lantai.
Nggak boleh goyah. Aku udah janji sama diriku sendiri, aku nggak akan main Badminton lagi seumur hidupku.

"Gin, gue udah bener-bener berhenti dari dunia Badminton. Gue udah nggak ada semangat lagi. Tapi bukan sepenuhnya karna elo jadi nggak usah merasa bersalah. Dan gue kesini ketemu sama lo sebenernya cuma mau nanya sesuatu biar jelas."

"Ck. Tanya apa?"

"Orang tua lo beneran nggak bakal gangguin gue lagi kan? Kita beneran udah selesai kan?"

Gina menghela nafas lalu mandang aku dengan tatapan yang belum bisa aku artikan.

"Vivaldi, mereka udah cukup malu pernah jodohin kita berdua. Hubungan keluarga gue dan keluarga lo juga udah nggak baik. Lagipula orang tua gue jodohin kita karna bayangan mereka itu lo akan jadi atlet hebat suatu hari nanti dan bisa bawa nama baik untuk keluarga gue juga. Lalu dengan lo yang udah meredup kaya' gini, lo masih punya khayalan bakal sama gue lagi gitu huh? In your dream Val."

Idih. Salah satu penyakit manusia nih, SUKA KEPEDEAN.

"Baguslah. Soalnya gue mau menjalani hubungan serius dengan cewek lain. Jadi gue mohon.. baik elo ataupun keluarga lo, jangan pernah dateng lagi ke hidup gue kedepannya."

"Cewek lain?"

"Iya, hubungan kita berakhir sampai sini ya Gin. Gue nggak akan minta maaf atas apapun, karna gue nggak pernah merasa bersalah." Jawabku.

Mata Gina berkaca-kaca.
Kenapa nih cewek?
Teringat kenangan kita yang nggak seberapa itu kah?

Memang sih, meskipun hubungan kita terkesan formalitas, kita tetap pernah punya momen berdua menjalani hari-hari sebagai pasangan.
Kadang aku bahagia juga kok, walau bukan sebagai dua orang yang saling mencintai. Tapi sekedar temen deket aja.

"Tapi lo udah hancurin hidup gue Val. Lo lupa? Gue kehilangan Haidar karna lo juga kan? Minimal tanggung jawab lah walau nggak bisa sungguh-sungguh."

Haidar lagi, Haidar lagi.
Salah satu yang buat aku muak sama Gina itu karna dia selalu bawa nama Haidar di hubungan kita.
Kaya' yang -Udah mau coba serius, eh nggak jadi deh-.
Males aja.

"Gini deh Gin. Lo tau Andy kan? Lo sama dia aja udah. Dia akan dengan senang hati bertanggung jawab akan perasaan lo."

Gina tarik gelang yang dia pakai, dan manik-maniknya berhamburan di lantai. Sekalian sama kenangannya.

Aku nggak ngeh sama gelang itu daritadi.
Tapi aku jadi tau sekarang.
Gina cuma berusaha meninggikan harga dirinya sejak awal.
Dia nggak bener-bener lupa akan hubungannya sama aku.
Dia bahkan masih pakai gelang itu, gelang yang aku kasih waktu kita lagi liburan ke Jepang setahun yang lalu.

Berharga banget buat kamu ya Gin?
Punyaku aja udah berakhir di tempat sampah. 🥲

Sekelebat bayangan muncul lagi.
Bayangan waktu Steve dan Naya lagi video call lalu Naya terlihat sedang menangis disana.

Okay Steve Okay.
Aku nggak goyah kok.
Aku tetap akan berakhir sama Ayunda, tenang aja.
Lagian Gina ini juga anget-anget tai ayam.
Percaya deh, kalau bentar lagi Haidar kesini, Gina pasti langsung ninggalin aku kok. Liat aja.

'Tep Tep'

Panjang umur. Haidar masuk ke area lapangan.

"Minggir. Lapangannya mau gue pakai sama Wenny."

Ha Ha. Aku bilang juga apa. Gina langsung mendekat ke Haidar.

Mending aku langsung pergi aja.
Tapi sebelum itu aku tendang nih manik-manik gelang Gina yang ada di lantai.

Aku jadi makin yakin,
Pilihan meninggalkan Badminton memang akan selalu menjadi keputusan terbaik yang aku pilih selama aku hidup. 🖕🏻

 🖕🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
IN ANOTHER LIFE [ YUNA x SUNGHOON ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang