Chapter 24 - 💋 The Big 'O' 💋

1.7K 40 0
                                    

Mata Jiana mengerjap perlahan, mengumpulkan cahaya yang masuk ke pupil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Jiana mengerjap perlahan, mengumpulkan cahaya yang masuk ke pupil. Ia menyapukan mata ke sekitar sembari mengumpulkan memori sebelumnya. Beberapa waktu lalu ia sempat berada dalam pelukan Vian cukup lama. Hingga kemudian rasa lelah menguasai diri dan tertidur. 

Meregangkan otot tengkuk setelah bangkit dari tidur membuat tubuh Jiana sedikit rileks. Ia mengayunkan kaki turun dari ranjang dan mendapati dirinya masih mengenakan gaun cream pemberian Vian. 

Mengingat nama pria itu, Jiana celingukan untuk mencari keberadaannya. Ia berjalan keluar kamar sambil memanjangkan leher. Mansion besar Vian terlihat sangat sepi, hanya ada beberapa lampu yang menerangi lukisan yang tergantung di dinding. 

Melihat pintu di ruang kerja Vian terbuka separuh, Jiana berinsiatif untuk masuk. Kepalanya menjulur ke dalam sambil mengedarkan pandangan berkeliling. Bibir Jiana berkerut ketika tidak menjumpai Vian di kursi belakang meja. 

"Kemana dia?" gumam Jiana seraya menegakan tubuh lantas masuk ke dalam ruangan tersebut. 

"Kamu mencariku?" 

Suara berat yang tidak asing itu berhasil membuat Jiana terkesiap. Sontak ia membalikkan tubuh dan mendapati pribadi Vian sedang duduk di sofa. 

"E...." Mendadak lidah Jiana menjadi kaku untuk menjawab pertanyaan Vian.

"A e a e, kamu gagap sekarang?" ujar Vian sambil mematikan ipad dan meletakkannya di nakas samping sofa. 

"Enggak. Tadi kebangun, terus sedikit takut karena nggak ada orang," jawab Jiana asal. "Kamu susah tidur lagi?" 

"Nggak juga, hanya ada beberapa laporan yang harus diselesaikan." 

"Oh, aku pikir masih sulit tidur," ucap Jiana. 

Vian memerhatikan gestur Jiana yang sedari tadi terlihat gelisah. Berulang kali wanita itu menggaruk belakang kepala sambil menggosokkan kaki satu sama lain. 

"Gimana keadaan kamu?"

"A-aku sudah lebih baik. Hanya masih penasaran dengan wanita itu." Jiana menambahkan.

"Aku sudah minta Tino untuk mencari tahu pemesan kamar itu," ujar Vian seraya menggaruk dagunya yang tidak gatal. Mata Vian yang sedari tadi mengamati lekuk tubuh Jiana bak gitar Spanyol itu, lantas berpindah ke wajahnya. "Mungkin wanita itu ada hubungannya dengan masa lalumu."

"Mungkin," respon Jiana dengan suara lemas. 

Vian masih memerhatikan paras Jiana sambil menopang dagu di tangan sofa. "Selama ini kamu tidak mencoba cari tahu siapa wanita yang menggantung itu?"

"Tidak." Gelengan kepala diberikan Jiana untuk menegaskan jawabannya. "Aku takut."

"Takut?" tanya Vian diikuti alis yang menukik ke atas.

"Aku takut jadi membenci ibu setelah tahu semuanya," jawab Jiana sambil menghela napas kasar. "Hah, semoga tidak ada kejadian seperti ini lagi."

Vian tidak lagi menanggapi ucapan Jiana, sebab matanya sibuk memeta setiap lekuk tubuh wanita itu. Leher jenjang terekspos diikuti tulang selangka yang menonjol seksi. Belahan gaun yang cukup rendah, memamerkan lipatan sepasang gundukan padat dada Jiana. Mata Vian terus menelusuri ke bawah.

Touch Me Slowly, Mr. BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang