Chapter 28 - 💋The truth untold💋

732 48 2
                                    

Mata Jiana memejam perlahan ketika hangat bibir Vian mengulum disisipi hisapan yang semakin menguat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Jiana memejam perlahan ketika hangat bibir Vian mengulum disisipi hisapan yang semakin menguat. Tangan kekar Vian ikut merangkum wajah Jiana, mencari posisi ternyaman untuk memagut bibir merah jambu dengan tambahan rasa es krim vanila itu. 

Bibir mereka saling beradu diikuti belitan lidah yang menari indah di dalam sana. Bulu kuduk Jiana yang meremang semakin tegak karena tiupan angin malam yang terasa mencubit kulit. Jantungnya kian bergemuruh menemani hasrat yang berbaur dalam lumatan basah penuh gairah. 

Kecupan Vian yang semakin membabi buta dibalas oleh Jiana dengan sepenuh hati. Pun relung hati Vian teraa mendesir ketika lembut bibir Jiana menyapu bibirnya. Seperti aa raa aneh yang tiba-tiba menggulung liar di hati Vian. Ciuman ini bukan sekedar nafsu belaka. 

Jemari Jiana yang semula mengalung di leher Vian kini berpindah pada kancing kemeja dan bersiap untuk melucutinya. Hasrat yang semakin pekat membuat Jiana tidak peduli dengan sekitar. Masa bodoh jika harus bercinta di dalam mobil. Sekarang ia hanya ingin dihenta oleh Vian. Mencapai the big ‘O’ dengan kenikmatan di luar nalar. Well, harus diakui jika Jiana ketagihan akan ha tersebut. 

Tarian bibir mereka tiba-tiba terhenti ketika Vian menunduk sambil mengatur napasnya yang terengah. Jiana ikut menunduk, mengamati tubuh bagian bawah yang masih terbungkus busana. 

Di luar dugaan, Vian kembali ke kursinya tanpa menjamah tubuh Jiana. Ia membuang muka lalu membuat Jiana berada di situasi yang canggung. 

Wajah Jiana mendadak tegang tanpa mengubah posisi sedikitpun. Ia hanya memandang Vian dan menunggu perintah dari pria tersebut. Tidak mungkin jika Jiana bertanya kenapa Vian tiba-tiba berhenti atau kembali ke posisi semula seperti tida terjadi apa-apa. 

“Rapikan bajumu, kita pulang,” ucap Vian beberapa detik kemudian. Atap mobil menutup seperti semula lalu melaju dengan kecepatan rata-rata. 

Hening tanpa suara seolah membunuh Jiana kala itu. Vian mendadak berubah menjadi robot yang kehabisan kosa kata. TIdak ada satu kata yang terucap dari bibirnya. Bahkan melihat ke arah Jiana saja seperti tidak sudi. 

“Su-sudah sampai ternyata,” kata Jiana sesaat setelah mobil Vian berhenti di depan rumah. “Terima kasih, aku pulang dulu.” 

Vian tidak menjawab, hanya membuka kunci mobil sebagai isyarat agar Jiana segera keluar dari mobilnya. 

Tidak ingin terlihat semakin canggung, Jiana segera turun dari mobil Vian dan setengah berlari masuk ke dalam rumah. Tampak mobil Vian langsung melaju setelah itu. 

“Kenapa dia? Apa aku buat kesalahan?” gumam Jiana lirih. “Apa ciumanku sepayah itu sampai membuatnya marah? Perasaaan biasanya ciumanku bisa membuat Vian makin bergairah. Kenapa sih dia? Dasar cowok aneh!” kesal Jiana sambil menghentakkan kakinya dan bergegas naik ke kamar. 

Sementara itu, Vian masih melajukan mobilnya dengan kecepatan yang semakin tinggi untuk membelah jalanan menuju Denpasar. Tangan Vian perlahan mengerat di kemudi dan membayangkan rasa aneh yang tiba-tiba menyelimuti hati. Ia berdesir ketika mencium Jiana. Gelenyar aneh menjalar ke setiap sara tubuh Vian, seperti tersengat listrik. 

Touch Me Slowly, Mr. BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang