Silvia menganggukkan kepala seraya menyeka buliran bening dari sudut mata. "Iya." Rasanya kalimat Silvia tercekat setiap mengingat kejadian yang memilukan itu. "Dulu karena terlalu sibuk bekerja, saya lalai menjaga Vian dari predator itu."
Jiana masih terbelalak mendengarkan pengakuan dari Silvia. Ia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Vian di masa itu. Ternyata benar jika pria itu pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenangkan.
"Jiana, apa boleh Tante minta tolong?" tanya Jiana sambil menarik tangan Jiana dan mengusapnya pelan. Wajah wanita itu tampak penuh harap, tertuju penuh pada Jiana.
"Bantuan apa, Tante?" respon Jiana yang dalam hatinya masih iba pada kisah lama Vian.
"Tolong bujuk Vian untuk berobat ke psikiater," ucap Silvia selanjutnya. "Tante takut kejadian itu membuat Vian memiliki penyimpangan seksual. Seperti...."
"Seperti apa, Tante?" Spontan Jiana bertanya ingin tahu. Terlihat dari gestur tubuhnya yang mendadak condong mendekat pada Silvia.
"Seperti tidak tertarik dengan lawan jenis atau penyimpangan yang lainnya." Silvia melanjutkan, tangannya kembali menarik tangan Jiana. "Vian terlalu menjaga jarak dari Tante, sehingga sangat sulit untuk memahaminya."
Jiana menatap Silvia lurus-lurus. Ekspresi kekhawatiran mampu ditangkap oleh Jiana. Sebab ia sering mendapati raut seperti itu dari wajah sang ibu. Jiana tidak membuka mulut, sampai Silvia kembali mengelus punggung tangannya dengan lembut.
"Tante minta tolong sama kamu, Jiana. Tante ingin Vian bisa memiliki keluarga seperti orang pada umumnya. Tante ingin Vian sembuh jikalau memang butuh pengobatan," tukas Silvia.
Jiana tidak langsung menjawab. Bayang-bayang mengenai bagaimana Vian memperlakukannya berkumpul dalam benak. Bisa dikatakan jika Vian sedikit berbeda, dengan cara bercinta yang mendominasi dan tidak ingin dibantah. Namun, alih-alih merasa tersakiti, justru ia sangat menikmati hal tersebut. Bahkan lara hati yang diberikan oleh Raditya bisa terlupakan dalam sekejap.
"Apa itu termasuk penyimpangan seksual?" batin Jiana menerka sambil memutar matanya ke arah Silvia. Wanita paruh baya itu masih menatap Jiana penuh harap.
"Setidaknya Vian mau dibawa periksa ke ahlinya. Supaya tahu apakah dia butuh pengobatan atau tidak," lanjut Silvia. "Kamu mau 'kan bantuin Tante? Hm?"
"Tapi kenapa harus saya, Tante? Bukankah Tante bisa membujuknya?" tanya Jiana.
"Nggak bisa Jiana." Spontan kepala Silvia menggeleng. "Tante nggak berani menyarankan Vian untuk berobat. Karena secara tidak langsung." Ucapan Silvia tertahan sejenak. "Tante yang menyebabkan Vian mengalami semua hal buruk itu."
Jiana menarik beberapa lembar tisu kemudian diberikan kepada Silvia untuk mengusap air matanya. Ingin sekali bertanya lebih lanjut, tetapi Jiana takut melampaui batas.
"Terima kasih," ucap Silvia setelah menerima uluran tisu dari Jiana. Kemudian mata Silvia berputar ke arah Jiana diikuti seulas senyuman tipis di wajah. "Tante terkejut saat tahu sekarang Vian sudah bisa tidur dengan nyenyak. Karena sebelumnya dia tidak bisa tidur tanpa minum obat." Kedua sudut bibir Silvia semakin tertarik ke atas. "Semua itu berkat kamu, Jiana. Maka dari itu, Tante butuh bantuanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch Me Slowly, Mr. Billionaire
RomanceADULT ROMANCE 21+ ADITAMA SERIES - VIAN BAIDURYA ADITAMA- BANYAK TERDAPAT ADEGAN VULGAR, MOHON BIJAK DALAM MENANGGAPI BACAAN. SESUAIKAN DENGAN UMUR! Jiana Valeria harus mengubur impian pernikahannya setelah melihat Raditya bercinta dengan wanita l...