Suara berisik motor yang memasuki garasi, mengusik rungu Vian. Ia meletakkan ipad yang sedari tadi menyita waktunya lalu berjalan mendekati jendela. Senyum tipis Vian tercetak, kala melihat Jiana yang kesusahan melepas helm. Lucu sekali.
Wanita itu terlihat lebih menggemas jika kesal dengan dirinya sendiri. Perhatian Vian masih tertuju penuh saat Jiana berjalan sedikit pincang masuk ke dalam mansion. Denting jam yang memenuhi ruangan menunjukkan pukul 11 malam, melebihi batas waktu shift siang resepsionis hotel.
Tidak berselang lama, pintu ruang kerja Vian diketuk pelan. Kepala Jiana kemudian menyembul dari luar dan masuk ke dalam ruangan. Ia meringis seraya menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.
Kedua tangan Vian dimasukkan ke dalam saku celana. "Jam berapa sekarang?"
"Jam sebelas," jawab Jiana setelah melirik pada jam ukiran kayu berukuran besar dengan pendulum yang bergoyang ke kanan kiri.
Salah satu alis Vian terangkat ke atas. "Apa head of office menindasmu? Sampai membuatmu harus lembur kerja?"
"Nggak kok?" Kepala Jiana menggeleng dengan cepat agar Vian tidak salah paham.
"Lalu?"
Dengan malu-malu, Jiana mendekati Vian lalu mengulurkan kantong paper bag warna cokelat kepadanya. "Aku tadi mempersiapkan ini buat kamu."
Alih-alih langsung mengambilnya, Vian justru menggeser paper bag tersebut agar tidak menutupi wajah Jiana.
Wajah Jiana yang semula menunduk malu, lantas mendongak. Ia mendapati wajah Vian yang tengah menatapnya lekat-lekat. Kontan wajah Jiana semakin merona dan terasa panas.
"I-ini cuma hadiah kecil buat kamu. Bukan hal aneh-aneh," ungkapnya.
"Memangnya siapa yang berpikir aneh-aneh?"
"Habisnya cara melihat kamu kayak gitu," gerutu Jiana yang kedua pipinya masih merona.
"Dalam rangka apa? Aku tidak sedang ulang tahun." Vian mengambil bungkusan tersebut lalu memeriksa isinya.
"Lilin aromaterapi. Aku sendiri yang membuatnya." Wajah Jiana berubah semringah. Berharap Vian menyukai hadiah kecil tersebut. "Aku ingin berterima kasih karena kamu sudah kasih aku hadiah ini." Dengan suara yang riang, Jiana merogoh tas dan menunjukkan ponsel baru dengan casing Pororo warna kuning menyala. Sedikit norak menurut Vian.
Vian terkekeh. Spontan tangannya mengusap kepala Jiana. Seolah memperlakukannya seperti anak kecil. Well, tidak salah. Jiana memang bisa berubah seperti anak paud jika sedang kegirangan.
"Apakah kamu begitu bahagia karena penguin berkacamata itu?" ujar Vian masih tersenyum.
"Aku bahagia karena kamu tiba-tiba memberiku ponsel."
"Ponselmu rusak."
"Cuma layarnya aja kok yang retak. Masih bisa dipakai," tambah Jiana.
"Tetap saja, sudah rusak." Atensi Vian kembali tersita pada lilin warna merah dengan aroma lavender yang kuat. Kedua sudut bibir Vian kembali tertarik ke atas. Ini adalah hadiah pertama dari seorang wanita yang diterimanya, selain dari sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch Me Slowly, Mr. Billionaire
RomanceADULT ROMANCE 21+ ADITAMA SERIES - VIAN BAIDURYA ADITAMA- BANYAK TERDAPAT ADEGAN VULGAR, MOHON BIJAK DALAM MENANGGAPI BACAAN. SESUAIKAN DENGAN UMUR! Jiana Valeria harus mengubur impian pernikahannya setelah melihat Raditya bercinta dengan wanita l...