Memotret gambar disebuah pegunungan tempat yang sangatlah memuat estetika. Apa lagi jika berjalan-jalan mendaki gunung seperti ini, rasanya agak sedikit takut ya karena mendaki gunung bukanlah hal yang mudah dan jika sudah sampai pada ketinggian maksimal kita akan takut untuk melihat kebawah karena sangat tinggi.
"Apakah kamera itu selalu menemanimu?" Tanya Jisoo kepada Seokmin yang asyik memotret gambar pemandangan sedari tadi dengan kamera yang tidak lepas dari lehernya. Benar saja, Seokmin menggantungkan kamera di lehernya dengan tali agar mudah dibawa bepergian kemanapun.
"Tentu"
Seokmin tersenyum setelahnya.
"Aku selalu memotret objek yang menurutku indah dan bagus. Tetapi pada dasarnya tidak juga, aku lebih sering memotret gambar acak... Eumm... Maksudku apa saja, gambar apapun."
Jisoo hanya mengangguk.
"Omong-omong disini dingin sekali"
Seokmin tertawa kecil sembari asyik memotret gambar.
"Namanya juga gunung"
Hening. Tidak ada siapapun yang bicara, Seokmin hanya diam dan berfokus kepada objek yang ia potret saja sementara Jisoo asyik menghangatkan tubuhnya dengan memeluk tangannya sendiri padahal ia sudah memakai 2 lapis sweater dari rumah.
"Nah, lihat ke sini dulu"
Jisoo yang tadinya kedinginan mendongakkan kepalanya menatap Seokmin yang ingin memotretnya.
Ckrek
Oh tidak.... Jisoo sama sekali belum bergaya, ia masih memeluk tangannya tadi tetapi Seokmin dengan cepat memotretnya.
"Hei! Aku belum bergaya sama sekali!"
Seokmin tertawa puas setelah menjahili istrinya itu.
"Aku memang sengaja memotret dirimu dalam keadaan yang kedinginan seperti itu"
"Mengapa?"
"Kau terlihat menggemaskan"
Entah mengapa pipi Jisoo rasanya memanas dan memerah. Apa lagi ini?! Tidak mungkin, bukan kalau Jisoo sudah mulai mencintai— ah, tidak menyukai Seokmin maksudnya. Ia harus mengingat kembali perjanjian dirinya menikah dengan Seokmin sebenarnya apa. Hanya untuk menjalankan sebuah dare selama setahun.
Jisoo menggelengkan kepalanya.
"Ada apa?"
"Tidak apa-apa"
"Jika ada masalah selalu cerita kepadaku, ya? Aku adalah pendengar setiamu. Kau selayaknya radioku dan aku pendengar setiamu"
Seokmin tersenyum setelahnya dan berjongkok guna mensejajarkan dirinya dengan Jisoo yang juga sedang berjongkok karena kedinginan. Ia pun mengusak surai hitam Jisoo gemas. Bagaimana bisa ada orang yang menggemaskan seperti Jisoo.
Seokmin sudah sering mengusak surai hitam Jisoo seperti ini, bukan? Namun mengapa rasanya berbeda, seperti ada perasaan lain yang tidak bisa Jisoo jelaskan dengan kata-kata. Jangan bilang ini cinta? Ah, tidak-tidak.
"Eumm... Kapan kita turun dari sini? Aku kedinginan"
"Sebentar lagi"
Jisoo hanya bisa menunggu.
"Setidaknya buat sebuah api unggun disini dengan persediaan kayu yang kita miliki"
"Ah iya aku melupakan itu. Maaf, Soo"
Seokmin pun menurunkan tas ransel gunungnya yang masih berada di pundaknya dan mengeluarkan beberapa kayu bakar serta dua buah batu untuk menghasilkan api. Ia kemudian menata kayu bakar tersebut dan menggesekkan kedua batu yang ada di tangannya tersebut dan tidak lama setelah itu api pun keluar dan api unggun telah siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I marry you? | Seoksoo
Hayran KurguSeorang laki-laki kaya bernama Lee Seokmin sedang mencari seorang gadis ataupun pria untuk ia nikahi, namun semua gadis-gadis dan pria-pria yang di kenalkan kepadanya selalu tidak cocok dengannya. Dan suatu ketika saat pria manis bernama Hong Jisoo...