27. Kehilangan

19 4 1
                                    


Pukul 17:40, Niko sampai di rumah dengan pandangan yang kosong, tidak ada cahaya atau pun warna pada matanya. Semuanya terasa hambar, setelah pulang dari pemakaman. Perlahan, air mata yang sudah dia bendung akhirnya tumpah, membasahi pipinya dengan isakan yang begitu dalam.

Niko memasuki kamar dengan langkah berat. Dia duduk di pinggir tempat tidur, kehilangan kontrol atas emosinya. Isakan keras menggema di ruangan itu, terdengar jelas dalam keheningan petang.

Dia terduduk, membiarkan dirinya terhanyut dalam kesedihan yang membanjiri hatinya. Air mata mengalir tanpa henti, menandakan kehilangan yang begitu dalam.

Kenapa?! Kenapa kau tega pergi dariku! Batin Niko dengan berderai air mata. Kau pembohong! Kau pembong! Kouko!

Pikirannya kacau, dia tak bisa mengendalikannya. Setiap kali mengingat wajah Kouko, tekanan di bantinya terasa sangat sakit. Dia memukul kasurnya, berdiri dan mengambil buku ramalannya di dalam tas.

Dengan keadaan amat marah, dia merobek-robek kertas di buku itu lalu membuangnya ke tempat sampah. Keadaan tidak menjadi baik, entah kenapa hal yang dia lakukan terasa sia-sia dan tak ada gunanya.

Tak lama, pintu rumahnya dibuka seseorang. Itu adalah Jovian dan Olivia yang khawatir dengan kondisinya. Niko menghapus air matanya, keluar dari kamar dan menemui kedua temannya itu.

"Apa?" Tanya Niko yang amat lesu.

Jovian menghela napas. "Kau gak apa-apa?" Dia masuk, memberikan sebuah pelukan hangat untuk Niko. "Kami khawatir,"

"Aku gak apa-apa."

"Lepaskan aja! Gak apa-apa."

Perlahan, air mata Niko kembali mengalir. Dia melawan rasa sedihnya, sangat memalukan harus menangis di depan temannya. Tapi, tangis pecah ketika Olivia memeluknya dari samping.

"Niko, jangan ditahan." Olivia memejamkan mata, membuat sisa air matanya tumpah. "Menangislah! Menangislah sekuat-kuatnya!"

Niko mulai terisak, lalu melepaskan tangisanya yang amat dalam. Tangisan Niko membuat keduanya terhanyut dalam kesedihan yang sama. Isakan mereka menyatu, menciptakan melodi kesedihan yang mengalir di antara mereka. Setiap tatapan, setiap helaan napas, menandakan kepedihan yang mereka rasakan atas kepergian Kouko.

Tepat pada pukul 20:30 malam, ketiganya mulai tenang dan akan melalui ini bersama-sama. Olivia membawa 3 gelas coklat panas ke meja makan, menikmatinya bersama Jovian dan Niko dalam duka.

"Jovi, ini punyamu." Olivia memberikan segelas coklat ke Jovian.

"Terima kasih." Jovian meminumnya. "Huh ... enak."

Olivia tersenyum, lalu memberikan segelas lainnya pada Niko. "Niko, ini punyamu."

Tangan berat Niko meraih gelas itu, lalu membawanya ikut dalam kehampaan yang dalam. "Terima kasih, Oliv."

"Hihi.. sama-sama." Olivia duduk di kursinya, meminum segelas coklat panas buatannya. "Enak!"

Jovian dan Olivia sama-sama memandangi Niko yang belum lepas dari kesedihannya. Tidak salah, karena dia yang paling lama mengenal Kouko ketimbang mereka. Olivia meraih tangan dingin Niko di atas, menggenggamnya dan mengatakan sesuatu.

"Niko, kami di sini!" Olivia tersenyum manis. "Kami janji, kami akan membantumu keluar dari masa-masa ini!"

Niko menatap wajah Olivia dengan hati yang remuk. "Caranya?"

"Serahkan saja pada kami!" Tegas Olivia.

"Ok," Niko meminum coklat panasnya. "Terima kasih tawarannya,"

Mirai: REMAKE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang