Bab 13

2.2K 96 14
                                    

Kaycia dan Karl berusaha masuk ke rumah dengan hati-hati, mengendap-endap agar tidak diketahui oleh orang tua mereka dan Keenan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaycia dan Karl berusaha masuk ke rumah dengan hati-hati, mengendap-endap agar tidak diketahui oleh orang tua mereka dan Keenan.

Namun, upaya mereka terhenti ketika Keenan tiba-tiba memergoki mereka saat sedang membuka pintu balkon kamar Kaycia setelah mereka berhasil memanjat pohon yang bertepatan menuju teras depan kamar Kaycia.

Keenan langsung memarahi kedua adiknya itu dan menuntut penjelasan.
Keduanya menunduk sebelum mengatakan semuanya, terkecuali tentang Kaycia menjadi bahan taruhan. Bisa-bisa Keenan akan mengadukan hal tersebut pada kedua orang tua mereka dan Kaycia berakhir homeschooling.

"Maaf kak. Kita cuma mau cari sesuatu yang seru aja kok." Ucap Kaycia diikuti anggukan Karl.

Keenan menghembuskan nafasnya, "Oke, ini kesempatan terakhir kalian dan kalian berdua gak boleh balap liar lagi. Dan Kaycia, mulai besok dan seterusnya kamu diantar jemput sama supir baru."

“Tapi kak---“ belum sempat Kaycia melanjutkan ucapannya, Keenan langsung menatapnya dengan horor.

Akhirnya Kaycia dan Karl menyetujui ucapan Keenan, karena tidak ingin kakaknya itu mengadukan hal ini pada Ello dan Ola.

Beberapa waktu kemudian, Kaycia mendapati dirinya kembali diganggu oleh gerombolan Asten di sekolah. Mereka melakukan berbagai tindakan bully, mencoret-coret meja Kaycia dengan kata-kata yang kasar, menyuruhnya membersihkan kelas, dan bahkan Asten dengan seenaknya merangkul Kaycia sambil mengakuinya sebagai kekasihnya.

Semua itu membuat Kaycia semakin terpojok dan menjadi bahan olokan teman-temannya.

Kaycia harus menahan emosinya sepanjang hari karena bullyan yang tak berkesudahan. Meskipun begitu, dia tetap tegar dan tidak ingin menyerah begitu saja.

Untungnya, masih ada satu orang yang setia menjadi temannya dan memberikan dukungan pada Kaycia dalam situasi sulit ini, yang tak lain Rere.

Pada saat Kaycia dan Rere berada di kantin, Lidya secara tiba-tiba menghampirinya.

"Datang ya," Lidya menyerahkan kartu ulang tahunnya pada Kaycia dan Rere.

'Gue pengen nolak, tapi kalau di pikir-pikir mungkin dengan cara ini gue bisa temenan sama banyak orang di sana.' batin Kaycia sedikit ragu.

"Makasih Lid, kita pasti datang kok. Iya kan Kay?" ucap Rere menyenggol lengan Kaycia yang sedang melamun.

"Ah iya, kita datang." senyumnya dengan canggung.

"Oke, gue tunggu nanti malem. Bye!"

Jika dipikirkan dengan seksama oleh Kaycia, Lidya itu perempuan yang lembut. Tapi, entah mengapa disaat bersamaan sikap Lidya berbeda apalagi ketika dia berdekatan dengan Asten.

"Nanti malem gimana?" tanya Rere memecahkan kebisingan di kepalanya.

"Apanya?"

"Ck, lo gimana nanti malem? Mau tunjukin wujud lo yang sebenarnya sama mereka?"

"Nggak, belum saatnya."

"Apa?! Jadi, nanti malam lo —" Rere membekap mulutnya, ilusinya membayangkan bagaimana Kaycia mendatangi pesta ulang tahun Lidya dengan penampilannya yang sekarang.

"Ssttt, gue mau lanjutin makan. Jangan berisik!" tukasnya.

Malam hari menjelang, di mana waktu pesta ulang tahun Lidya di mulai. Saat ini Rere tak henti-hentinya memberikan wejangan panjang pada Kaycia.

Ilusinya yang sempat dia bayangkan benar-benar terjadi. Kaycia berpenampilan tak jauh berbeda dari hari-hari biasa dia bersekolah.

Kini, hanya memakai gaun yang melewati lutut berwarna pink pucat dan yang paling parahnya dia tidak memakai apapun di wajahnya, jangan lupakan kacamata besarnya yang selalu bertengger di kedua matanya.

"Ci, sumpah gue malu," ujar Rere.

Mereka sudah sampai di tempat tujuan, namun, keduanya belum keluar dari kuda besi mereka.

"Malu kenapa? Kan gue yang berpenampilan gini," jawabnya. Jauh di lubuk hatinya, sebenarnya ada rasa malu yang dia rasakan. Tapi, dia berusaha menepis semua itu.

"Ya ampun Ci, tetep aja gue ikut malu juga."

"Yaudah, Lo jauhin gue aja nanti." tegasnya seraya membuka pintu mobil.

"Eh, eh, nggak gitu dong ... Gue kan sahabat lo." ucapnya, merangkul Kaycia yang hanya mendengus mendengar ucapannya.

Semua pasang mata memandang aneh mereka. Tidak, Kaycia rasa hanya dia saja yang diperhatikan seperti itu oleh orang-orang di sana.

Yang bisa Kaycia lakukan saat ini hanya menanggapi mereka dengan senyumannya. Dia tidak ingin membuat jarak lagi dengan teman-temannya, dia hanya berteman bersama mereka.

Mungkin, apa yang diharapkannya berbanding terbalik.

"Kalau dasarnya cupu, mau di gimanain juga tetep aja cupu! Hahaha ..."

"Kalau gue sih jadi Rere malu banget punya temen kudet kayak dia!"

"Sumpah, norak banget sih si cupu! Kenapa juga Lidya mau nampung cewek kampungan kayak dia di pestanya?!"

"Pelayan dari mana tuh? Kok bisa pake gaun? Hahaha ..."

Masih banyak lagi cacian orang-orang. Hatinya terluka? tentu saja. Dia tersinggung? tentu saja.  Tapi apa boleh buat, rasa traumanya lebih besar dibanding ketakutan yang dia rasakan sekarang.

"Ci," Rere berusaha menenangkan Kaycia dengan mengelus punggungnya. Tak terbayangkan bagaimana Kaycia melewati itu semua, rasanya tak sanggup untuk Rere bayangkan.

"Gak apa-apa." senyum Kaycia.

"Ho~ siapa ini?"
.
.
.
.
.
.

TBC


My Nerd Is Perfect {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang