Bab 1 : Dinner

560 57 13
                                    

Jakarta, 14 Oktober 2023

Hampir setengah jam, Flo duduk sendirian di tengah ramainya resto malam itu. Gadis itu memeriksa berkali-kali ponsel yang terletak di meja dekatnya. Tak ada balasan apapun dari pesan yang dia kirimkan pada seorang lelaki yang sejak setengah jam yang lalu dia tunggu kehadirannya. Gadis itu menghembuskan napas panjang, seolah sudah benar-benar lelah menunggu.

Diedarkannya pandangannya ke sekeliling, beberapa pasangan sejoli terlihat tengah menikmati makan malamnya. Ditambah lagi alunan musik romantis yang mengalun damai di seantero resto. Jelas, itu adalah makan malam yang paling Flo dambakan. Kemudian atensinya beralih pada dress yang dikenakannya malam ini. Dress merah muda yang dia siapkan dari jauh-jauh hari, juga rambut yang dia urai dengan aksesoris pita putih.

Dia merutuki nasibnya. Beberapa pasang mata memandanginya dengan tatapan yang sulit didefinisikan. Namun Flo jelas mengetahui, mereka tengah membicarakan dirinya terlihat dari gelagatnya. Makan malam romantis berubah menjadi makan malam yang mengerikan. Detik kemudian, dering ponsel miliknya bersuara. Dia meraih ponselnya, menatap sejenak layar ponsel itu. Tertera jelas nama "Bimo" tertulis di sana.

Gadis itu menghela napas lagi, kemudian mengangkat telfon itu dengan malas. Namun sebelum mengangkatnya, dia sempat tersenyum tipis. Akhirnya kekasihnya menghubunginya.

"Halo?"

"Sayang, maaf ya. Kayaknya makan malam hari ini kita batalin aja, ya? Aku kayaknya nggak bisa dateng."

Senyum Flo kian memudar, kata-kata itu bukanlah kata-kata yang ingin dia dengar. Dia dilanda perasaan bingung. "Emangnya kenapa, Bim?"

"Kamu lagi di jalan 'kan?" tanya Flo lagi saat deru suara kendaraan terdengar dari sambungan telefon di seberang sana.

"Iya aku lagi di jalan. Cuma tadi aku ketemu sama Nora di jalan, mobilnya mogok. Jadi aku bantuin dia."

Flo terdiam sejenak. Entah kenapa dadanya terasa nyeri mendengar nama "Nora" disebut.

"Sayang?"  panggil lelaki di seberang sana, karena Flo yang tiba-tiba terdiam.

"Harus banget batalin makan malamnya?" tanya Flo dengan perasaan kecewa.

"Iya sayang, maaf ya. Kamu pulang sendirian nggak apa-apa 'kan? Aku takut kamu kelamaan nunggu. Soalnya kasihan Nora di sini sendirian, jadi aku mau temenin dia sampe mobilnya udah ber-."

Sambungan telefon terputus sejak itu juga. Flo yang mengakhiri panggilan itu. Sudah puluhan kali mungkin nama itu selalu disebut-sebut oleh Bimo. Hingga memekakkan telinganya. Lagi-lagi, Bimo seolah tidak memikirkan perasaannya. Setengah jam terasa sia-sia. Begitupun juga dengan segala persiapan untuk dinner yang sudah direncanakan beberapa hari yang lalu. Perasaan kecewa itu menyelimutinya.

Beberapa kali Bimo sempat bercerita, bahwa Nora adalah sahabat kecilnya, sahabat yang sudah Bimo anggap seperti adiknya sendiri. Namun entah kenapa, perasaan nyeri di dada itu kerap kali muncul pada Flo setiap kali Bimo menyebut nama gadis itu.

Dia berjalan lunglai menyusuri jalan setelah keluar dari restoran. Bulir bening membasahi pipinya, kemudian dia menyeka air matanya kasar. Persetan dengan riasannya yang kini sudah rusak. Jalanan malam itu cukup lengang. Hanya satu-dua kendaraan yang berlalu lalang. Tak ada satu pun taksi yang bisa dia tumpangi. Meski saat itu masih sekitar pukul setengah delapan malam. Seolah semesta juga tidak mendukung.

Kilat menyambar, pun diiringi susulan suara petir yang menggelegar. Rintik hujan turun kian deras. Padahal malam itu, langit tidak mendung. Alih-alih meneduh, Flo justru tetap berjalan, tatapannya kosong, membiarkan hujan memasahi sekujur tubuhnya. Air matanya menyatu dengan rintik hujan. Penampilannya malam itu, sungguh mengerikan. Selain sekujur tubuh yang basah kuyup, riasannya rusak, maskara dan bedaknya sudah luntur. Hal yang paling mengerikan bagi seorang gadis, tetapi sama sekali tak Flo hiraukan.

Jodoh Masa Depan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang